Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi membantah pertemuannya antara utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan miliarder Amerika Serikat (AS), Elon Musk. Pernyataan tersebut dikatakan dalam sebuah wawancara dengan televisi pemerintah.
Mengutip Reuters, Araqchi juga memperingatkan bahwa Iran siap untuk berkonfrontasi atau bekerja sama dalam perselisihannya dengan badan pengawas nuklir PBB, IAEA, dan negara-negara Barat yang tergabung dalam badan tersebut terkait program nuklirnya.
“Ini (laporan pertemuan) adalah cerita yang dibuat-buat oleh media Amerika, dan motif di baliknya juga bisa diduga,” kata Araqchi dikutip Minggu (17/11).
The New York Times melaporkan, beberapa waktu lalu, Musk, yang merupakan penasihat Presiden terpilih AS Donald Trump, bertemu dengan duta besar Iran untuk PBB pada hari Senin.
“Menurut pendapat saya, rekayasa media Amerika tentang pertemuan antara Elon Musk dan perwakilan Iran adalah bentuk pengujian untuk melihat apakah ada dasar untuk langkah tersebut,” kata Araqchi.
“Kami masih menunggu pemerintahan baru AS untuk mengklarifikasi kebijakannya, dan berdasarkan hal itu, kami akan menyesuaikan kebijakan kami sendiri. Saat ini, ini bukan waktunya untuk melakukan pertemuan semacam itu dan juga tidak tepat,” kata Araqchi.
“Tidak ada izin dari pemimpin untuk pertemuan semacam itu,” kata Araqchi, merujuk pada Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, yang memiliki keputusan akhir dalam segala hal kenegaraan.
Hubungan antara Teheran dan IAEA terlanjur memburuk karena beberapa masalah yang telah berlangsung lama, termasuk Iran yang melarang para ahli pengayaan uranium dari negara tersebut dan kegagalannya untuk menjelaskan jejak-jejak uranium yang ditemukan di lokasi-lokasi yang tidak diumumkan.
“Jalur nuklir kami di tahun mendatang akan menjadi sensitif dan kompleks, dan kami siap untuk konfrontasi atau kerja sama,” kata Araqchi.
Ia menambahkan, bahwa kesepakatan nuklir 2015, yang mana Trump keluar pada tahun 2018 pada masa jabatan pertamanya, tidak lagi memiliki nilai yang sama bagi Iran.
“Jika negosiasi dimulai, pakta nuklir dapat berfungsi sebagai referensi, tetapi tidak lagi memiliki signifikansi sebelumnya. Kita harus mencapai kesepakatan yang layak,” pungkasnya.
(pgr/pgr)