Jakarta –
Tren rawat jalan dan rawat inap judi online (judol) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tercatat meningkat dua kali lipat. Kepala Divisi Psikiatri RSCM Dr dr Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ, mengungkap sepanjang Januari hingga Oktober 2024 ada 126 pasien korban judol yang menjalani rawat jalan. Dalam periode yang sama, 46 pasien dilaporkan menjalani rawat inap.
Mirisnya, dari laporan tersebut, RSCM mencatat kasus anak dan remaja di kisaran usia 15 hingga 17 tahun ke atas.
“Ada usia anak dari 46 yang dirawat, sekitar 5 persen-nya,” jelas dr Kristiana saat ditemui detikcom pasca sesi konferensi pers korban judi online di RSCM, Jumat (15/11/2024).
Sejumlah pasien yang menjalani rawat inap dilaporkan mengalami kekambuhan lebih dari dua kali. Menurut wanita yang akrab disapa dr Siste, dampak kecanduan judol mirip seperti adiksi akibat narkoba.
Munculnya adiksi disebabkan karena otak merasa mendapatkan ‘reward’ dari kemenangan sesaat pada judi online.
“Sistem reward di otak itu adalah ranah adiksi. Jadi ketika orang bermain judi, ada rasa senang yang berlebihan. Dopamin itu meningkat sampai ratusan kali lipat,” lanjut dia.
“Jadi itu yang membuat orang merasa judi itu menyenangkan sekali. Dan kemudian dapat menghilangkan rasa bosan dan rasa senang yang berlebihan.”
Meski pada akhirnya korban judol mengalami kekalahan, rasa senang pada otak kembali teringat sehingga seseorang bisa kembali terjerat dalam lingkup permainan judol.
“Sampai pada akhirnya kalau tidak berjudi dia merasa cemas, seperti ada yang kurang,” sambung dia.
dr Siste menekankan korban judol umumnya mengalami kerusakan otak pada bagian otak depan yakni prefrontal cortex. Hal ini yang membuat seseorang kehilangan kendali perilaku.
Walhasil, meski sudah kalah dalam jumlah besar hingga miliaran rupiah, otak akan mengantarkan persepsi untuk terus bermain judol.
(naf/kna)