Surabaya (beritajatim.com) – Mengedarkan uang palsu di Indonesia tidak hanya merugikan perekonomian, tapi juga dapat berakhir dengan konsekuensi hukum yang serius. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur dengan tegas hu”kuman bagi para pelaku pengedar uang palsu.
Menurut Pasal 36 ayat (3) UU Mata Uang, setiap orang yang terbukti mengedarkan atau membelanjakan Rupiah palsu dapat dikenai hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda sebesar Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Hukuman ini menjadi peringatan serius bagi siapa pun yang terlibat dalam peredaran uang palsu.
Sementara itu, Pasal 26 ayat (3) UU Mata Uang menyatakan bahwa menyimpan Rupiah palsu dapat dikenai hukuman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Jelas bahwa Undang-Undang ini memberikan sanksi yang signifikan untuk melindungi kestabilan mata uang negara.
Baca Juga: Keren!! Turnamen Sepakbola Benteng Manunggal Cup 2023 Dilengkapi VAR
Penting untuk dicatat bahwa hukuman tersebut dapat diperberat dalam beberapa situasi khusus, termasuk jika pelaku pengedar uang palsu memiliki peran penting, seperti menjadi pemimpin atau ketua dari kelompok pengedar uang palsu. Hal ini juga berlaku untuk orang yang menyediakan bahan baku atau peralatan pembuatan uang palsu, serta orang yang menyembunyikan atau melindungi para pelaku.
Lebih lanjut, hukuman dapat diperberat jika perbuatan mengedarkan uang palsu dilakukan dalam keadaan tertentu, seperti dalam situasi bencana alam atau keadaan darurat lainnya, dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi.
Dengan hukuman yang berat ini, diharapkan dapat menciptakan efek jera dan memberantas peredaran uang palsu di Indonesia. Masyarakat diminta untuk tetap waspada dan melaporkan temuan uang palsu kepada pihak berwajib demi keamanan ekonomi negara. (ian)