Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan komitmen Kementerian Keuangan untuk berburu “harta karun” pajak yang selama ini belum terjamah Direktorat Jenderal Pajak.
Harta karun itu selama ini dikenal sebagai aktivitas ekonomi yang belum tersentuh oleh fiskus pajak, sebab masih dalam bentuk aktivitas ekonomi ilegal, atau yang juga biasa disebut underground maupun shadow economy.
“Ini yang kemudian jadi pembahasan mengenai masalah underground economy, informal economy, ilegal economy,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Untuk mengejar pajak dari underground atau shadow economy itu, Sri Mulyani sudah mendapatkan bantuan dari “pemburu harta karun” itu, yakni Anggito Abimanyu yang direkrut Presiden Prabowo Subianto sebagai wakil menteri keuangan.
Maka, dengan kehadiran Anggito di Kementerian Keuangan, ia memastikan saat ini perumusan regulasi dan strategi untuk mengejar pajak di sektor underground atau shadow economy itu kini tengah disusun.
“Ini yang saya minta Pak Anggito, kan memang ditambahkan dalam armada Kemenkeu dengan tujuan Pak Prabowo minta sisi penerimaan banyak sekali yang belum bisa di-collect atau capture,” ungkap Sri Mulyani.
“Baik karena naturenya ilegal, informal, underground, shadow, apapun namanya kira-kira yang enggak hitam atau putih. Yang gray tadi, ini kemudian yang sedang kita sedang rumuskan,” tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah anggota Komisi XI DPR RI mencecar Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajarannya mengenai potensi pajak dari ekonomi bawah tanah atau underground. Ada yang mengkritik, namun ada pula yang melihatnya sebagai potensi.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M. Kholid menjadi salah satu yang menyoroti hal ini.”Kemarin saya diwawancara juga reporter saya tidak bisa menjawab juga, apa yang dimaksud underground,” kata Kholid dalam rapat kerja dengan Sri Mulyani dan jajarannya.
Kholid menuntut penjelasan lebih jauh mengenai maksud dari ekonomi bawah tanah tersebut. Menurut dia hal itu perlu diperjelas mengenai definisi underground economy ini.
“Mungkin perlu penjelasan juga, ketika kita ingin menaikkan tax ratio dengan membuat terobosan dengan underground economy kita harus definisikan itu apa. Apa objek yang akan dikenakan pajak di sana,” kata dia.
Dia mempertanyakan apakah underground economy merupakan ekonomi informal yang tidak masuk PDB atau kegiatan-kegiatan yang illegal, seperti judi online. Apabila yang dimaksud adalah judi, maka Kholid akan menolaknya.
“Itu sangat kontroversial, ketika misal orang menyasar judol. Saat ini judol ingin diberantas, tapi ada isu underground economy, sehingga tafsirnya ke sana,” kata dia.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Eddy Susetyo juga menyoroti soal shadow economy. Dia mengatakan shadow economy di Indonesia disebut meningkat merujuk pada buku Nota Keuangan APBN 2024.
“Disampaikan bahwa peningkatan shadow economy atau ekonomi bayangan ini meningkat dan ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi kita,” kata dia.
Dia mengatakan shadow economy yang dimaksud termasuk pajak dari sektor informal yang belum dielaborasi. Dia mengatakan apabila tidak digarap, maka maraknya ekonomi bayangan ini akan berpengaruh ke ekonomi RI.
“Memang tidak mudah, tapi bagaimana kita meng-capture shadow economy kita dan ini disampaikan di Nota Keuangan 2024, tapi ini belum dielaborasi dengan baik,” ujarnya.
(arj/mij)