Jakarta –
Kepolisian Resor Kota Bandara Internasional Soekarno-Hatta menggagalkan keberangkatan 23 calon tenaga kerja Indonesia atau pekerja migran Indonesia ilegal. Polisi mengatakan para calon TKI mayoritas akan dipekerjakan sebagai admin judi online (judol) hingga penipuan (scammer).
“Yang dari pendalaman tim, diketahui 7 orang itu ke destinasi negara Thailand, itu sebagai admin judi online, 5 orang ke negara Kamboja sebagai bagian dari sindikat scammer,” kata Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta, Kompol Reza Pahlevi di Polres Soetta, Sabtu (9/11/2024).
“Jadi dari pendalaman tim untuk pencegahan tanggal 5 sampai tanggal 8 ini diantaranya memang dominan akan dipekerjakan di sektor admin perjudian online dan scam, lanjutnya.
Di sisi lain, para CPMI yang akan dipekerjakan di sektor judol dan scammer tersebut hanya diimingi gaji sebesar Rp 6 hingga 7 juta, tanpa adanya pengertian tentang latar belakang pekerjaannya itu.
“Dalam pendalaman tim memang mereka ditawarkan gaji dengan besaran antara 6 sampai dengan 7 juta rupiah per bulan. Mereka sendiri tidak begitu memahami apa itu definisi dari scammer,” ujarnya.
“Namun mereka pada saat direkrut diminta untuk menunjukkan keterampilan mengoperasikan komputer. Pada saat didalami oleh tim, mereka berpikir bahwa pekerjaannya tidak jauh dari operator di kantor sebagai admin komputer,” sambungnya.
“Kami laporkan juga dalam pencegahan kali ini ada sebanyak sembilan negara yang menjadi destinasi. Yang pertama negara Thailand sebanyak tujuh orang, kemudian negara Korea Selatan sebanyak dua orang, Kemudian negara Uni Emirat Arab sebanyak dua orang. Negara Singapura satu orang, Negara China satu orang, Negara Dubai dua orang, Negara Malaysia dua orang, Negara Kamboja lima orang, Dan negara Bahrain satu orang,” papar Reza.
Sementara itu, Reza juga mengungkapkan pihaknya belum mengamankan pelaku. Ia menyebut bahwa pelaku ada di luar negeri.
Dari kasus ini, Reza pun menghimbau masyarakat agar lebih selektif dalam mencari informasi yang saat ini tersebar, baik di media online, platform media sosial. Supaya masyarakat tak tertipu dengan bentuk penawaran pekerjaan yang dilakukan ataupun yang ditawarkan oleh sindikat pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Karena Kita hari ini menyaksikan bersama, masih banyak saudara-saudara kita yang ingin mengadu nasib di perantauan, namun sangat disayangkan masih banyak oknum-oknum yang hendak mengambil keuntungan dari praktik pemberangkatan secara non-prosedural Ini,” imbuhnya.
(bel/aud)