Jakarta –
Sejak tahun 2023, aktor hollywood papan atas Bruce Willis didiagnosa mengidap frontotemporal dementia (FTD). Kondisi tersebut menyerang otak yang mengontrol fungsi bahasa, perilaku, dan kepribadian dari sang aktor.
Istri sang aktor, Emma Heming Willis menceritakan bahwa awalnya keluarga mengira apa yang dialami oleh Bruce merupakan kambuhnya kondisi gagap masa kecil. Ia mengatakan Bruce semasa kecil sempat mengalami masalah gagap yang parah.
“Ia mengalami gagap yang parah saat masih kecil. Ia kuliah dan ada guru teater yang berkata, ‘saya punya sesuatu yang bisa membantumu’,” cerita Emma dikutip dari Healthline, Rabu (6/11/2024).
Semenjak pertemuan dengan guru teater tersebut, Bruce akhirnya menemukan jalan karirnya ke dunia akting. Semenjak saat itu, ia menyadari bisa menghafal naskah dan mengucapkan dialognya tanpa gagap.
Emma mengatakan bahwa Bruce selama ini memang sudah lama gagap, namun ia sangat pintar dalam menutupinya. Hal itu yang membuat keluarga mengira gagap yang dialami Bruce sebelum diagnosa FTD adalah gagap biasa.
“Saya tidak pernah menyangka itu akan menjadi bentuk demensia bagi seseorang yang masih sangat muda,” katanya.
Seorang ahli patologi wicara dan bahasa Stephanie Jeret mengatakan gejala gagap tidak dikaitkan secara langsung dengan FTD. Jaret mengatakan FTD memengaruhi utamanya seseorang dalam memahami dan menggunakan bahasa.
Stephanie mengatakan bahwa gagap yang dialami oleh Bruce mungkin saja semakin parah ketika ia mengalami FTD.
“Dengan timbulnya FTD, dia mungkin mengalami kemunduran dalam keterampilan bahasanya, yang menyebabkan gagap nyata sebagai gejala penurunan ini,” kata Jeret.
Neuropsikolog dari Columbia University Irving Medical Center, Jason Krellman mengungkapkan hal yang senada dengan Jeret. Gagap menurutnya merupakan salah satu bentuk gejala turunan yang disebabkan oleh efek kesulitan menemukan kata dan menyusun kalimat.
Menurut Krellman, perubahan dalam kepribadian, perilaku, bahasa, dan fungsi motorik biasanya terlihat pada awal perkembangan FTD.
“Orang dapat menjadi pendiam atau impulsif, kaku, dan tidak pantas secara sosial. Mereka juga dapat mengalami kesulitan menemukan kata-kata atau memahami bahasa. Mereka dapat mengalami kejang, tremor, atau kelemahan,” ujar Krellman.
(avk/kna)