Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim yang diketuai Arwana menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara pada Terdakwa Syaiful Rahman. Mantan Kadispendik Jatim ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dalam dakwaan primer.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama tujuh tahun, dan denda Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujar hakim Arwana dalam putusannya, Selasa (19/12/2023).
Selain hukuman tujuh tahun penjara, Majelis hakim PN Tipikor Surabaya juga menjatuhkan hukuman denda Rp 8,2 miliar pada Terdakwa.
Denda tersebut harus dibayarkan Terdakwa satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka Jaksa akan menyita harta kekayaan Terdakwa. “Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama lima tahun,” ujar hakim Ema.
Terdakwa diadili dalam perkara korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar. Atas putusan tersebut, Jaksa mengatakan pikir-pikir.
Syaiful Maarif kuasa hukum Terdakwa sebelumnya mengatakan bahwa pertimbangan tuntutan JPU sama seperti BAP penyidik kepolisian. “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.
Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah. Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.
Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan. “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.
Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut. Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).
Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut. “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.
Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP. “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.
Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.
“Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.
“JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023).
korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, rugikan negara Rp8,2 miliar, secara daring dari Rutan Kejati Jatim yang terhubung dengan layar monitor di Ruang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/12/2023) lalu. [uci/kun]