Jakarta –
Skincare ‘overclaim’ belakangan disorot lantaran sejumlah hasil laboratorium menunjukkan kadar berbeda kandungan dalam produk dengan klaim yang dipasarkan. Hal ini dinilai merugikan konsumen lantaran membeli produk dengan efektivitas tidak sesuai harapan.
Dalam sejumlah kasus, memang tidak sedikit pemilik skincare bukan berlatarbelakang dokter. Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah selama yang bersangkutan benar-benar melakukan riset terhadap produk yang akan dijual. Tidak sebatas meminta sejumlah pabrik atau maklon melakukan produksi massal.
“Kadang-kadang owner beli langsung di maklon, sekalian produksi langsung, ownernya nggak tau isinya apa cuma untuk isi klaim whitening, pabriknya mungkin ‘kucing-kucing-an juga’, ditaruh lah 0,01 persen, padahal klaimnya 10 persen,” terang spesialis kecantikan dr dr. Eklendro Senduk, D, AAAM,M.Ks atau yang akrab disapa dr Ekles kepada detikcom, Selasa (5/11/2024).
Karenanya, dr Ekles berpesan agar masyarakat benar-benar memilih produk yang sudah berjalan selama bertahun-tahun tanpa catatan atau track record buruk.
“Pilih lah memang brand-brand dia lihat established ya, yang kuat kalau dia klaim berapa persen, track recordnya berapa lama, jangan brand baru viral satu sampai dua tahun dengan klaim-klaim seperti itu, testimoni juga dilihat,” lanjutnya.
Hal yang mengkhawatirkan dinilai dr Ekles tidak hanya pada skincare overclaim, melainkan maraknya penjualan skincare dengan tingginya kandungan merkuri.
“Banyak skincare yang beredar di lapangan adalah mengandung merkuri yang ala-ala sudah diBPOM-kan, jadi mereka kasih periksa ke BPOM RI, izinnya lain, isinya bagus tuh, saat didaftarkan, eh setelah mereka jual di masyarakat ada merkuri, itu memang mafia sih, itu banyak di daerah-daerah,” tegas dr Ekles.
Tren penggunaan skincare bermerkuri paling tinggi ditemukan di daerah, terutama wilayah timur. Bahkan, banyak masyarakat menganggap kandungan merkuri tidak bermasalah.
“Karena mereka merasa satu minggu bisa langsung kinclong, tetapi 6 bulan, kemudian, satu bulan kemudian, muncul flek, dan tahunan bisa terjadi kanker kulit. Itu di daerah-daerah, 70 persen kasusnya seperti itu,” pungkasnya.
Sebagai langkah dalam menciptakan praktik estetika yang lebih aman di Indonesia, Ekles Academy by dr Ekles resmi bekerja sama dengan Korean Medical Business Smart Solution (K-MBSS), platform medis estetika ternama dari Korea Selatan.
Kolaborasi ini bertujuan memperkuat kompetensi para dokter di bidang estetika di Indonesia.
Program ini diharapkan dapat menciptakan standar baru dalam pelatihan estetika dan meningkatkan kompetensi dokter-dokter estetika di Indonesia.
(naf/naf)