Washington –
Elon Musk berseberangan dengan Presiden Amerika Serikat saat ini, Joe Biden, karena orang terkaya di dunia itu mendukung Donald Trump di Pilpres AS mendatang. Nah, laporan bahwa Musk sempat bekerja ilegal di AS pun digoreng oleh Biden.
Biden mengatakan Musk memulai kariernya di AS sebagai pekerja ilegal sebelum menjadi orang terkaya di dunia. Itu dilontarkannya pada acara kampanye Partai Demokrat yang berlangsung di Pittsburgh, Pennsylvania.
“Orang terkaya di dunia itu ternyata adalah pekerja ilegal saat dia berada di sini. Dia seharusnya berada di sekolah saat datang dengan visa pelajar. Dia tak berada di sekolah. Dia melanggar hukum. (Padahal) dia bicara tentang semua pekerja ilegal yang mendatangi kita,” cetusnya.
Dia kemudian mengkritik Trump dan Partai Republik karena gagal menandatangani undang-undang yang memperbaiki masalah perbatasan. Jadi menurutnya, maraknya kedatangan imigran ke AS bukanlah kesalahan pemerintahannya.
Elon Musk kampanye total untuk Trump di X dan juga pernah hadir dalam kampanye di dunia nyata. Dia bahkan juga membagikan hadiah lotere USD 1 juta kepada para pemilih terdaftar yang menandatangani petisi yang didistribusikan oleh kelompok pro Trump, America PAC.
Komentar Biden tentang Musk itu menyusul laporan Washington Post yang melaporkan ia bekerja di AS tanpa visa di sekitar tahun 1995. Musk saat itu seharusnya sekolah pascasarjana di Stanford, namun ia tidak kuliah dan malah mendirikan startup bernama Zip2 bersama saudaranya.
Seperti dilihat Senin (28/10/2024) Washington Post menulis investor di perusahaan pertama Musk itu khawatir tentang kemungkinan Musk kena deportasi dan memberinya tenggat waktu untuk memperoleh visa kerja. Zip2 dijual sekitar USD 300 juta tahun 1999, memungkinkan Elon Musk kemudian menjadi investor awal dan Chairman Tesla dan juga untuk memulai SpaceX.
Bisnis-bisnis tersebut mendorong Musk menjadi orang terkaya di dunia. Menurut Forbes, kekayaan bersih CEO Tesla saat ini sekitar USD 274 miliar. Pada akhir tahun 2022, Musk mengakuisisi jejaring sosial Twitter dengan harga pembelian USD 44 miliar.
Di platform yang namanya berubah jadi X tersebut, Musk berulang kali mengklaim longgarnya perbatasan AS dan maraknya imigran gelap merugikan Amerika Serikat. Ia juga membagikan klaim palsu bahwa warga negara non-AS memberikan suara dalam pemilihan umum AS untuk Partai Demokrat, teori konspirasi yang dilontarkan oleh kelompok konservatif.
(fyk/fay)