7 Tempat untuk Mengenang Bencana Tsunami Aceh 2004 

26 December 2023, 15:20

HARI ini tepat 19 tahun yang lalu, Aceh dilanda bencana gempa dan tsunami dahsyat yang meninggalkan jejak duka mendalam. Berikut 7 tempat yang menjadi saksi bisu bencana tsunami Aceh.

Pada 26 Desember 2004, gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 9,3 di dasar Samudera Hindia memicu gelombang tsunami setinggi 30 meter, menghantam pesisir dan permukiman warga dan menyisakan kisah tragis yang tak terlupakan.

Gempa bumi terbesar ke-5 dalam sejarah itu, terjadi pada pukul 07:58:53 WIB, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 5 Januari 2005, menyebabkan lebih dari 220.000 jiwa kehilangan nyawa.

Baca juga : 19 Tahun Tsunami Aceh, Puluhan Ribu Nelayan Libur Melaut untuk Bertafakur

Gelombang tsunami yang tiba dengan cepat menyapu segala yang ada di depannya, merenggut nyawa dan merusak segala yang ada di jalurnya.

Sejak saat itu, setiap tanggal 26 Desember menjadi momen penghormatan dan peringatan bagi masyarakat Aceh dan dunia. Duka mendalam menghiasi hari ini, di mana rakyat Aceh merenungkan kehilangan yang terjadi 19 tahun yang lalu.

Baca juga : SBY Mengenang Tsunami Aceh, Ujian Pertamanya sebagai Pemimpin

Meskipun waktu terus berjalan, ingatan akan peristiwa tragis tersebut tetap hidup, terutama di hati masyarakat Aceh yang menjadi saksi bisu kehancuran yang melanda Serambi Mekkah.

Peristiwa tsunami Aceh bukan hanya mengambil banyak nyawa, tetapi juga meninggalkan luka yang dalam di hati masyarakat Indonesia. Gelombang setinggi 30 meter itu tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga merenggut kebahagiaan dan kehidupan ribuan keluarga. Namun, di balik reruntuhan muncul semangat kebersamaan dan ketahanan masyarakat Aceh dalam membangun kembali.

Hari ini, sambil meratapi kehilangan korban-korban, masyarakat Aceh bersatu dalam penghormatan bagi para korban dan dalam mengenang kekuatan alam yang begitu dahsyat. Ada terdapat tempat untuk mengenang tragedi besar ini, berikut beberapa lokasinya:

7 Lokasi untuk mengenang Bencana Alam Tsunami Aceh

1. Masjid Raya Baiturrahman

Dok. MI/Amiruddin

Masjid Raya Baiturrahman menjadi sebuah ikon bersejarah di Aceh, saksi bisu dari peristiwa memilukan tsunami Aceh pada tahun 2004. Pada saat tragedi tersebut, masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi tempat perlindungan bagi warga setempat yang mencari keamanan dari terjangan dahsyat tsunami.

Peran signifikan Masjid Raya Baiturrahman dalam memberikan perlindungan fisik dan spiritual selama bencana alam tersebut telah membuktikan bahwa masjid tidak hanya menjadi simbol keagamaan, tetapi juga pusat keberdayaan dan keberanian dalam menghadapi musibah.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah mengambil langkah penting dengan melakukan pemugaran pada tahun 2015 untuk memperindah dan memelihara masjid ini sebagai bagian dari warisan bersejarah Aceh. Transformasi megah terlihat dari luar hingga ke dalam masjid.

Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah pada halaman depan Masjid Raya Baiturrahman. Area yang sebelumnya merupakan hamparan rumput kini telah bermetamorfosis menjadi lantai marmer putih yang elegan, mencerminkan keindahan dan keagungan.

Pengembangan estetika ini juga melibatkan penambahan 12 payung raksasa yang mencolok di halaman masjid. Enam payung berada di sisi selatan dan enam lagi di sisi utara membentuk tatanan simetris yang memukau. Desain payung terinspirasi oleh Masjid Nabawi di Madinah, menciptakan kanopi raksasa dengan bentangan mencapai 14 meter memberikan nuansa unik dan modern pada lingkungan masjid.

Transformasi ini bukan hanya sekadar perubahan visual, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam merawat dan menghormati Masjid Raya Baiturrahman sebagai bagian integral dari identitas Aceh. Dengan keindahan barunya, masjid ini tetap menjadi tempat ibadah dan ikon bersejarah yang memberikan inspirasi dan kekuatan bagi masyarakat Aceh.

2. Museum Tsunami

Dok. Antara/Khalis Surry

Museum Tsunami Aceh telah menjadi destinasi yang tak boleh terlewatkan bagi mereka yang ingin mengenang dan meresapi peristiwa tragis tsunami Aceh yang terjadi 19 tahun yang lalu. Museum ini tidak sekadar memajang foto-foto dramatis peristiwa, namun juga mengundang pengunjung untuk merasakan kembali momen-momen krusial ketika gelombang tsunami menghancurkan Serambi Mekkah.

Dengan bangunan bertingkat empat, Museum Tsunami Aceh dirancang untuk memberikan pengalaman yang mendalam kepada pengunjungnya. Setiap lantai terbagi menjadi empat hingga lima zona yang menampilkan berbagai aspek dari peristiwa mengerikan tersebut. Namun, lantai paling atas disimpan khusus dan hanya akan dibuka dalam situasi evakuasi darurat jika terjadi ancaman tsunami baru.

Salah satu ruang paling sakral di dalam museum ini adalah Sumur Doa.

Dengan desain ruangan berbentuk lingkaran dan langit-langit yang tinggi, ruangan ini menjadi tempat peringatan dengan mencantumkan 3.600 nama korban tsunami Aceh di dindingnya.

Suasana dalam ruangan ini menciptakan momen refleksi dan penghormatan terhadap mereka yang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut.

Dok. AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN

Museum Tsunami Aceh bukan hanya sekadar tempat untuk mengenang, tetapi juga berfungsi sebagai pusat refleksi, edukasi, dan peringatan bagi masyarakat dan pengunjung mengenai dampak bencana besar tersebut. Terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, museum ini melayani pengunjung dengan jadwal buka sebagai berikut:

Senin – Kamis: 09:00 – 12:00 WIB dan 14:00 – 16:00 WIB
Jumat: Tutup
Sabtu – Minggu: 09:00 – 12:00 WIB dan 14:00 – 16:00 WIB
Adapun harga tiket masuk Museum Tsunami Aceh adalah sebagai berikut:

Usia di bawah 5 tahun: Gratis
Anak-anak dan Pelajar: Rp 3.000
Dewasa: Rp 5.000
Wisatawan Mancanegara: Rp 15.000

3. Kuburan Massal

Warga berdoa bersama saat berziarah di kuburan massal korban gempa dan gelombang tsunami Desa Suak Indrapuri, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh (Dok. Antara/Syifa Yulinnas)

Kuburan massal di Aceh menjadi saksi bisu dari dahsyatnya bencana tsunami yang melanda pada tahun 2004. Dengan jumlah korban mencapai hingga 280.000 orang, banyak lokasi pemakaman massal tersebar di berbagai wilayah. Namun, yang terbesar terletak di Lambaro, Lhok Nga, Siron, dan Ulee Lheu.

Kuburan massal ini tidak hanya menjadi tempat pemakaman, tetapi juga menjadi simbol penghormatan dan peringatan bagi mereka yang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut. Seiring berjalannya waktu, kuburan massal korban tsunami Aceh kerap didatangi oleh para peziarah.

Kuburan massal tsunami Aceh bukan hanya tempat untuk mengenang, tetapi juga menjadi tempat untuk merenung dan mengenang jiwa-jiwa yang telah pergi. Para peziarah, selain keluarga korban, juga terdiri dari masyarakat umum dan turis asing yang datang sebagai wujud simpati dan penghormatan terhadap musibah besar yang pernah melanda Aceh pada tahun 2004.

4. Kapal Lampulo

Dok. AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN

Hantaman dahsyat tsunami Aceh pada tahun 2004 meninggalkan jejak bersejarah yang masih terjaga hingga kini. Salah satu saksi bisu dari kejadian tragis tersebut adalah Kapal Lampulo, sebuah kapal kayu berukuran 18 meter yang terseret dan menimpa rumah warga di Desa Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.

Kapal ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga menjadi monumen hidup yang memperingati besarnya hantaman tsunami Aceh. Posisi Kapal Lampulo dipertahankan dalam keadaan utuh, mirip dengan kondisi saat tsunami melanda. Lokasinya telah menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang datang untuk melihat langsung bukti fisik yang menggambarkan kekuatan luar biasa tsunami Aceh.

Hingga saat ini, Kapal Lampulo tetap menjadi objek menarik dan menjadi bagian dari upaya memahami betapa dahsyatnya peristiwa tsunami Aceh. Wisatawan yang datang ke lokasi ini tidak hanya disuguhkan dengan keindahan alam Aceh, tetapi juga diingatkan akan kekuatan alam yang mampu mengubah nasib dalam sekejap. Kapal Lampulo tetap menjadi monumen yang menyiratkan kekuatan, ketahanan, dan ingatan akan tragedi besar yang pernah melanda Aceh pada tahun 2004.

5. Museum Kapal PLTD Apung

Dok. Antara/Syifa Yulinnas

Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung menjadi saksi bisu dari peristiwa dahsyat tsunami Aceh pada tahun 2004, kini berubah fungsi menjadi sebuah destinasi wisata edukasi yang dikenal sebagai Museum Kapal PLTD Apung.

Pada saat peristiwa tsunami, Kapal PLTD Apung berada di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh. Meskipun terkena gelombang setinggi sembilan meter, kapal tersebut mengalami kejadian luar biasa terseret nya hingga lima kilometer ke pusat kota Banda Aceh dengan kondisi yang menakjubkan tetap utuh.

Kisah menakjubkan ini mendorong pemerintah untuk menjadikan kapal dengan panjang 63 meter dan berat 2.600 ton sebagai museum yang berlokasi di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh. Di bagian atas kapal, terdapat sebuah jam bundar yang menunjukkan waktu dan tanggal peristiwa tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 pukul 07.55 WIB.

Bagian bawah kapal menjadi tempat bersemayamnya prasasti yang berisi nama-nama korban jiwa dari lima dusun sekitar. Di bagian belakang kapal, terdapat relief yang menggambarkan dramatisnya Kapal PLTD Apung terdampar, sementara di sekitar kapal terlihat bangunan rumah yang hancur akibat terkena tsunami.

Museum Kapal PLTD Apung bukan hanya destinasi wisata, melainkan juga sebuah tempat yang menghadirkan nuansa haru dan mendalam. Melalui berbagai elemen yang ada, museum ini menceritakan kisah tentang kekuatan alam yang menghancurkan, tetapi juga ketahanan dan semangat manusia dalam menghadapi bencana alam yang tak terduga. Museum ini menjadi saksi bisu yang hidup, menyampaikan pesan dan cerita tentang peristiwa bersejarah yang pernah melanda Aceh.

6. Monumen Aceh Thanks to The World

Dok. Antara/Irwansyah Putra

Monumen Aceh Thanks to The World yang berdiri megah di lapangan Blang Padang, Kota Banda Aceh, bukan hanya sekadar struktur fisik melainkan simbol terima kasih mendalam dari masyarakat Aceh kepada seluruh pihak yang turut serta dalam upaya rekonstruksi pasca bencana tsunami.

Dilansir dari laman Disbudpar Aceh, monumen ini bukan hanya sekadar pahatan batu yang indah, tetapi juga memuat prasasti dan pohon persahabatan sebagai bentuk penghargaan untuk setiap negara yang turut andil dalam perjalanan panjang pemulihan Aceh.

Prasasti-prasasti tersebut tidak hanya mencantumkan nama negara dan bendera mereka, melainkan juga mengandung ucapan terima kasih dan pesan perdamaian dalam bahasa masing-masing negara yang terlibat. Sebanyak 53 prasasti berdiri kokoh di Lapangan Blang Padang, mencerminkan apresiasi mendalam masyarakat Aceh terhadap semua elemen yang berkontribusi dalam membangkitkan Aceh dari reruntuhan pasca tsunami.

Monumen Aceh Thanks to The World bukan hanya sebagai struktur fisik semata, melainkan juga simbol persatuan, terima kasih, dan semangat kebangkitan. Menjadi saksi bisu dari kekuatan solidaritas global, monumen ini memperingati peran berharga setiap pihak dalam membangun kembali Aceh, memancarkan pesan damai, dan menggambarkan semangat kerjasama antarnegara.

7. Masjid Rahmatullah Lampuuk

Dok. MI/Rommy Pujianto

Desa Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, masih menyimpan kenangan pilu dari hantaman tsunami 14 tahun lalu. Namun, di tengah reruntuhan bangunan lain, Masjid Rahmatullah Lampuuk tetap menjulang kokoh, menjadi simbol ketahanan dan keberlanjutan dalam menghadapi bencana alam.

Berdasarkan laporan dari Serambi News, meski terletak hanya sekitar 500 meter dari bibir Pantai Lampuuk yang menjadi saksi bisu kehancuran, Masjid Rahmatullah Lampuuk berhasil mempertahankan keberadaannya. Sebuah foto yang viral menunjukkan kekokohan masjid ini, memikat perhatian di berbagai negara.

Dibangun pada tahun 1990, masjid ini mengalami renovasi menyeluruh pasca-tsunami, tetapi tetap mempertahankan sejumlah kerusakan sebagai tanda kenangan dan penghormatan terhadap peristiwa tragis yang melanda. Patahan dari pilar masjid, batu karang yang terbawa gelombang tsunami, dan sejumlah puing masih tersusun rapi di sekitar masjid.

Lebih dari sekadar tempat ibadah, Masjid Rahmatullah Lampuuk menjadi destinasi wisata religi, serta menjadi tempat yang mengingatkan, mengajak wisatawan dan pengunjung untuk merenungi musibah tsunami Aceh dan merasakan semangat pemulihan serta keberlanjutan komunitas setempat.

Keberadaan Masjid Rahmatullah Lampuuk tidak hanya mencerminkan kekuatan arsitektur, tetapi juga melambangkan keberanian dan semangat manusia dalam mengatasi cobaan, menjadikannya ikon kebangkitan di tengah kehancuran. (Z-4)

HARI ini tepat 19 tahun yang lalu, Aceh dilanda bencana gempa dan tsunami dahsyat yang meninggalkan jejak duka mendalam. Berikut 7 tempat yang menjadi saksi bisu bencana tsunami Aceh.

Pada 26 Desember 2004, gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 9,3 di dasar Samudera Hindia memicu gelombang tsunami setinggi 30 meter, menghantam pesisir dan permukiman warga dan menyisakan kisah tragis yang tak terlupakan.

Gempa bumi terbesar ke-5 dalam sejarah itu, terjadi pada pukul 07:58:53 WIB, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 5 Januari 2005, menyebabkan lebih dari 220.000 jiwa kehilangan nyawa. 

Baca juga : 19 Tahun Tsunami Aceh, Puluhan Ribu Nelayan Libur Melaut untuk Bertafakur

Gelombang tsunami yang tiba dengan cepat menyapu segala yang ada di depannya, merenggut nyawa dan merusak segala yang ada di jalurnya.

Sejak saat itu, setiap tanggal 26 Desember menjadi momen penghormatan dan peringatan bagi masyarakat Aceh dan dunia. Duka mendalam menghiasi hari ini, di mana rakyat Aceh merenungkan kehilangan yang terjadi 19 tahun yang lalu. 

Baca juga : SBY Mengenang Tsunami Aceh, Ujian Pertamanya sebagai Pemimpin

Meskipun waktu terus berjalan, ingatan akan peristiwa tragis tersebut tetap hidup, terutama di hati masyarakat Aceh yang menjadi saksi bisu kehancuran yang melanda Serambi Mekkah.

Peristiwa tsunami Aceh bukan hanya mengambil banyak nyawa, tetapi juga meninggalkan luka yang dalam di hati masyarakat Indonesia. Gelombang setinggi 30 meter itu tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga merenggut kebahagiaan dan kehidupan ribuan keluarga. Namun, di balik reruntuhan muncul semangat kebersamaan dan ketahanan masyarakat Aceh dalam membangun kembali.

Hari ini, sambil meratapi kehilangan korban-korban, masyarakat Aceh bersatu dalam penghormatan bagi para korban dan dalam mengenang kekuatan alam yang begitu dahsyat. Ada terdapat tempat untuk mengenang tragedi besar ini, berikut beberapa lokasinya:

7 Lokasi untuk mengenang Bencana Alam Tsunami Aceh

1. Masjid Raya Baiturrahman

 

Dok. MI/Amiruddin

 

Masjid Raya Baiturrahman menjadi sebuah ikon bersejarah di Aceh, saksi bisu dari peristiwa memilukan tsunami Aceh pada tahun 2004. Pada saat tragedi tersebut, masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi tempat perlindungan bagi warga setempat yang mencari keamanan dari terjangan dahsyat tsunami.

Peran signifikan Masjid Raya Baiturrahman dalam memberikan perlindungan fisik dan spiritual selama bencana alam tersebut telah membuktikan bahwa masjid tidak hanya menjadi simbol keagamaan, tetapi juga pusat keberdayaan dan keberanian dalam menghadapi musibah.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah mengambil langkah penting dengan melakukan pemugaran pada tahun 2015 untuk memperindah dan memelihara masjid ini sebagai bagian dari warisan bersejarah Aceh. Transformasi megah terlihat dari luar hingga ke dalam masjid.

Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah pada halaman depan Masjid Raya Baiturrahman. Area yang sebelumnya merupakan hamparan rumput kini telah bermetamorfosis menjadi lantai marmer putih yang elegan, mencerminkan keindahan dan keagungan.

Pengembangan estetika ini juga melibatkan penambahan 12 payung raksasa yang mencolok di halaman masjid. Enam payung berada di sisi selatan dan enam lagi di sisi utara membentuk tatanan simetris yang memukau. Desain payung terinspirasi oleh Masjid Nabawi di Madinah, menciptakan kanopi raksasa dengan bentangan mencapai 14 meter memberikan nuansa unik dan modern pada lingkungan masjid.

Transformasi ini bukan hanya sekadar perubahan visual, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam merawat dan menghormati Masjid Raya Baiturrahman sebagai bagian integral dari identitas Aceh. Dengan keindahan barunya, masjid ini tetap menjadi tempat ibadah dan ikon bersejarah yang memberikan inspirasi dan kekuatan bagi masyarakat Aceh.

 

2. Museum Tsunami

Dok. Antara/Khalis Surry

 

Museum Tsunami Aceh telah menjadi destinasi yang tak boleh terlewatkan bagi mereka yang ingin mengenang dan meresapi peristiwa tragis tsunami Aceh yang terjadi 19 tahun yang lalu. Museum ini tidak sekadar memajang foto-foto dramatis peristiwa, namun juga mengundang pengunjung untuk merasakan kembali momen-momen krusial ketika gelombang tsunami menghancurkan Serambi Mekkah.

Dengan bangunan bertingkat empat, Museum Tsunami Aceh dirancang untuk memberikan pengalaman yang mendalam kepada pengunjungnya. Setiap lantai terbagi menjadi empat hingga lima zona yang menampilkan berbagai aspek dari peristiwa mengerikan tersebut. Namun, lantai paling atas disimpan khusus dan hanya akan dibuka dalam situasi evakuasi darurat jika terjadi ancaman tsunami baru.

Salah satu ruang paling sakral di dalam museum ini adalah Sumur Doa.

Dengan desain ruangan berbentuk lingkaran dan langit-langit yang tinggi, ruangan ini menjadi tempat peringatan dengan mencantumkan 3.600 nama korban tsunami Aceh di dindingnya.

Suasana dalam ruangan ini menciptakan momen refleksi dan penghormatan terhadap mereka yang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut.

Dok. AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN

Museum Tsunami Aceh bukan hanya sekadar tempat untuk mengenang, tetapi juga berfungsi sebagai pusat refleksi, edukasi, dan peringatan bagi masyarakat dan pengunjung mengenai dampak bencana besar tersebut. Terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, museum ini melayani pengunjung dengan jadwal buka sebagai berikut:

Senin – Kamis: 09:00 – 12:00 WIB dan 14:00 – 16:00 WIB
Jumat: Tutup
Sabtu – Minggu: 09:00 – 12:00 WIB dan 14:00 – 16:00 WIB
Adapun harga tiket masuk Museum Tsunami Aceh adalah sebagai berikut:

Usia di bawah 5 tahun: Gratis
Anak-anak dan Pelajar: Rp 3.000
Dewasa: Rp 5.000
Wisatawan Mancanegara: Rp 15.000

 

3. Kuburan Massal

Warga berdoa bersama saat berziarah di kuburan massal korban gempa dan gelombang tsunami Desa Suak Indrapuri, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh (Dok. Antara/Syifa Yulinnas)

 

Kuburan massal di Aceh menjadi saksi bisu dari dahsyatnya bencana tsunami yang melanda pada tahun 2004. Dengan jumlah korban mencapai hingga 280.000 orang, banyak lokasi pemakaman massal tersebar di berbagai wilayah. Namun, yang terbesar terletak di Lambaro, Lhok Nga, Siron, dan Ulee Lheu.

Kuburan massal ini tidak hanya menjadi tempat pemakaman, tetapi juga menjadi simbol penghormatan dan peringatan bagi mereka yang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut. Seiring berjalannya waktu, kuburan massal korban tsunami Aceh kerap didatangi oleh para peziarah.

Kuburan massal tsunami Aceh bukan hanya tempat untuk mengenang, tetapi juga menjadi tempat untuk merenung dan mengenang jiwa-jiwa yang telah pergi. Para peziarah, selain keluarga korban, juga terdiri dari masyarakat umum dan turis asing yang datang sebagai wujud simpati dan penghormatan terhadap musibah besar yang pernah melanda Aceh pada tahun 2004.

 

4. Kapal Lampulo

Dok. AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN

 

Hantaman dahsyat tsunami Aceh pada tahun 2004 meninggalkan jejak bersejarah yang masih terjaga hingga kini. Salah satu saksi bisu dari kejadian tragis tersebut adalah Kapal Lampulo, sebuah kapal kayu berukuran 18 meter yang terseret dan menimpa rumah warga di Desa Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.

Kapal ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga menjadi monumen hidup yang memperingati besarnya hantaman tsunami Aceh. Posisi Kapal Lampulo dipertahankan dalam keadaan utuh, mirip dengan kondisi saat tsunami melanda. Lokasinya telah menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang datang untuk melihat langsung bukti fisik yang menggambarkan kekuatan luar biasa tsunami Aceh.

Hingga saat ini, Kapal Lampulo tetap menjadi objek menarik dan menjadi bagian dari upaya memahami betapa dahsyatnya peristiwa tsunami Aceh. Wisatawan yang datang ke lokasi ini tidak hanya disuguhkan dengan keindahan alam Aceh, tetapi juga diingatkan akan kekuatan alam yang mampu mengubah nasib dalam sekejap. Kapal Lampulo tetap menjadi monumen yang menyiratkan kekuatan, ketahanan, dan ingatan akan tragedi besar yang pernah melanda Aceh pada tahun 2004.

 

5. Museum Kapal PLTD Apung

Dok. Antara/Syifa Yulinnas

Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung menjadi saksi bisu dari peristiwa dahsyat tsunami Aceh pada tahun 2004, kini berubah fungsi menjadi sebuah destinasi wisata edukasi yang dikenal sebagai Museum Kapal PLTD Apung.

Pada saat peristiwa tsunami, Kapal PLTD Apung berada di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh. Meskipun terkena gelombang setinggi sembilan meter, kapal tersebut mengalami kejadian luar biasa terseret nya hingga lima kilometer ke pusat kota Banda Aceh dengan kondisi yang menakjubkan tetap utuh.

Kisah menakjubkan ini mendorong pemerintah untuk menjadikan kapal dengan panjang 63 meter dan berat 2.600 ton sebagai museum yang berlokasi di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh. Di bagian atas kapal, terdapat sebuah jam bundar yang menunjukkan waktu dan tanggal peristiwa tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 pukul 07.55 WIB.

Bagian bawah kapal menjadi tempat bersemayamnya prasasti yang berisi nama-nama korban jiwa dari lima dusun sekitar. Di bagian belakang kapal, terdapat relief yang menggambarkan dramatisnya Kapal PLTD Apung terdampar, sementara di sekitar kapal terlihat bangunan rumah yang hancur akibat terkena tsunami.

Museum Kapal PLTD Apung bukan hanya destinasi wisata, melainkan juga sebuah tempat yang menghadirkan nuansa haru dan mendalam. Melalui berbagai elemen yang ada, museum ini menceritakan kisah tentang kekuatan alam yang menghancurkan, tetapi juga ketahanan dan semangat manusia dalam menghadapi bencana alam yang tak terduga. Museum ini menjadi saksi bisu yang hidup, menyampaikan pesan dan cerita tentang peristiwa bersejarah yang pernah melanda Aceh.

 

6. Monumen Aceh Thanks to The World

Dok. Antara/Irwansyah Putra

 

Monumen Aceh Thanks to The World yang berdiri megah di lapangan Blang Padang, Kota Banda Aceh, bukan hanya sekadar struktur fisik melainkan simbol terima kasih mendalam dari masyarakat Aceh kepada seluruh pihak yang turut serta dalam upaya rekonstruksi pasca bencana tsunami.

Dilansir dari laman Disbudpar Aceh, monumen ini bukan hanya sekadar pahatan batu yang indah, tetapi juga memuat prasasti dan pohon persahabatan sebagai bentuk penghargaan untuk setiap negara yang turut andil dalam perjalanan panjang pemulihan Aceh.

Prasasti-prasasti tersebut tidak hanya mencantumkan nama negara dan bendera mereka, melainkan juga mengandung ucapan terima kasih dan pesan perdamaian dalam bahasa masing-masing negara yang terlibat. Sebanyak 53 prasasti berdiri kokoh di Lapangan Blang Padang, mencerminkan apresiasi mendalam masyarakat Aceh terhadap semua elemen yang berkontribusi dalam membangkitkan Aceh dari reruntuhan pasca tsunami.

Monumen Aceh Thanks to The World bukan hanya sebagai struktur fisik semata, melainkan juga simbol persatuan, terima kasih, dan semangat kebangkitan. Menjadi saksi bisu dari kekuatan solidaritas global, monumen ini memperingati peran berharga setiap pihak dalam membangun kembali Aceh, memancarkan pesan damai, dan menggambarkan semangat kerjasama antarnegara.

 

7. Masjid Rahmatullah Lampuuk

Dok. MI/Rommy Pujianto

 

Desa Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, masih menyimpan kenangan pilu dari hantaman tsunami 14 tahun lalu. Namun, di tengah reruntuhan bangunan lain, Masjid Rahmatullah Lampuuk tetap menjulang kokoh, menjadi simbol ketahanan dan keberlanjutan dalam menghadapi bencana alam.

Berdasarkan laporan dari Serambi News, meski terletak hanya sekitar 500 meter dari bibir Pantai Lampuuk yang menjadi saksi bisu kehancuran, Masjid Rahmatullah Lampuuk berhasil mempertahankan keberadaannya. Sebuah foto yang viral menunjukkan kekokohan masjid ini, memikat perhatian di berbagai negara.

Dibangun pada tahun 1990, masjid ini mengalami renovasi menyeluruh pasca-tsunami, tetapi tetap mempertahankan sejumlah kerusakan sebagai tanda kenangan dan penghormatan terhadap peristiwa tragis yang melanda. Patahan dari pilar masjid, batu karang yang terbawa gelombang tsunami, dan sejumlah puing masih tersusun rapi di sekitar masjid.

Lebih dari sekadar tempat ibadah, Masjid Rahmatullah Lampuuk menjadi destinasi wisata religi, serta menjadi tempat yang mengingatkan, mengajak wisatawan dan pengunjung untuk merenungi musibah tsunami Aceh dan merasakan semangat pemulihan serta keberlanjutan komunitas setempat.

Keberadaan Masjid Rahmatullah Lampuuk tidak hanya mencerminkan kekuatan arsitektur, tetapi juga melambangkan keberanian dan semangat manusia dalam mengatasi cobaan, menjadikannya ikon kebangkitan di tengah kehancuran. (Z-4)

 

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Transportasi