Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

3 Fakta Mahkamah Agung Gunakan AI dalam Penunjukan Hakim

3 Fakta Mahkamah Agung Gunakan AI dalam Penunjukan Hakim

Jakarta: Mahkamah Agung (MA) resmi mengadopsi kecerdasan buatan (AI) untuk menunjang sistem penunjukan majelis hakim dalam menangani perkara. Inovasi ini diterapkan melalui platform Smart Majelis, yang sebelumnya hanya digunakan di tingkat MA, dan kini akan diperluas hingga pengadilan tingkat pertama dan banding.

Sistem ini dikembangkan untuk mencegah polemik seperti yang terjadi pada vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Berikut tiga fakta utama terkait implementasi Smart Majelis:

1. Penggunaan AI untuk Transparansi Penunjukan Hakim

MA menggunakan platform Smart Majelis untuk menunjuk hakim agung secara lebih transparan. Juru Bicara MA, Yanto, menegaskan bahwa sistem ini berbasis mesin dan tidak lagi mengandalkan keputusan subjektif Ketua MA.

“Kalau MA sekarang pakai sistem, pakai mesin ‘Smart Majelis’. Jadi, menunjuk itu pakai mesin, bukan Pak Ketua lagi, ya. Ini sudah berapa bulan, sudah lama, kita sudah pakai mesin, kalau di sini, ya,” ujar Yanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.

Melalui platform ini, susunan majelis hakim diputuskan berdasarkan kemampuan profesional, beban, dan bobot perkara, sehingga meningkatkan akuntabilitas proses peradilan.

Baca juga: Alasan MA Jamin Hakim Kasasi Kasus Ronald Tannur Bersih Pelanggaran Kode Etik

2. Rencana Implementasi di Tingkat Pertama dan Banding

Hingga saat ini, Smart Majelis baru diterapkan di tingkat Mahkamah Agung. Namun, MA berencana mengembangkan sistem ini untuk pengadilan tingkat pertama dan banding.

“Mungkin nanti berikutnya ke daerah-daerah,” kata Yanto, menggambarkan visi besar MA untuk meningkatkan transparansi hingga level akar rumput.

3. Respons atas Kasus Vonis Bebas Ronald Tannur

Penerapan AI dalam sistem Smart Majelis menjadi langkah MA untuk menghindari kasus dugaan suap seperti vonis bebas Ronald Tannur. Dalam kasus ini, mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, diduga mengatur susunan majelis hakim demi memengaruhi hasil persidangan.

Rudi kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung setelah diduga menerima suap sebesar Rp21 miliar dari Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur. Kejagung juga telah menahan tiga hakim PN Surabaya lainnya, yang diduga terlibat dalam perkara tersebut.

Langkah MA untuk mengintegrasikan AI di seluruh level pengadilan diharapkan dapat menjadi solusi konkrit dalam mencegah praktek-praktek korupsi di sektor peradilan, sekaligus membangun kepercayaan publik terhadap lembaga hukum tertinggi di Indonesia.

Jakarta: Mahkamah Agung (MA) resmi mengadopsi kecerdasan buatan (AI) untuk menunjang sistem penunjukan majelis hakim dalam menangani perkara. Inovasi ini diterapkan melalui platform Smart Majelis, yang sebelumnya hanya digunakan di tingkat MA, dan kini akan diperluas hingga pengadilan tingkat pertama dan banding.

Sistem ini dikembangkan untuk mencegah polemik seperti yang terjadi pada vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Berikut tiga fakta utama terkait implementasi Smart Majelis:

1. Penggunaan AI untuk Transparansi Penunjukan Hakim

MA menggunakan platform Smart Majelis untuk menunjuk hakim agung secara lebih transparan. Juru Bicara MA, Yanto, menegaskan bahwa sistem ini berbasis mesin dan tidak lagi mengandalkan keputusan subjektif Ketua MA.

“Kalau MA sekarang pakai sistem, pakai mesin ‘Smart Majelis’. Jadi, menunjuk itu pakai mesin, bukan Pak Ketua lagi, ya. Ini sudah berapa bulan, sudah lama, kita sudah pakai mesin, kalau di sini, ya,” ujar Yanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.

2. Rencana Implementasi di Tingkat Pertama dan Banding

Hingga saat ini, Smart Majelis baru diterapkan di tingkat Mahkamah Agung. Namun, MA berencana mengembangkan sistem ini untuk pengadilan tingkat pertama dan banding.

“Mungkin nanti berikutnya ke daerah-daerah,” kata Yanto, menggambarkan visi besar MA untuk meningkatkan transparansi hingga level akar rumput.

3. Respons atas Kasus Vonis Bebas Ronald Tannur

Penerapan AI dalam sistem Smart Majelis menjadi langkah MA untuk menghindari kasus dugaan suap seperti vonis bebas Ronald Tannur. Dalam kasus ini, mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, diduga mengatur susunan majelis hakim demi memengaruhi hasil persidangan.

Rudi kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung setelah diduga menerima suap sebesar Rp21 miliar dari Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur. Kejagung juga telah menahan tiga hakim PN Surabaya lainnya, yang diduga terlibat dalam perkara tersebut.

Langkah MA untuk mengintegrasikan AI di seluruh level pengadilan diharapkan dapat menjadi solusi konkrit dalam mencegah praktek-praktek korupsi di sektor peradilan, sekaligus membangun kepercayaan publik terhadap lembaga hukum tertinggi di Indonesia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(DHI)