Bisnis.com, JAKARTA — Lebih dari 230 organisasi pemerhati lingkungan menyerukan moratorium atas persetujuan dan pembangunan fasilitas baru pusat data atau data center seiring dengan tingginya permintaan energi bagi industri tersebut, yang makin memperburuk kondisi lingkungan.
Dilansir dari TechCrunch pada Selasa (9/12/2025), salah satu kelompok lingkungan yang ikut berpendapat mengatakan bahwa pembangunan pusat data baru dapat memperburuk dampak negatif dari perkembangan teknologi AI yang sudah menimbulkan banyak kekhawatiran.
Mereka juga memperingatkan potensi dampak buruk yang bisa dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.
“Semua ini justru memperburuk dampak AI yang sudah cukup signifikan, seperti hilangnya lapangan kerja, ketidakstabilan sosial, dan konsentrasi ekonomi yang semakin tajam,” kata kelompok lingkungan tersebut.
Lebih dari 230 organisasi lingkungan, termasuk Greenpeace, Food & Water Watch, dan Friends of the Earth, telah menandatangani surat terbuka yang mendesak anggota Kongres untuk mendukung moratorium nasional terhadap persetujuan dan pembangunan pusat data baru. Alasan utamanya adalah lonjakan konsumsi listrik dan air yang terus meningkat, yang berdampak langsung pada masyarakat.
“Pertumbuhan pesat pusat data yang sebagian besar tidak diatur, yang dipicu oleh perkembangan AI dan kripto, telah mengganggu banyak komunitas dan mengancam keamanan ekonomi, lingkungan, serta ketahanan air bagi rakyat Amerika,” demikian bunyi surat terbuka tersebut.
Pusat data baru ternyata turut berkontribusi pada kenaikan harga energi di berbagai daerah.
Beberapa studi menunjukkan hubungan antara pembangunan pusat data dan kenaikan tarif listrik. Sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh perusahaan instalasi surya Sunrun menemukan bahwa 8 dari 10 konsumen merasa khawatir bahwa keberadaan pusat data akan berdampak negatif pada tagihan listrik mereka.
Harga listrik di AS telah meningkat sebesar 13% tahun ini, lonjakan terbesar dalam satu dekade terakhir. Kenaikan ini diperkirakan akan lebih terasa di negara bagian seperti Virginia, Pennsylvania, Ohio, Illinois, dan New Jersey, yang sedang menghadapi peningkatan kapasitas pusat data terbesar.
Menurut perkiraan, permintaan energi untuk pusat data akan meningkat hampir tiga kali lipat dalam dekade mendatang, dari 40 gigawatt saat ini menjadi 106 gigawatt pada tahun 2035. Yang lebih mencolok adalah fakta bahwa sebagian besar peningkatan ini akan terjadi di daerah pedesaan, yang selama ini belum memiliki infrastruktur energi yang memadai.
Aksi protes terhadap pembangunan pusat data juga semakin marak. Baru-baru ini, para demonstran berunjuk rasa di luar kantor pusat DTE Energy di Detroit, yang sedang mengajukan izin kepada Komisi Layanan Publik Michigan untuk memasok listrik bagi pusat data berkapasitas 1,4 gigawatt yang akan melayani perusahaan seperti OpenAI dan Oracle.
Para demonstran mengungkapkan kekhawatiran mereka bahwa pusat data tersebut akan meningkatkan tagihan listrik, menggunakan air bersih dalam jumlah besar, dan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah.
Di Wisconsin, tiga orang bahkan ditangkap saat mengikuti rapat dewan umum mengenai pusat data 902 megawatt yang merupakan bagian dari proyek Stargate milik OpenAI dan Oracle. (Nur Amalina)
