Bojonegoro (beritajatim.com) – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sepanjang 2023 di wilayah hukum Polres Bojonegoro mengalami peningkatan jika dibanding tahun sebelumnya (2022). Kebanyakan, penyebab KDRT itu karena perselingkuhan dan ekonomi.
“Penyebab terjadinya keretakan rumah tangga dan KDRT, terbanyak terutama karena faktor perselingkuhan dan ekonomi,” ujar Kapolres Bojonegoro AKBP Mario Prahatinto, Jumat (29/12/2023).
Kasus KDRT yang ditangani Polres Bojonegoro sepanjang 2023 sebanyak 20 perkara. Sedangkan untuk tahun 2022 ada 13 perkara. Selain KDRT, jumlah kejahatan perempuan dan anak yang lain juga meningkat.
“Untuk penanganan perkara KDRT tahun ini mengalami peningkatan sebesar 53,84 persen jika dibanding tahun 2022,” ujar lulusan Akpol (Akademi Polisi) 2004 itu.
Sedangkan untuk kasus kejahatan perempuan dan anak yang lain, seperti persetubuhan meningkat 17,64 persen dari tahun 2022 ada 17 perkara dan tahun 2023 terdapat 20 perkara. Kasus lain, seperti pencabulan stabil dengan jumlah 3 perkara.
“Penganiayaan anak mengalami penurunan, dari tahun 2022 sebanyak 16 kasus, menjadi 6 kasus pada 2023,” ungkapnya.
Selain itu tren kasus pemerkosaan mengalami penurunan, dari tahun 2022 ada 3 perkara menjadi hanya 1 perkara di tahun 2023. Sedangkan kasus pengeroyokan stabil pada 8 perkara dan satu kasus pembuangan bayi pada 2022.
Meningkatnya jumlah perkara kekerasan perempuan dan anak ini, pihaknya mengaku akan terus berkoordinasi dengan masyarakat maupun organisasi yang bergerak di bidang perlindungan anak dan perempuan agar kasusnya bisa ditekan.
“Hukuman terhadap pelaku ini semoga juga bisa membuat efek jera bagi pelaku maupun yang lain agar tidak melakukan kasus yang sama,” pungkasnya.
Sementara salah satu perkara KDRT yang saat ini masih dalam proses penanganan yakni laporan dari korban seorang dosen yang melaporkan suaminya karena diduga melakukan KDRT. Kasus tersebut rencananya akan digelar perkara pada awal 2024.
Menanggapi meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Pengurus Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Timur, Nafidatul Himah mengatakan, sudah saatnya negara hadir untuk melindungi masyarakat dari ancaman kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Melihat dua data itu dan keduanya naik terutama kasus KDRT berarti secara tidak langsung Bojonegoro ini sudah darurat kekerasan perempuan dan anak,” ungkapnya.
Sehingga pihaknya sangat menyayangkan dengan tingginya kasus kekerasan perempuan dan anak ini belum menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah. “Sudah saatnya negara hadir untuk melindungi masyarakatnya,” pungkasnya. [lus/suf]