Jember (beritajatim.com) – Ada 193,7 juta warga yang secara nasional bergerak dalam libur lebaran. Sementara itu di Kabupaten Jember, Jawa Timur, sebagaimana survei Dinas Perhubungan Jember, ada 56,38 persen atau kurang lebih 1,35 juta warga yang melakukan pergerakan.
Besarnya jumlah pergerakan warga ini terlihat dari meningkatnya kepadatan arus lalu lintas di Jember tahun ini. “Tahun lalu kepadatan terasa pada H-2 dan H-3. Tahun ini kepadatan meningkat di H-7. Dengan adanya libur dan cuti bersama, kepadatan diprediksi pada 6 dan 7 April, dan puncaknya pada 8 April 2024,” kata Kepala Dinas Perhubungan Jember Agus Wijaya, Kamis (4/4/2024).
Menurut Agus, hari ini kepadatan lalu lintas sangat terasa. “Kami berfokus pada kelancaran lalu lintas dan kerawanan kemacetan, maupun kerawanan kecelakaan,” katanya.
Sejumlah titik rawan kemacetan di Jember terletak di pusat-pusat perbelanjaan, seperti Roxy Plaza dan Golden Market. “Kami sudah bekerja sama dengan kepolisian, beberapa petugas ditempatkan di jam-jam tertentu. Kami juga memantau traffic management control (TMC) di kantor Dishub,” kata Agus.
Kendati kepadatan jalan mulai terasa, Agus mengatakan, lalu lintas di kawasan kota Jember masih berkategori padat lancar. “Tidak sampai kategori macet tidak begerak. Kepadatan terjadi dimungkinkan karena pergerakan orang semakin meningkat pada saat jam kantor dan orang berbelanja,” katanya.
Selain itu ada hambatan samping berupa kendaraan roda dua dan roda empat yang parkir di tepi jalan. “Diperlukan kesabaran, karena ini kondisi situasional yang tak terjadi terus-menerus. Hanya di hari-hari lebaran. Kami masih belum sampai pada manajemen rekayasa yang mengubah arus lalu lintas,” kata Agus.
Sistem lalu lintas satu arah (SSA) di kawasan Tegalboto, Kecamatan Sumbersari, dihentikan sementara karena situasi libur. Petugas pengamanan SSA ditempatkan di pos-pos pelayanan dan pengamanan terpadu yang sudah ditentukan.
Dari tujuh pos pelayanan dan pengamanan terpadu, Dishub Jember berfokus pada empat pos. Satu di antaranya di Stasiun Jember, Terminal Tawangalun, Garahan, dan Tanggul. “Lain-lain kami hanya memback up kelancaran lalu lintas, khususnya rawan kecelakaan dan rawan macet,” kata Agus.
Pos pelayanan terpadu juga diletakkan di lokasi-lokasi wisata yang melibatkan sejumlah instansi. “Begitu ada kemacetan dan bencana, mereka langsung turun,” kata Agus.
Pembatasan angkutan barang dengan sumbu tiga atau lebih, khususnya truk gandeng atau tempelan mulai dilakukan pada 5 April 2024. Hanya kendaraan pegangkut mengangkut komoditas barang yang diperlukan, ternak, bahan bakar minyak, air minum dalam kemasan yang diizinkan beroperasi. “Itu pun mereka harus membuat surat jalan yang ditempelkan di kaca kendaraan,” kata Agus.
Agusta Jaka Purwana, anggota Komisi C DPRD Jember, menyebut fenomena kemacetan saat lebaran sudah biasa. “Ini bagian dari indikator bahwa sebuah kota maju. Masyarakatnya banyak yang berhasil di luar kota, dan terus balik ke Jember,” katanya.
Namun, Agusta menekankan perlunya pengaturan lalu lintas. “Kami berharap ada petugas Dishub atau kepolisian. Ketika antrean di lampu lalu lintas terlalu panjang, ada petugas yang mengatur. Jadi tidak melulu memakai lampu lalu lintas. Kemacetan kan dinamis. Begitu ada petugas, ketika antrean terlalu panjang kan bisa memotong. Kendaraan masih bisa berjalan,” katanya.
Agus sepakat dengan pernyataan Agusta. “Nanti akan kami evaluasi di TMC. Memang sudah jadin pertimbangan kami pada saat har-hari padat. Bahkan ada lampu lalu lintas yang tidak kami fungsikan karena jadi penyebab kemacetan, seperti di Kaliputih dan Bangsalsari,” katanya. [wir]