11 OTT KPK Sepanjang 2025: Menjerat Kepala Daerah hingga Jaksa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat 11 Operasi Tangkap Tangan (OTT) sepanjang tahun 2025.
Sepanjang 2025, operasi senyap yang dilakukan KPK didominasi dengan penangkapan terhadap pejabat daerah.
Selain itu, KPK juga menangkap jaksa, wakil menteri, dan direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kompas.com merangkum 11 operasi senyap yang dilakukan KPK sepanjang tahun 2025, sebagai berikut:
Pada 15 Maret 2025, KPK melakukan OTT pertama dengan menyeret sejumlah Anggota DPRD dan Kepala Dinas PUPR Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Dalam operasi senyap ini, penyidik menyita uang tunai Rp2,6 miliar.
Dalam perjalanannya, KPK menetapkan 6 tersangka terkait
kasus suap proyek
di Dinas PUPR dan pemotongan anggaran.
Mereka adalah Ferlan Juliansyah selaku Anggota Komisi III DPRD OKU; M Fahrudin selaku Ketua Komisi III DPRD OKU; Umi Hartati selaku Ketua Komisi II DPRD OKU; Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR OKU sebagai penerima suap.
Kemudian dari pihak pemberi suap, yaitu M Fauzi alias Pablo selaku swasta, dan Ahmad Sugeng Santoso selaku swasta.
Modus yang digunakan antara lain penetapan komitmen
fee
sebesar 20-22 persen, yang bermula dari pembagian “jatah” Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD, lalu dialihkan ke dalam bentuk proyek fisik.
Berselang tiga bulan, tepatnya 27 Juni 2025, KPK melakukan OTT kedua di Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Dalam OTT ini, KPK menangkap 6 orang dan menyita uang tunai sebesar Rp231 juta.
Dalam kurun waktu 1 x 24 jam, KPK menetapkan 5 tersangka terkait kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji dalam dua proyek, yaitu pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut.
Kelima tersangka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting; Kepala UPTD Gn Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut Rasuli Efendi Siregar; PPK pada Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut Heliyanto; Direktur Utama PT DNG M Akhirun Efendi Siregar; dan Direktur PT RN M Raihan Dalusmi Pilang.
Dalam kasus ini, terjadi modus pengaturan proyek-proyek dalam proses pengadaan barang dan jasa di
e-catalog
.
Pada 8 Agustus 2025, KPK menangkap Bupati Kolaka Timur Abdul Azis dan kawan-kawan dalam OTT di tiga lokasi, Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
KPK juga menyita uang tunai sekitar Rp200 juta dalam operasi senyap tersebut.
Dalam perjalanannya, KPK menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Kelima tersangka adalah Bupati Koltim Abdul Azis; Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD; Ageng Dermanto selaku PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim, sebagai pihak penerima suap.
Pihak pemberi, yaitu Deddy Karnady selaku pihak swasta-PT PCP; dan Arif Rahman selaku pihak swasta-KSO PT PCP.
Dalam kasus ini, Abdul Azis meminta
fee
8 persen terkait lelang proyek pembangunan RSUD.
Saat itu, Abdul menerima Rp1,6 miliar yang diberikan melalui Ageng Dermanto.
Pada 13 Agustus 2025, KPK menangkap Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana dan kawan-kawan dalam OTT yang digelar di Jakarta.
Selain menangkap Dicky dkk, KPK juga menyita uang tunai Rp2,4 miliar, mobil Rubicon, dan mobil Pajero.
Selanjutnya, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan di PT Inhutani V.
Mereka adalah Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana; Djunaidi selaku Direktur PT PML; dan Aditya selaku staf perizinan SB Grup.
Pada 20 Agustus 2025, KPK menangkap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel dan 9 orang lainnya dalam OTT di Jakarta.
KPK juga menyita sebanyak 22 kendaraan dalam kegiatan ini yang terdiri dari 15 roda empat dan 7 roda dua.
Saat itu, KPK memamerkan seluruh kendaraan sehingga membuat Gedung Merah Putih layaknya
showroom
dadakan.
Dalam OTT ini, KPK menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kementerian Ketenagakerjaan.
Dalam perkara ini, eks Wamenaker Noel dan kawan-kawan diduga menggunakan modus menaikkan biaya penerbitan sertifikat K3.
Praktik ini sudah berlangsung sejak 2019.
KPK mengungkap bahwa biaya pengurusan sertifikasi K3 hanya Rp275.000, namun di lapangan biaya naik menjadi Rp6 juta.
KPK mencatat selisih pembayaran tersebut mencapai Rp81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka, termasuk Rp3 miliar yang dinikmati oleh Noel.
Berikut ini 11 tersangka pada waktu terjadinya perkara:
• Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022-2025.
• Gerry Aditya Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022-2025.
• Subhan selaku Subkoordinator Keselamatan Kerja Dit Bina K3 tahun 2020-2025.
• Anitasari Kusumawati selaku Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020-2025.
• Immanuel Ebenezer Gerungan selaku Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI.
• Fahrurozi selaku Dirjen Binwasnaker dan K3 pada Maret 2025.
• Hery Sutanto selaku Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021 sampai Februari 2025.
• Sekarsari Kartika Putri selaku Subkoordinator.
• Supriadi selaku Koordinator.
• Temurila selaku pihak PT KEM Indonesia.
• Miki Mahfud selaku pihak PT KEM Indonesia.
Pada Senin, 3 November 2025, KPK menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid dan kawan-kawan dalam operasi senyap di Riau.
Dalam OTT ini, KPK juga menyita uang tunai Rp1,6 miliar dalam pecahan Rupiah dan Dolar Amerika Serikat, dan Poundsterling.
Selanjutnya, KPK resmi mengumumkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan atau penerimaan hadiah atau janji di Pemprov Riau Tahun Anggaran 2025 pada Rabu (5/11/2025).
KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau.
Dalam kasus ini, KPK menemukan modus pemerasan dengan istilah “jatah preman” yang dilakukan Abdul Azis terhadap anak buahnya di Dinas PUPR Riau.
Abdul Azis diduga menerima setoran dari anak buahnya mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar.
Pada Jumat (7/11/2025), KPK menangkap Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dan kawan-kawan dalam OTT di Kabupaten Ponorogo.
Selain menangkap Sugiri dkk, KPK juga menyita uang tunai Rp500 juta.
KPK menetapkan Sugiri dan tiga orang lainnya sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, dan penerimaan lainnya atau gratifikasi.
Tiga tersangka lainnya adalah Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP); Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Dr Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM); dan Sucipto (SC) selaku pihak swasta rekanan RSUD Ponorogo dalam paket pekerjaan di lingkungan Kabupaten Ponorogo.
Dalam kasus ini, Sugiri diduga menerima suap Rp2,6 miliar dari pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya.
Pada 10 Desember 2025, KPK kembali menangkap kepala daerah.
Kali ini, komisi antirasuah menangkap Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan kawan-kawan.
Dalam OTT ini, KPK menyita uang Rp193 juta dari kediaman Ardito Wijaya dan adiknya Ranu Hari.
Selain itu, penyidik menyita logam mulia seberat 850 gram dari rumah adik Bupati.
Selanjutnya, KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan penerimaan hadiah dan gratifikasi di Pemkab Lampung Tengah Tahun Anggaran 2025.
Kelima tersangka adalah Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya; adiknya, Ranu Hari Prasetyo; anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra; Plt. Kepala Bapenda Lampung Tengah Anton Wibowo; dan Direktur PT Elkaka Putra Mandiri Mohamad Lukman Sjamsuri.
Dalam kasus ini, Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya menerima suap Rp5,75 miliar.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar digunakan untuk melunasi utang kampanye saat Pilkada 2024.
Pada Kamis (18/12/2025), KPK juga menangkap jaksa dan empat orang lainnya dalam OTT di wilayah Banten.
KPK mengatakan, operasi senyap itu terkait dengan kasus pemerasan dalam proses penanganan perkara di Kejaksaan Negeri Tangerang, Banten.
Namun, pada Jumat (19/12/2025) malam, berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyerahkan penanganan perkara.
Alasannya, Kejagung lebih dulu menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) tersangka terhadap jaksa dan empat orang lainnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kejagung menetapkan lima orang tersangka dalam perkara dugaan pemerasan terkait penanganan perkara tindak pidana umum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang melibatkan warga negara asing.
Kelima tersangka, yaitu jaksa berinisial HMK selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri Tigaraksa, RV selaku Jaksa Penuntut Umum, serta RZ selaku Kepala Subbagian di Kejati Banten.
Dua tersangka lainnya dari pihak swasta adalah DF yang berprofesi sebagai pengacara dan MS, seorang penerjemah atau ahli bahasa.
Dalam hari yang sama, KPK juga menangkap dua jaksa dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (Kejari HSU) dalam OTT di Kalimantan Selatan.
Kedua jaksa tersebut adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara, Albertinus P. Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Asis Budianto.
Saat itu, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Tri Taruna Fariadi melarikan diri saat akan ditangkap penyidik.
Bahkan sempat menabrak petugas KPK.
Dalam OTT ini, KPK juga menyita uang tunai Rp318 juta.
Selanjutnya, KPK menetapkan Kajari Kejari HSU Albertinus P. Napitupulu; Kasi Intel HSU Asis Budianto; dan Kasi Datun Kejari HSU Tri Taruna Fariadi sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
Modus yang digunakan dalam kasus ini adalah ancaman agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.
Masih dalam hari yang sama, KPK menangkap Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang bersama ayahnya HM Kunang, dan Sarjan selaku pihak swasta dalam rangkaian OTT di Bekasi.
KPK juga menyita uang tunai Rp200 juta.
Uang itu diduga sisa setoran ijon keempat terkait proyek di Pemkab Bekasi yang diberikan Sarjan untuk Ade Kuswara melalui perantara.
Selanjutnya, KPK menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang bersama ayahnya HM Kunang, dan Sarjan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap terkait ijon proyek di Pemkab Bekasi pada Sabtu (20/12/2025).
Ade diduga menerima suap ijon proyek sebesar Rp9,5 miliar dan mendapatkan penerimaan lainnya yang berasal dari sejumlah pihak mencapai Rp4,7 miliar.
Dengan demikian, total uang yang diterima Bupati Ade mencapai Rp14,2 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
11 OTT KPK Sepanjang 2025: Menjerat Kepala Daerah hingga Jaksa
/data/photo/2025/12/21/6947cfa8193c1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)