Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) menilai bahwa penguatan pasar domestik menjadi hal utama di tengah isu negosiasi perjanjian tarif dagang Amerika Serikat (AS) dan Indonesia yang dikabarkan terancam batal.
Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengatakan pihaknya masih meyakini pemerintah masih berupaya mencari titik temu kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
“Kami percaya pemerintah, dalam hal ini tim negosiasi, masih bekerja agar tidak terjadi pembatalan,” kata Redma kepada Bisnis, Rabu (10/12/2025).
Namun, apabila terjadi pembatalan, maka kondisi industri tekstil disebut akan semakin berat. Apalagi, kondisi saat ini saja sudah banyak pabrik yang terdampak hingga gulung tikar.
Dalam situasi ini, pihaknya menekankan bahwa Indonesia memiliki pasar domestik yang dapat menjadi jaminan bagi produk lokal, terutama bagi yang selama ini mengandalkan ekspor ke AS.
“Tapi lagi-lagi agenda perlindungan pasar domestik selalu terkendala oleh birokrasi proimpor yang selalu ingin memberikan kemudahan impor bagi para importir dengan alasan kebutuhan bahan baku, padahal kapasitas bahan baku kita sangat cukup,” tegasnya.
Terkait kabar potensi pembatalan kesepakatan tarif dagang antara Indonesia dan AS, pihaknya mengaku belum melihat poin-poin apa saja yang menjadi concern pemerintah AS.
“Namun, memang beberapa poin awal yang diminta oleh pemerintah AS belum ada perbaikan yang signifikan, karena memang banyak terkait dengan kementerian teknis,” jelas Redma.
Sebelumnya, kesepakatan tarif dagang Indonesia dengan AS dikabarkan terancam gagal setelah pejabat Washington semakin frustrasi terhadap langkah pemerintah Indonesia yang dinilai mundur dari sejumlah komitmen yang telah disepakati pada Juli lalu.
“Mereka mengingkari apa yang sudah kami sepakati pada bulan Juli,” kata seorang pejabat AS yang enggan disebutkan identitasnya, tanpa memberikan detail mengenai komitmen spesifik mana yang kini dipersoalkan Indonesia, dilansir dari Reuters, Rabu (10/12/2025).
Pejabat tersebut menyebut pejabat Indonesia telah menyampaikan kepada Perwakilan Dagang AS (USTR), Jamieson Greer, bahwa Indonesia tidak dapat menyetujui sebagian komitmen yang bersifat mengikat dalam perjanjian tersebut. Pernyataan ini sekaligus mengonfirmasi laporan yang pertama kali disampaikan oleh Financial Times (FT).
Namun, Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, mengatakan tidak ada permasalahan spesifik dalam perundingan yang tengah berlangsung. Hal ini sekaligus menepis isu sinyal pembatalan kesepakatan dagang dengan AS.
“Pemerintah Indonesia berharap kesepakatan dapat segera selesai dan menguntungkan kedua belah pihak,” kata Haryo melalui keterangan tertulis, Rabu (10/12/2025).
Menurut Haryo, dinamika dalam proses perundingan adalah hal yang wajar. Namun, pihaknya tetap berharap kesepakatan yang menguntungkan kedua negara dapat segera tercapai.
