JAKARTa – Dalam beberapa tahun terakhir, tren perawatan kulit semakin marak, mendorong banyak orang untuk mencoba berbagai produk dengan klaim mencerahkan, menghaluskan, hingga mempercepat regenerasi kulit. Namun, tidak semua produk tersebut aman digunakan tanpa pengawasan.
Beberapa bahan aktif seperti hidrokuinon dan retinoid termasuk zat kimia yang bekerja kuat pada kulit dan membutuhkan pengawasan medis agar tidak menimbulkan efek samping serius.
Penggunaan tanpa panduan dokter bisa menyebabkan iritasi, perubahan warna kulit, bahkan kerusakan jangka panjang yang sulit diperbaiki.
Dokter spesialis dermatologi, venereologi, dan estetika menyampaikan pentingnya mewaspadai efek penggunaan jangka panjang produk perawatan kulit yang mengandung bahan kimia seperti hidrokuinon dan retinoid terhadap kesehatan kulit.
Menurut dr. Amaranila Lalita Drijono, Sp.DVE, FINSDV, FAADV, penggunaan produk perawatan kulit semacam itu kalau tidak sesuai dengan resep dokter dapat memicu reaksi iritasi kulit.
“Efek jangka pendek pun dia pasti ada ya. Misalnya memakai retinol, kalau dipakai dengan sembarangan ya bisa terjadi satu iritasi terhadap kulit, dermatitis kontak iritan, karena belum tahan dengan dosis yang agak tinggi,” kata dokter lulusan Universitas Indonesia itu ketika dihubungi ANTARA pada Selasa.
Lebih lanjut, dr. Amaranila menjelaskan bahwa pemakaian hidrokuinon berlebihan dapat menimbulkan efek samping berupa okronosis, yakni penumpukan asam di bawah permukaan kulit yang menimbulkan flek hitam.
Kondisi tersebut, katanya, termasuk sulit diobati dan bisa semakin parah bila produk dengan kandungan hidrokuinon digunakan terus-menerus dalam jangka panjang.
Ia juga menambahkan bahwa produk dengan kadar hidrokuinon tinggi berpotensi menimbulkan reaksi alergi, kulit kemerahan, hingga meningkatkan risiko kanker kulit.
Jadi itu efek samping yang kita takutkan dari hidrokuinon, karena itulah sebenarnya hidrokuinon dengan dosis 4 persen itu tidak boleh dijual bebas,” katanya.
Hidrokuinon sendiri merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai agen pemutih kulit. Produk dengan kandungan ini sebenarnya aman bila digunakan sesuai resep dokter dan dosis yang disesuaikan dengan kebutuhan kulit pasien.
Umumnya, dokter akan meresepkan produk dengan kadar hidrokuinon antara dua hingga empat persen, sementara untuk produk yang beredar bebas, batas aman kandungannya tidak boleh melebihi dua persen.
Selain hidrokuinon, kandungan retinoid dalam produk perawatan kulit juga perlu digunakan secara hati-hati. Retinoid merupakan turunan vitamin A yang berfungsi mempercepat proses regenerasi kulit, yang secara alami terjadi setiap sekitar 28 hari.
Namun, kadar retinoid yang terlalu tinggi dapat mempercepat pergantian kulit secara berlebihan, sehingga menimbulkan pengelupasan hebat, kemerahan, dan rasa perih.
Dokter Amaranila menjelaskan bahwa proses pengelupasan tersebut dapat membuat lapisan kulit menjadi lebih tipis dan sensitif terhadap paparan sinar matahari.
“Maka itulah yang kita katakan bisa terjadi efek samping karena ada daerah-daerah yang tidak dilindungi, sementara kurang proteksinya, maka sinar matahari masuk dengan sangat kuatnya ke kulit, dan tentu merusak kulit tersebut, karena dia tidak ada perlindungan,” ia memaparkan.
Penggunaan jangka panjang produk dengan kandungan hidrokuinon atau retinoid dapat menyebabkan kerusakan kulit permanen, perubahan warna kulit, penipisan, hingga risiko dermatitis dan kanker kulit. Selain itu, pemakaian terus-menerus juga dapat menyebabkan ketergantungan terhadap produk.
Oleh karena itu, dr. Amaranila menekankan pentingnya konsultasi dengan dokter kulit sebelum menggunakan produk perawatan dengan bahan aktif tersebut.
Dokter dapat menyesuaikan dosis hidrokuinon atau retinol sesuai kondisi kulit serta memberikan arahan waktu penggunaan yang tepat misalnya, pada malam hari, atau disertai tabir surya jika dipakai di siang hari.
Ia juga mengingatkan bahwa perempuan hamil tidak disarankan menggunakan produk yang mengandung retinoid, terutama dalam bentuk obat oral, karena dapat berisiko terhadap janin.
