Wasekjen PBNU Tepis Gus Yahya: Pleno Pilih Pj Ketum Tetap Digelar 9 Desember
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU, Imron Rosyadi Hamid atau Gus Imron, menilai surat Penegasan Rapat Pleno PBNU yang ditandatangani Yahya Cholil Staquf dan Amin Said Husni pada 3 Desember 2025, tidak memiliki kekuatan hukum.
Menurut
Gus Imron
, surat bernomor 4799/PB.03/A.I.01.01/99/12/2025 tertanggal 3 Desember 2025 yang ditandatangani Yahya Cholil itu mengandung
cacat moral
karena bertentangan dengan kultur dan tata nilai Nahdlatul Ulama (NU).
“Dalam tradisi NU, tidak pernah ada pengurus Tanfidziyah mengatur atau bahkan mengingatkan Rais Aam sebagai pemimpin tertinggi jam’iyyah,” ujar Imron dalam keterangannya, Sabtu (6/12/2025).
Gus Imron menjelaskan, berdasarkan Anggaran Dasar NU, Tanfidziyah adalah pelaksana kebijakan Syuriyah, bukan sebaliknya.
Ia juga menilai surat tersebut memiliki cacat material karena ditandatangani dua orang yang tidak memiliki otoritas lagi untuk menerbitkan surat atas nama lembaga.
Sebab,
Gus Yahya
telah diberhentikan dari posisi Ketum PBNU sesuai Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025.
“Berdasarkan keputusan Rapat Syuriyah PBNU, Gus Yahya tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB. Sementara Amin Said Husni belum sah menjadi Sekjen karena belum memiliki SK,” tegasnya.
Imron pun heran lantaran Amin Said Husni yang tidak memiliki SK, tapi bisa leluasa menandatangani surat dalam jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU, dengan bantuan dan otorisasi dari Super Admin Digdaya Persuratan.
Padahal, sejak tanggal 29 November 2025, Rais Aam PBNU telah memerintahkan untuk menangguhkan penggunaan aplikasi Digdaya Persuratan pada tingkat PBNU.
“Di sini kelihatan sekali bahwa ormas Islam terbesar di dunia ini telah dibajak oleh pengembang aplikasi yang seharusnya berada pada level pelayanan administrasi,” tandasnya.
Sementara itu, Imron juga menegaskan Surat Undangan Pelaksanaan
Rapat Pleno PBNU
yang ditandatangani Rais Aam Miftachul Akhyar dan Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir, adalah dokumen yang sah sesuai aturan organisasi.
Adapun surat yang ditandatangani Rais Aam itu terkait Rapat Pleno PBNU untuk menetapkan penjabat (pj) ketua umum, yang akan digelar pada 9-10 Desember di Jakarta.
“Surat itu sepenuhnya sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. Pimpinan tertinggi NU adalah Syuriyah,” tegas dia.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Perkumpulan NU Nomor 10/2025 tentang Rapat, diatur bahwa “rapat pleno dipimpin oleh Rais Aam atau Rais pada tingkat kepengurusan masing-masing”.
“Karena itu, tidak ada persoalan terkait Rapat Pleno PBNU yang akan digelar pada 9–10 Desember di Jakarta. Semua persiapan sudah dimatangkan. Secara legal-formal, tidak ada persoalan sama sekali,” tambahnya.
Dia juga membantah klaim Gus Yahya yang menyebut bahwa Surat Undangan Pleno baru sah jika ditandatangani Ketua Umum.
Menurutnya, dalam Perkum NU Nomor 16/2025 tentang Pedoman Administrasi, Pasal 4 ayat (1) sudah memberi kewenangan kepada Rais Aam dan Katib untuk menandatangani surat biasa, termasuk undangan Rapat Pleno.
“Jadi jelas, seluruh proses persiapan penyelenggaraan Rapat Pleno PBNU tanggal 9-10 Desember 2025 telah sesuai regulasi yang berlaku. Peserta pleno tidak perlu ragu,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Wasekjen PBNU Tepis Gus Yahya: Pleno Pilih Pj Ketum Tetap Digelar 9 Desember Nasional 6 Desember 2025
/data/photo/2025/12/06/6933b76f660b2.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)