Viva juga menyoroti pentingnya perlindungan kawasan hutan dan kelestarian lingkungan dalam setiap program transmigrasi.
Ia menekankan bahwa kegiatan transmigrasi harus selaras dengan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan tidak boleh merusak ekosistem, serta bisa berbaur dengan masyarakat lokal.
“Jadi memang sangat betul dalam program transmigrasi ini, satu, tidak boleh merusak ekosistem hutan, yang kedua harus menjaga lingkungan. Dan yang ketiga berbaur dengan masyarakat lokal agar terjamin soliditas ekonomi, sosial, budaya tidak terjadi konflik lagi,” kata viva.
Saat ini, lanjut dia, Kementerian Transmigrasi mengelola sekitar 3,1 juta hektare kawasan transmigrasi di seluruh Indonesia.
Namun, Viva mengakui masih terdapat banyak persoalan lahan di sejumlah wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Permasalahan tersebut meliputi tumpang tindih lahan dengan kawasan kehutanan, korporasi swasta, BUMN, hingga lahan yang diduduki masyarakat.
“Lahan kawasan transmigrasi, jadi areal penggunanya itu kawasan transmigrasi. Kami ini hanya bekerja di 3,1 juta hektar di kawasan transmigrasi, bukan di luar itu,” jelas dia.
“Itu akan kita selesaikan. Prinsipnya Kementerian Transmigrasi akan memanusiakan warga trans yang telah hidup puluhan tahun di kawasan transmigrasi tapi kemudian ada persoalan soal lahan, itu yang tidak kita inginkan,” sambungnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379821/original/000967100_1760377515-Wakil_Menteri_Transmigrasi__Viva_Yoga_Mauladi.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)