“Bahwa ada pemufakatan jahat. Nah ini masih harus dicari antara siapa dengan siapa. Tapi pemufakatan jahat terkait dengan bahwa Chromebook akhirnya harus dijadikan menjadi pilihan yang padahal jauh sebelumnya itu sudah dilakukan uji coba, itu kurang tepat karena syaratnya harus internetnya terpenuhi,” kata Harli dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025).
Harli menjelaskan, ada kajian bahwa Chromebook tidak efektif dipakai di Indonesia. Alasannya, perangkat tersebut sangat tergantung pada internet, sementara kondisi infrastruktur internet di tanah air saat itu masih belum mendukung.
“Di Indonesia internetnya ketika itu masih belum memadai sehingga diuji coba dengan menggunakan Chromebook itu tidak menghasilkan sesuatu yang maksimal. Tetapi dalam perjalanannya, dalam analisis yang dilakukan, tetap harus melalui pengadaan Chromebook ini,” ujar Harli.
Kemendikbudristek tetap mengarahkan agar proyek pengadaan tetap berjalan dengan total nilai anggaran Rp9,9 triliun.
Terkait hal itu, Harli menegaskan, penyidik Kejagung sedang mendalami apakah praktik tersebut berkaitan dengan upaya markup harga, pengurangan volume, atau bahkan pengadaan fiktif.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5235625/original/045220000_1748425628-6d2c422b-9361-4867-a16f-33633bf3fe22.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)