Waka BGN Blak-blakan Ada Politikus Minta Jatah Dapur MBG

Waka BGN Blak-blakan Ada Politikus Minta Jatah Dapur MBG

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang blak-blakan soal adanya intervensi politik dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG).

Bahkan, Nanik mengaku menerima pesan dari seorang politikus yang meminta jatah pengelolaan dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Dia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberi ruang sedikit pun bagi praktik semacam itu.

“Serius saya, jangan main-main sama urusan kesehatan anak. Ini kan program kasihan, banyak anak-anak enggak bisa makan, kita mau kasih makan kok malah rebutan,” kata Nanik dalam konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta, Selasa (26/9/2025),

Nanik menceritakan dirinya bahkan sempat ditelepon hingga dikirimi pesan oleh seorang politikus. Namun alih-alih membantu komunikasi terkait kasus keracunan pangan, politikus itu justru meminta bagian dapur.

“Ada yang WA saya, nyenye-nyenye, saya jawab: kamu politikus bukannya bantu saya bagaimana mengkomunikasikan soal keracunan, malah minta sapur. Saya langsung block, block, block,” ungkapnya.

Menurut Nanik, program MBG adalah amanat negara untuk memastikan kebutuhan gizi anak-anak Indonesia terpenuhi. Karena itu, ia menegaskan siapa pun, termasuk tokoh berpengaruh, tidak akan dibiarkan mengganggu jalannya program.

“Mau punyanya jenderal, mau punyanya siapa, kalau melanggar akan saya tutup. Saya enggak peduli, karena ini menyangkut nyawa manusia,” katanya.

Sementara itu, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sebanyak 70 kasus keracunan MBG sejak Januari hingga 25 September 2025. Berdasarkan data yang diterima Bisnis, total sebanyak 5.914 penerima MBG yang menjadi korban. Korban tersebut terdiri dari anak sekolah dan ibu hamil.

Dilansir dari data resmi BGN menunjukkan kasus tersebar di tiga wilayah. Wilayah II (Jawa) mencatat kasus terbanyak dengan 41 kasus yang melibatkan 3.610 orang, disusul Wilayah I (Sumatra) sebanyak 9 kasus dengan 1.307 orang terdampak, serta Wilayah III (NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Papua, dengan 20 kasus melibatkan 997 orang.

Kasus juga menunjukkan tren peningkatan tajam pada Agustus dan September. Bila pada Januari hanya ada 94 korban dari 4 kasus, angka melonjak drastis menjadi 1.988 orang terdampak pada Agustus (9 kasus) dan 2.210 orang pada September (44 kasus).