Sumenep (beritajatim.com) – Klenteng Pao Sian Lin Kong , di Jl. Slamet Riyadi, Desa Pabian, Kecamatan Kota Sumenep, tidak seperti klenteng lain yang khusus sebagai tempat ibadah warga konghucu.
Klenteng di Sumenep ini merupakan satu-satunya Klenteng di Madura yang beraliran ‘Tri Darma’. Artinya ada tiga agama yang bisa melakukan ‘sembahyang’ disini, yakni umat Konghucu, Budha, dan Tao.
Klenteng ini diperkirakan sudah berumur 190 tahun dan masuk dalam cagar budaya Sumenep. Halaman klenteng ini cukup besar, karena dibangun di atas lahan seluas 2.685 meter persegi.
Tiba di Klenteng Pao Sian Lin Kong, pengunjung akan melewati ‘men lou wu’ atau pintu gerbang untuk masuk ke dalam bangunan utama. Di bagian depan, ada sebuah hiolo (tempat dupa besar), yang di kanan kirinya terdapat ‘cok say’ (patung singa) yang menghadap ke hiolo. Sedangkan di atas pintu utama terdapat kaligrafi dalam aksara Tionghoa yang memiliki makna ‘keramatnya mendunia’ serta ‘negara dan lautan tenang’.
Di ruang utama klenteng ini, ada tiga altar pemujaan. Masing-masing untuk Kongco Hok Tek Tjeng Sien (Dewa Bumi), kemudian Makco Thian Siang Sing Bo (Dewi pelindung bagi pelaut asal Fujian), dan Kong Tik Cung Ong. ‘Makco’ yang berada di tengah atau altar nomer dua ini kerap disebut sebagai tuan rumah.
Ketua pengurus tempat ibadah Tri Darma/Klenteng Pao Sian Lin Kong, Sugiarto Irwan Darsono menceritakan, bagi para pengunjung, yang paling menarik perhatian di Klenteng Pao Sian Lin Kong ini adalah keberadaan patung Dewi Kwan Im atau Dewi Welas Asih.
Patung berukuran besar ini berada di sebuah bangunan ber-cat merah, di belakang ruang utama. Patung Dewi Kwan Im ini banyak diperbincangkan karena konon, patung ini bisa berubah wajah sesuai dengan kondisi jemaat yang datang berdoa.
“Kalau yang datang kesini orangnya berdoa tulus ikhlas, maka wajah Dewi Kwan Im yang aslinya putih tulang bisa berubah menjadi kemerah-merahan di pipi. Kemudian mata sang dewi yang semula sipit berubah lebar. Sang Dewi seperti terlihat gembira,” ujarnya.
Sebaliknya, wajah Dewi Kwan Im akan murung kalau jemaat yang berdoa itu punya niat yang kurang baik. Atau bisa juga sebagai pertanda akan mendapat hal-hal yang tidak mulus dalam usaha.
‘Karena itu pula, Klenteng Pao Sian Lin Kong ini juga dikenal sebagai tempat berdoa supaya rejeki lancar, dagangan laris,” tuturnya.
Namun yang membuatnya sedih, dari tahun ke tahun, jumlah pengunjung klenteng semakin berkurang. Terutama setelah pandemi, nyaris tidak ada pengunjung, kecuali jemaat yang akan beribadah. Itupun dengan jumlah yang semakin sedikit.
“Saat ini jemaat yang tersisa hanya sekitar 20 orang. Sebagian besar lebih suka merayakan imlek di Surabaya atau kota-kota besar lainnya,” ujarnya.
Namun ia juga memaklumi, karena momen Imlek ini juga menjadi momen bagi warga tionghoa untuk mudik, seperti halnya umat muslim saat lebaran. “Jadi para jemaat Klenteng ini saat Imlek akan pulang ke rumah orang tuanya yang rata-rata tidak tinggal di Sumenep. Sekaligus mudik lah. Apalagi tahun ini kan bertepatan dengan long weekend,” paparnya.
Ia berharap Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili atau tahun ular kayu ini menjadi tahun penuh rejeki bagi semua umat manusia. (tem/ian)
