Wadir Antikekerasan Wartawan PWI Pusat Minta Kapolres Ngawi Usut Tuntas Intimidasi Jurnalis

Wadir Antikekerasan Wartawan PWI Pusat Minta Kapolres Ngawi Usut Tuntas Intimidasi Jurnalis

Jakarta  (beritajatim.com)— Wakil Direktur Antikekerasan Wartawan PWI Pusat, Supardi, menyampaikan keprihatinan sekaligus kecaman keras terkait tindakan pengusiran dan intimidasi terhadap sejumlah jurnalis yang tengah melakukan peliputan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bintang Mantingan, Kabupaten Ngawi.

Ia menilai peristiwa tersebut sebagai bentuk nyata penghalangan kerja jurnalistik dan pelanggaran terhadap hak publik dalam memperoleh informasi.

“Kami meminta Kapolres Ngawi untuk mengusut tuntas kasus tersebut serta menindak siapa pun yang terbukti melakukan intimidasi maupun menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik,” ujar Supardi, yang akrab disapa Hardy, dalam pernyataan resminya, Minggu (7/12/2025).

Intimidasi Wartawan Langgar UU Pers

Hardy menegaskan bahwa tindakan mengusir dan menghambat jurnalis saat bertugas tidak hanya bertentangan dengan prinsip demokrasi, tetapi juga merupakan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa pers nasional bebas dari penyensoran, pembredelan, maupun pelarangan penyiaran.

Pasal 18 ayat (1) mengatur ancaman pidana bagi pihak yang dengan sengaja menghalangi kerja jurnalistik, yaitu pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.

Menurut Hardy, langkah hukum atas kasus ini penting bukan hanya bagi jurnalis yang menjadi korban, tetapi juga sebagai pembelajaran bagi masyarakat bahwa kebebasan pers memiliki dasar hukum yang kuat dan wajib dihormati.

Wartawan Berhak Meliput di Lokasi Berkepentingan Publik

Hardy menambahkan bahwa jurnalis memiliki hak untuk melakukan peliputan di lokasi yang berkaitan dengan kepentingan publik, termasuk fasilitas layanan masyarakat seperti SPPG.

Selama menjalankan tugas berdasarkan etika dan aturan profesi, tidak boleh ada pihak mana pun yang mengintimidasi atau menghalangi kegiatan jurnalistik.

Wakil Direktur Antikekerasan Wartawan PWI Pusat Supardi “Hardy”

Ia juga mengimbau seluruh jurnalis, terkhusus anggota PWI, agar tetap menjaga profesionalisme, mengutamakan akurasi, serta mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Wartawan juga diingatkan agar tetap mengedepankan keselamatan dan tidak terprovokasi oleh tindakan-tindakan yang dapat memicu konflik di lapangan.

“Setiap tindakan melawan hukum yang mengganggu kerja pers harus dilawan melalui mekanisme hukum yang berlaku,” tegas Hardy.

Kronologi Intimidasi di Ngawi

Peristiwa intimidasi di SPPG Bintang Mantingan terjadi pada Jumat (5/12). Sebanyak delapan jurnalis dari berbagai media tengah melakukan peliputan terkait program pemenuhan gizi dan perkembangan dugaan kasus keracunan di lokasi tersebut.

Namun, kegiatan peliputan tiba-tiba dihentikan paksa oleh seseorang yang diduga berada di area SPPG. Para jurnalis juga menerima ancaman bernada intimidatif, termasuk ancaman penganiayaan.

Atas kejadian tersebut, para jurnalis melaporkan kasus ini ke Polres Ngawi dengan didampingi kuasa hukum untuk diproses lebih lanjut. (ted)