Jakarta: Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengemukakan wacana untuk kembali membuka pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah. Sejak 2015, pemerintah telah menerapkan moratorium atau penghentian sementara bagi pekerja Indonesia di sektor domestik, seperti pekerja rumah tangga, di kawasan Timur Tengah.
Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, menegaskan bahwa Menteri P2MI tidak memiliki kewenangan untuk mencabut moratorium yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah.
“Beliau ini masih baru dalam dunia ketenagakerjaan migran. Meski memiliki kewenangan sebagai menteri, sejauh mana beliau memahami persoalan ini? Selain itu, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 juga belum direvisi, sehingga pencabutan moratorium ini masih berada dalam ranah Kemnaker,” ujar Aznil Tan dalam keterangannya, Kamis 14 November 2024.
Baca juga: Menteri PPMI Abdul Kadir Karding Bantu Kembalikan Ijazah PMI yang Ditahan Perusahaan
Sebagai aktivis ketenagakerjaan ’98 yang fokus pada isu tenaga kerja dalam dan luar negeri, Aznil menduga ada kepentingan pihak tertentu di balik wacana pencabutan moratorium yang diusulkan oleh Menteri Karding.
“Kami di NGO terkejut mengapa beliau begitu cepat melemparkan wacana pencabutan moratorium. Apakah ada titipan di balik rencana tersebut?” tanya Aznil Tan.
Aznil menjelaskan bahwa Migrant Watch bersama masyarakat pencari kerja pernah menggelar aksi tiga hari di depan Istana untuk mendesak presiden mencabut moratorium. Meskipun pemerintah sudah membuka opsi pencabutan, hambatan masih terjadi dalam implementasi Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
“Kami sepakat agar moratorium dicabut. Tahun lalu kami mengadakan aksi tiga hari untuk menuntut pencabutan moratorium ke Timur Tengah ini. Pemerintah sebenarnya sudah setuju, tetapi sampai sekarang belum terealisasi karena ada sistem SPSK. Sekarang ada perubahan di kementerian, sehingga butuh pendekatan baru untuk membukanya kembali,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aznil mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru dan waspada terhadap potensi pengaruh dari oknum di Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
“Kawasan Timur Tengah masih kental dengan budaya perbudakan. Di sisi lain, para oknum pelaku P3MI cenderung memiliki watak kartel dan monopoli yang dapat mengancam perlindungan bagi pekerja migran kita. Menteri harus memahami hal ini agar beliau jangan terpeleset,” pungkas Aznil.
Jakarta: Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengemukakan wacana untuk kembali membuka pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah. Sejak 2015, pemerintah telah menerapkan moratorium atau penghentian sementara bagi pekerja Indonesia di sektor domestik, seperti pekerja rumah tangga, di kawasan Timur Tengah.
Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, menegaskan bahwa Menteri P2MI tidak memiliki kewenangan untuk mencabut moratorium yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah.
“Beliau ini masih baru dalam dunia ketenagakerjaan migran. Meski memiliki kewenangan sebagai menteri, sejauh mana beliau memahami persoalan ini? Selain itu, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 juga belum direvisi, sehingga pencabutan moratorium ini masih berada dalam ranah Kemnaker,” ujar Aznil Tan dalam keterangannya, Kamis 14 November 2024.
Baca juga: Menteri PPMI Abdul Kadir Karding Bantu Kembalikan Ijazah PMI yang Ditahan Perusahaan
Sebagai aktivis ketenagakerjaan ’98 yang fokus pada isu tenaga kerja dalam dan luar negeri, Aznil menduga ada kepentingan pihak tertentu di balik wacana pencabutan moratorium yang diusulkan oleh Menteri Karding.
“Kami di NGO terkejut mengapa beliau begitu cepat melemparkan wacana pencabutan moratorium. Apakah ada titipan di balik rencana tersebut?” tanya Aznil Tan.
Aznil menjelaskan bahwa Migrant Watch bersama masyarakat pencari kerja pernah menggelar aksi tiga hari di depan Istana untuk mendesak presiden mencabut moratorium. Meskipun pemerintah sudah membuka opsi pencabutan, hambatan masih terjadi dalam implementasi Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
“Kami sepakat agar moratorium dicabut. Tahun lalu kami mengadakan aksi tiga hari untuk menuntut pencabutan moratorium ke Timur Tengah ini. Pemerintah sebenarnya sudah setuju, tetapi sampai sekarang belum terealisasi karena ada sistem SPSK. Sekarang ada perubahan di kementerian, sehingga butuh pendekatan baru untuk membukanya kembali,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aznil mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru dan waspada terhadap potensi pengaruh dari oknum di Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
“Kawasan Timur Tengah masih kental dengan budaya perbudakan. Di sisi lain, para oknum pelaku P3MI cenderung memiliki watak kartel dan monopoli yang dapat mengancam perlindungan bagi pekerja migran kita. Menteri harus memahami hal ini agar beliau jangan terpeleset,” pungkas Aznil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DHI)