Bisnis.com, JAKARTA – Vietnam diperkirakan mencatat panen biji kopi terbesar dalam empat tahun terakhir pada musim panen 2025–2026 yang dimulai bulan Oktober berkat kondisi cuaca yang mendukung.
Melansir Bloomberg, Jumat (19/9/2025), produksi kopi Vietnam dalam musim panen kali ini diproyeksikan mencapai 1,76 juta ton atau sekitar 29,4 juta karung berukuran 60 kilogram, naik 6% dibanding tahun sebelumnya.
Lonjakan produksi ini diharapkan mampu memenuhi ketatnya pasokan global sekaligus memberi tekanan pada harga kopi dunia yang sempat melambung hingga 42% pada Agustus 2025 lalu.
Trinh Duc Minh, Ketua Asosiasi Kopi Buon Ma Thuot mengatakan pohon kopi saat ini dalam kondisi baik, sehingga panen akan dimulai bulan depan.
”Curah hujan melimpah membuat musim tanam kali ini berjalan ideal,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg.
Sebagai produsen robusta terbesar di dunia, Vietnam berpotensi menutup kekosongan pasokan global setelah dua musim panen sebelumnya mengecewakan. Kondisi ini juga membuka jalan bagi peralihan permintaan dari arabika ke robusta yang lebih terjangkau, terutama di tengah ketidakpastian pasokan Brasil dan gejolak pasar akibat kebijakan tarif Amerika Serikat.
Kopi robusta merupakan jenis kopi yang banyak diminati dan biasanya dipakai untuk kopi instan dan espresso.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bahkan memperkirakan panen Vietnam tahun depan bisa menembus 31 juta karung, tertinggi sejak musim 2021–2022. Sementara survei Bloomberg mencatat estimasi produksi berkisar antara 27 juta hingga 32 juta karung.
Harga kopi yang tinggi mendorong petani Vietnam meningkatkan pengelolaan tanaman, menambah pemupukan, memperluas lahan, bahkan beralih dari tanaman durian ke kopi. Salah satu produsen, EaPok Coffee JSC di Dak Lak, memperkirakan produksi mereka akan melonjak 30% dibanding tahun lalu.
Namun, masih ada tantangan yang mengintai produksi kopi. Curah hujan berlebih saat panen dapat menghambat proses pengeringan, memperlambat distribusi, dan menurunkan mutu biji. Selain itu, lonjakan konsumsi domestik yang diperkirakan naik 22% menjadi 4,9 juta karung berpotensi menekan ekspor.
“Stok global masih ketat, sehingga harga kemungkinan tetap tinggi dalam jangka pendek,” kata Daryl Kryst, Wakil Presiden StoneX Group Inc. untuk komoditas pertanian di Asia.
