TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polda Metro Jaya belum berencana melakukan upaya jemput paksa terhadap tersangka mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, menyampaikan langkah jemput paksa masih belum diperlukan dalam kasus ini.
“Semua upaya paksa yang dilakukan pada tahap penyidikan tujuannya untuk keperluan penyidikan.”
“Jadi, nanti apa yang dilakukan tim penyidik dalam memenuhi petunjuk P-19 JPU akan kita update,” kata Ade Safri, di Lapangan Presisi Ditlantas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).
Firli Bahuri sudah 16 bulan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Meski belum menahan Firli Bahuri, Ade menegaskan tidak ada kendala tim penyidik dalam menagani perkara ini.
Ia mengatakan, berkas kasus Firli masih diupayakan dinyatakan lengkap atau P21.
“Nanti kita update perkembangannya,” jelasnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan pemanggilan ulang terhadap Firli Bahuri, Ade Safri juga belum memberikan kepastian.
“Nanti akan kita update ya,” ucapnya.
Tersangka Sejak 2023
Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 65 KUHP.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2023, berkas perkara Firli diketahui sempat bolak-balik antara polisi dan jaksa. Selain itu, Firli telah tiga kali mengajukan praperadilan, yang seluruhnya gagal.
Terakhir, ia mencabut gugatannya di PN Jakarta Selatan yang diajukan pada 12 Maret 2025, dengan alasan “ketidaksempurnaan permohonan” dan pertimbangan bulan Ramadan.(Tribunnews/Reynas/Apfia Tioconny Billy/Malau)