Bandung, Beritasatu.com – Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren memastikan ijazah pesantren setara dengan lembaga pendidikan lainnya. Sekretaris Majelis Masyayikh Muhyiddin Khotib menekankan tiga pilar utama UU Pesantren, yaitu rekognisi (pengakuan), afirmasi (penguatan), dan fasilitasi (dukungan).
“UU ini menjadi bukti nyata pengakuan negara terhadap pesantren, termasuk kesetaraan ijazah pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya,” ujar Muhyiddin di Pondok Pesantren Al-Basyariyah, Kamis (21/11/2024) dilansir Antara.
“Negara hadir memastikan bahwa ijazah atau syahadah dari pesantren memiliki kesetaraan. Tidak boleh ada lembaga pendidikan yang menolak lulusan pesantren hanya karena asal pendidikannya,” lanjut Muhyiddin.
Majelis Masyayikh menegaskan bahwa pesantren harus tetap menjaga identitasnya sebagai pusat pendidikan berbasis moderasi. Pesantren didorong menjadi garda terdepan dalam mencetak generasi yang berakhlak mulia dan kompetitif menghadapi tantangan global.
“UU ini bukan bentuk intervensi terhadap kekhasan pesantren, melainkan memastikan kesetaraan pesantren dalam sistem pendidikan nasional,” tambah Muhyiddin.
Dukungan regulasi dan pengembangan kapasitas seperti Undang-Undang Pesantren, diharapkan pesantren dapat menjadi pusat pendidikan unggulan yang tidak hanya mendidik generasi yang tangguh dan kompetitif, tetapi juga tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dalam menghadapi dinamika global.