Bisnis.com, JAKARTA – PDI Perjuangan (PDIP) masih memberikan perlawan untuk kembali merebut kembali ‘kandang banteng’ yang menelan kekalahan di Pilkada 2024.
Perlawan tersebut diberikan dengan melayangkan gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dilansir dari laman resmi, sejumlah paslon yang diusung PDIP pada Pilkada 2024 tercatat telah melayangkan gugatan sengketa PHP. Gugatan tersebut di antaranya dilayangkan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Sulawesi Selatan.
Perebutan kandang banteng masih berlanjut dengan dilayangkannya gugatan PHU oleh paslon Andika Perkasa-Hendrar Prihadi atas hasil Pilkada Jawa Tengah 2024 dengan nomor registrasi 266/PAN.MK/e-AP3/12/2024.
Gugatan sengketa PHP juga dilayangkan oleh paslon Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala atas hasil Pilkada Sumatra Utara 2024 dengan nomor registrasi 250/PAN.MK/e-AP3/12/20240.
Paslon yang diusung PDIP lainnya pada Pilkada 2024 yang melayangkan gugatan PHP adalah Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta Gus Hans untuk hasil Pilkada Jawa Timur dengan nomor registrasi 268/PAN.MK/e-AP3/12/2024.
PDIP menyebut, gugatan pada wilayah-wilayah tersebut yang notabene menjadi basis suara terkuat PDIP ditujukan untuk menguak kecurangan-kecurangan yang terjadi selama Pilkada 2024.
PDIP mengklaim memiliki bukti dugaan keterlibatan alias cawe-cawe Polri dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
“Kami di PDIP mencatat ada keterlibatan anggota kepolisian di Jateng, yang ada di Sulut, Papua Pegunungan, dan Sumut dan daerah lainnya,” Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy.
Ronny kemudian mengklaim bahwa dugaan ini sudah dilengkapi bukti dan saksi yang bakal didaftarkan ke MK.
“Tentunya hal-hal ini kami dari tim hukum kami persiapkan saksi, bukti, dan kami sudah susun semua keterangan-keterangan yang ada. Kepentingan kami adalah untuk nanti pembuktian di MK,” tutur Ronny.
Ronny juga berpendapat bahwa keterlibatan aparat dalam kontestasi politik telah menjadi bahan kritikan sejumlah pihak. Mereka juga mengaku memiliki bukti yang cukup untuk kemudian dihadirkan ke MK.
“Jadi diskusi terkait dengan keterlibatan di Kepolisian, ASN, Kades dan PJ. Kami dari tim hukum PDIP sudah mengumpulkan terkait bukti-bukti tersebut. Jadi, terlalu dini kalau ada yang sampaikan ini tidak benar, ini hoaks. Menurut kami, kami punya bukti yang cukup dan itu akan kita buktikan di MK,” ucapnya.
MK Terima 283 Gugatan Hasil Pilkada
Berdasarkan Daftar Permohonan Perkara Pilkada Serentak Tahun 2024 di laman MK hingga Sabtu (14/12/2024) pagi pukul 01.00 WIB, MK menerima sebanyak 283 permohonan PHP Kada Tahun 2024. Dari 283 permohonan yang masuk, sebanyak 136 permohonan diajukan secara daring.
Sementara sebanyak 147 permohonan diajukan secara langsung di Gedung MK, Jakarta.
Adapun rincian 283 permohonan itu terdiri dari 16 Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, 218 Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati, dan 49 Perselisihan Hasil Pemilihan Wali Kota.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengatakan bahwa sampai saat ini baru PHP dari bupati dan wali kota yang paling banyak diterima oleh MK.
Kendati demikian, menurutnya, MK tetap akan membuka layanan pengajuan untuk permohonan sengketa hingga tanggal 18 Desember 2024 pukul 23.59 WIB.
“Pemohon bisa mengajukan permohonan ke MK, paling lambat tiga hari sejak KPU daerah masing-masing mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pilkada,” tuturnya di Jakarta, Senin (9/12/2024).
Kendati batas waktu tiga hari kerja pendaftaran permohonan PHP Kada 2024 telah berakhir, MK tak lantas menolak permohonan yang masih berdatangan. Hal ini dilakukan karena sebuah lembaga peradilan tidak boleh menolak perkara yang masuk.
“Prinsip umumnya begitu, tidak boleh menolak permohonan yang masuk. Tidak boleh menolak perkara yang diajukan. Harus tetap dipertimbangkan dan diputus,” ucap Ketua MK Suhartoyo.
Suhartoyo menilai jumlah permohonan yang masuk lebih sedikit dibandingkan dengan prediksi MK disebabkan beberapa faktor.
Salah satunya menunjukkan sikap legowo para peserta yang berkontestasi dalam Pilkada Serentak 2024. Lagipula, sambungnya, Pilkada Serentak baru dilaksanakan pada tahun ini.
“Bisa jadi sudah legowo menerima kekalahan. Bisa jadi tidak mau memperpanjang persoalan,” ucap Suhartoyo.