Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia akan menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru. Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia, Parulian Paidi Aritonang menyoroti sejumlah kelemahan.
Ari menyebut KUHAP baru yang akan segera digunakan, belum sepenuhnya mengakomodasi tantangan kejahatan dunia maya, yakni cybercrime, cyberpornography dan penggunaan deepfake.
“Fondasinya sudah ada di KUHAP baru, tapi pengaturan sektoral masih perlu diperkuat. Misalnya di sektor perbankan, informasi elektronik, hingga pembiayaan digital,” kata Ari kepada wartawan, Minggu (2/11/2025).
Ari turut memperhatikan persoalan pembuktian pada kejahatan siber. Menurutnya diperlukan penguatan pada kejahatan siber dalam hal pembuktian untuk pada penanganan sebuah kasus.
“Banyak kasus yang lolos karena alat buktinya belum diakui. Misalnya, bukti digital dianggap hanya hasil cetak program komputer. Padahal ada wujud nyatanya juga,” ucap Ari.
Ari dalam hal ini FH UI meminta pada pemangku peradilan seperti polisi, jaksa, serta hakim, dapat melakukan perubahan pada paradigma dunia digital.
“Dulu orang menganggap dunia maya itu khayalan, sekarang generasi muda menganggapnya dunia nyata. Paradigma seperti ini harus dipahami penegak hukum agar penanganan kasus bisa lebih relevan,” kata Ari.
Ari mengungkapkan, perguruan tinggi turut berperan dalam pembaruan hukum dan tidak hanya sebatas sebagai pengkritik, namun sebagai kontributor substansi dalam perumusan undang-undang.
“Beberapa dosen FH UI menjadi bagian dari tim penyusun KUHAP baru. Ada yang masuk dalam draf akhir, ada juga yang tidak. Tapi itu wajar, yang penting, kritik dan masukan akademik tetap berjalan,” ungkap Ari.
Selain itu, poin yang juga dikritisi yakni konsep pidana korporasi. Ari mencontohkan, terdapat ketentuan yang menyebut korporasi bisa berada di bawah pengampuan.
“Ini kan aneh, karena korporasi bukan individu, seharusnya tidak disamakan dengan orang di bawah umur,” tutur.
Walaupun begitu, lanjut Ari, FH UI tetap mendukung KUHP dan KUHAP baru, namun terus melakukan kajian kritis terhadap implementasinya.
“Kita tetap berkomitmen mengawal dan mengkritisi, termasuk proses beracaranya. Sistem hukum pidana melibatkan banyak aparat penegak hukum, KPK, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan,” pungkas Ari.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5399911/original/022150300_1762045538-Dekan_Fakultas_FH_Universitas_Indonesia__Parulian_Paidi_Aritonang.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)