Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Tupperware Terancam Bangkrut, Kini Mulai Bangkit Lagi

Tupperware Terancam Bangkrut, Kini Mulai Bangkit Lagi

Jakarta

Produsen wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat, Tupperware berhasil keluar dari jurang kebangkrutan setelah sebelumnya terancam gulung tikar. Bahkan, beberapa anak usahanya telah mengajukan kebangkrutan di pengadilan AS karena mengalami kerugian yang membengkak.

Mengutip Reuters, Sabtu (2/11/2024), Hakim Kepailitan AS, Brendan Shannon, menyetujui usulan Tupperware untuk menjual asetnya kepada kreditur. Keputusan ini diketok di Wilmington, North Carolina, Selasa kemarin. Langkah tersebut membuat operasional Tupperware bisa tetap berjalan.

Tupperware sendiri merupakan merek wadah makanan plastik legendaris yang sering disebut-sebut sebagai produk kesayangan emak-emak. Perusahaan telah berdiri sejak 1946, lalu mulai terkenal pada tahun 1950-an dan 1960-an, ketika orang-orang mengadakan ‘Pesta Tupperware’ di rumah untuk menjual produk ini kepada teman dan tetangga.

Awal Mula Kejatuhan

Dalam catatan detikcom, kabar memburuknya kondisi perusahaan telah terdengar sejak tahun 2023 lalu. Pada bulan Maret 2023. saham Tupperware turun 50%, dan turun jauh 90% dalam setahun ke belakang. Perusahaan juga menghadapi utang yang menumpuk dan penurunan penjualan.

CEO Tupperware, Miguel Fernandez, kala itu mengatakan perusahaan tidak memiliki cukup uang untuk mendanai operasinya. Bahkan, ada potensi untuk melakukan langkah pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Perusahaan melakukan segala daya untuk mengurangi dampak peristiwa baru-baru ini, dan kami mengambil tindakan segera untuk mencari pembiayaan tambahan dan mengatasi posisi keuangan kami,” kata Miguel Fernandez dikutip dari CNN, Kamis (13/4/2023).

Sejumlah analis menilai, masalah yang selama ini merugikan Tupperware ialah penurunan penjualan yang sangat signifikan akibat gagal beradaptasi. Aset perusahaan juga terus mengecil, yang membuat perusahaan tidak memiliki banyak cara untuk mengumpulkan uang.

Seolah menepis pandangan itu, Juru bicara Tupperware mengatakan, buruknya performa perusahaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yakni pandemi, inflasi, dan suku bunga yang tinggi. Perusahaan juga telah bekerja sama dengan penasihat keuangan dan menjalin sejumlah kemitraan dengan ritel seperti Target dan Amazon untuk memperkuat posisi merek.

Lebih lanjut pada awal Juni 2023, New York Stock Exchange memberi tahu bahwa Tupperware sudah tidak memenuhi aturan bursa karena kapitalisasi pasarnya terlalu rendah, kurang dari US$ 50 juta, selama periode 30 hari perdagangan. Pada kala itu, harga penutupan rata-rata Tupperware juga kurang dari US$ 1, di bawah ambang batas bursa.

Menariknya, pada bulan Juli 2023, saham produsen wadah makanan ini sempat meroket tajam lebih dari 300% dibandingkan bulan sebelumnya dan 165% dibandingkan minggu lalu. Walau demikian, saham Tupperware masih turun hampir 30% dibandingkan tahun sebelumnya.

Tupperware ajukan kebangkrutan hingga bangkit lagi. Cek halaman berikutnya.

Ajukan Kebangkrutan

Pada 17 September 2024, Tupperware dikabarkan mengajukan kebangkrutan dengan utang sebesar US$ 818 juta atau setara dengan Rp 12,3 triliun (kurs 15.100). Tercatat dalam dokumen pengajuan kebangkrutan tersebut, Tupperware memiliki aset US$ 7,5-15 miliar. Tapi, perusahaan memiliki kewajiban lebih besar sekitar US$ 15-150 miliar.

“Beberapa tahun ke belakang, kondisi keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan makroekonomi yang menantang,” kata CEO Tupperware Laurie Goldman dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Sabtu (21/09/2024).

Sejak tahun 2023, Goldman sempat berusaha menyelamatkan kebangkrutan dengan merestrukturisasi utang dan menandatangani perjanjian dengan bank investasi Moelis & Co untuk membantu mencari alternatif strategis. Namun upaya itu gagal. Masalah likuiditas perusahaan menjadi momok perusahaan untuk kembali menjalankan bisnisnya.

Goldman pun meminta izin ke pengadilan untuk memulai proses penjualan bisnisnya, dan ingin perusahaan terus beroperasi selama proses kebangkrutan berlangsung. Perusahaan juga sempat melelang asetnya di pasar terbuka. Namun sayang, belum ada yang bersedia membeli atau mau melunasi utang perusahaan.

Bangkit Kembali

Akhirnya pada bulan November ini Hakim Kepailitan AS menyetujui usulan untuk menjual aset Tupperware kepada kreditur. Asal tahu saja, ketiga pemberi pinjaman utama Tupperware ialah Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners, dan Bank of America. Ketiganya sempat menentang rencana perusahaan untuk ajukan kebangkrutan.

Menurut berkas pengadilan, para kreditur menyediakan Rp 368,9 miliar dalam bentuk tunai dan lebih dari Rp 898 miliar dalam bentuk keringanan utang. Mereka akan mendapatkan nama merek Tupperware dan asetnya di pasar inti termasuk Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Brasil, Tiongkok, Korea, India, dan Malaysia.

“Perusahaan berencana untuk menghentikan operasinya di pasar tertentu dan beralih ke model bisnis yang mengedepankan teknologi serta tidak terlalu bergantung pada aset,” kata Goldman.