Tuntut Bapanas Bubar, Petani Bagikan Beras di Depan Kantor Pemkab Jember

Tuntut Bapanas Bubar, Petani Bagikan Beras di Depan Kantor Pemkab Jember

Jember (beritajatim.com) – Asosiasi Petani Pangan Indonesia Jawa Timur berunjuk rasa dan membagikan dua kuintal beras di depan kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Jalan Sudarman, Senin (25/3/2024) sore.

Tak butuh waktu lama, beras yang dimasukkan dalam kantong plastik itu pun ludes. “Pembagian beras ini sebagai simbol bahwa kami lebih bangga makan produk sendiri, bukan produk impor. Lebih enak, punel, sehat, tanpa pemutih dan pengawet,” kata Ketua APPI Jatim Jumantoro.

Jumantoro juga memberikan beras gratis kepada aparat kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga. “Ini sebagai sindiran bahwa mereka sebenarnya harus membeli beras lokal. Jangan sampai beras impor jadi andalan biar petani tak semakin sandalan. Kita harus bersama-sama, aparat, pejabat, wakil rakyat bersama-sama bagaimana pangan kuat sehingga swasembada pangan terwujud,” katanya.

Jumantoro juga menyerukan pembubaran Badan Pangan Nasional (Bapanas). “Bapanas bukan Badan Pangan Nasional, tapi Badan Pengimpor Pangan Nasional,” sindirnya.

APPI Jatim lebih suka pemerintah merevitalisasi peran Bulog (Badan Urusan Logistik) sebagai penyangga ketahanan nasional. “Mendingan Bulog saja difungsikan. Dengan demikian ke depan gudang Bulog tidak lagi berisi beras impor, tapi beras lokal. Bapanas hanya menghabiskan anggaran. Lebih baik dibubarkan. Alihkan anggarannya ke subsidi pupuk. Kalau tidak mampu, alihkan ke subsidi hasil,” kata Jumantoro.

APPI menagih janji Presiden Joko Widodo. “Katanya Presiden akan menambah alokasi pupuk subsidi. Tapi sampai detik ini hanya kabar baik. Kami berharap itu diikuti perubahan sistem yang selama ini bukan mempermudah petani, tapi mempersulit,” kata Jumantoro.

APPI Jatim berharap alur distribusi pupuk dari negara sampai ke petani bisa disamakan dengan alur distrubusi bahan bakar minyak yang mudah. “Tidak ada batasan, los gas gak rewel subsidinya sampai ratusan triliun rupiah. Tapi untuk petani yang minta subsidi hanya di bawah Rp 100 triliun, hanya katanya katanya,” kata Jumantoro.

Janji penambahan alokasi kuota pupuk bersubsidi juga tak segera terealisasi. “Mulai Januari hanya katanya katanya. Sampai hari ini belum terimplementasi nyata dan sistemnya tetap. Namanya portal belum dibuka, bahkan banyak petani yang sudah kelimpungan dan malas mengambil pupuk subsidi karena alokasinya terlalu sedikit, ruwetnya setengah mati,” kata Jumantoro.

Petani asal Desa Candijati Arjasa ini juga mendesak pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dari Rp 5 ribu menjadi Rp 7 ribu. “Sehingga petani betul-betul berdaya, bukan tak berdaya,” katanya.

Jika kebijakan hanya retorika, Jumantoro meramalkan, kehancuran ketahanan pangan Indonesia benar-benar terjadi. “Saat ini saja dengan alokasi pupuk untuk padi hanya 2 kuintal dan jagung 2,5 kuintal, bukan peningkatan pangan yang dirasakan tapi penurunan pangan. Ke depan mengancam kedaulatan pangan kita,” keluhnya.

Para petani ditemui Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Jember Bambang Saputro dan Kepala Bidang Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dinas Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Sri Agiyanti.

“Kami mulai awal Desember tahun lalu sudah menyampaikan permohonan revisi RDKK (Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok), karena memang banyak nama (petani) yang hilang. Jatah pupuk bersubsidi di Jember sekarang 50 persen dari yang kemarin. Kalau tidak salah 38 ribu ton,” kata Sri.

Sri berharap petani mulai mengintensifkan penggunaan pupuk organik. Apalagi Pemkab Jember saat ini mempunyai pabrik yang memproduksi pupuk organik sendiri yang dibagikan gratis untuk petani.

Aksi unjuk rasa ditutup dengan buka bersama sembari lesehan di trotoar depan kantor Pemkab Jember. [wir]