Jakarta: Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial.
Kali ini, Trump memberlakukan tarif impor baru yang langsung mengguncang pasar keuangan global.
Saham-saham raksasa teknologi AS anjlok, Bitcoin ikut terpukul, sementara harga emas meroket ke level tertinggi.
Lalu, bagaimana kebijakan ini bisa memengaruhi ekonomi dunia? Yuk, kita bahas tuntas!
Tarif baru Trump, siapa yang kena?
Kebijakan tarif yang diumumkan Trump mencakup tarif 25 persen untuk semua mobil impor mulai 3 April, tarif 10 persen untuk semua barang impor mulai 5 April.
Tarif khusus untuk beberapa negara yang berlaku mulai 9 April:
– Tiongkok: 34 persen
– Vietnam: 46 persen
– Taiwan: 32 persen
– Korea Selatan: 25 persen
– Uni Eropa: 20 persen
– Swiss: 31 persen
Menurut Trump, kebijakan ini bertujuan melindungi ekonomi AS yang dianggapnya sudah dirugikan oleh perdagangan yang tidak adil selama puluhan tahun.
Namun, efeknya justru langsung terasa di pasar global.
Saham AS dan Bitcoin terpukul!
Sejak pengumuman tarif baru ini, pasar saham AS mengalami tekanan hebat Nasdaq 100 turun 2,3 persen dan S&P 500 anjlok 1,7 persen
Saham teknologi babak belur. Tesla (TSLA) -8 persen, Palantir (PLTR) -8 persen, Apple (AAPL) -7 persen, Amazon (AMZN) -6 persen, Nvidia (NVDA) -6 persen.
Saham ritel seperti Nike (NKE) dan Walmart (WMT) juga turun 7 persen
Sementara itu, Bitcoin yang semula naik ke USD87.000 langsung turun ke USD83.000 setelah detail tarif diumumkan.
Ini menunjukkan bahwa investor cenderung menghindari aset berisiko saat terjadi ketidakpastian ekonomi.
Harga emas meroket!
Di tengah gonjang-ganjing kebijakan tarif ini, harga emas melesat ke rekor baru mendekati USD3.200 per ounce. Emas selalu menjadi aset safe haven atau ‘tempat berlindung’ saat pasar sedang tidak stabil.
Investor lebih memilih mengalihkan dana ke emas karena lebih aman dibanding saham atau kripto.
Dampak ke ekonomi dunia, inflasi bisa meledak?
Analyst Reku Fahmi Almuttaqin, menilai kebijakan tersebut apabila benar akan diimplementasikan sepenuhnya, dapat berpotensi kembali memicu kenaikan inflasi dan akan semakin menunda dimulainya kembali tren penurunan suku bunga.
“Selain itu, kekhawatiran pasar terhadap ketidakpastian yang ada dapat membuat investor menjadi lebih berhati-hati terhadap instrumen investasi berisiko tinggi seperti aset crypto dan saham yang dapat memberikan tekanan harga lanjutan,” jelas Fahmi dalam keterangan tertulis, Kamis, 3 April 2025.
Akan tetapi terlepas dari itu, dampak sebenarnya dari kebijakan yang akan diambil tersebut
sebenarnya belum dapat sepenuhnya dilihat saat ini karena hal itu akan ditentukan oleh
perilaku konsumen dan bagaimana sektor bisnis menyikapi peraturan baru tersebut.
“Apabila dampak yang akan terjadi lebih mengarah kepada meningkatnya pengangguran dan terjadinya resesi ekonomi, kebijakan pelonggaran seperti dengan menurunkan suku
bunga mungkin akan dipertimbangkan oleh The Fed. Selain itu, kebijakan yang ada juga
dapat berubah sewaktu-waktu khususnya jika mempertimbangkan rekam jejak Trump sejak
dilantik pada Januari lalu, yang banyak disinyalir menggunakan tarif impor sebagai alat
negosiasi politik.” tutur dia.
Strategi investasi
Bagi investor yang punya profil risiko tinggi, koreksi ini bisa menjadi peluang buy on weakness untuk mendapatkan harga saham atau kripto di level yang lebih murah.
Namun, bagi investor pemula, strategi seperti Dollar Cost Averaging (DCA) bisa menjadi solusi yang lebih aman. Dengan metode ini, investor membeli aset secara berkala tanpa harus khawatir dengan fluktuasi jangka pendek.
“Investor tetap harus cermat dalam memilih aset untuk diakumulasi. Bagi investor yang tidak terlalu agresif, aset-aset dengan kapitalisasi pasar dan likuiditas terbesar menjadi opsi yang dapat dieksplorasi lebih lanjut,” ucap dia.
Apakah ini saatnya panic sell atau justru kesempatan untuk mengoleksi aset murah? Keputusan ada di tanganmu!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(ANN)