Trump Bertemu PM Starmer Hasilkan Investasi Rp3.365 Triliun di Inggris

Trump Bertemu PM Starmer Hasilkan Investasi Rp3.365 Triliun di Inggris

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Inggris mengumumkan berhasil mengamankan investasi senilai £150 miliar atau sekitar Rp3.365 triliun dari Amerika Serikat yang diharapkan dapat menciptakan 7.600 lapangan kerja baru.

Melansir BBC pada Jumat (19/9/2025), pengumuman ini disampaikan bertepatan dengan penandatanganan Tech Prosperity Deal oleh Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, yang mencakup komitmen investasi dari raksasa teknologi seperti Microsoft dan Google.

Dari total investasi £150 miliar, sekitar £90 miliar akan datang dari Blackstone dalam 10 tahun ke depan, meski detail penggunaannya belum sepenuhnya ditentukan. Pada Juni lalu, perusahaan ekuitas swasta AS itu juga mengumumkan rencana investasi £370 miliar di Eropa dalam kurun waktu sama.

Melalui kesepakatan teknologi ini, Inggris dan AS akan memperkuat kerja sama di bidang kecerdasan buatan (AI), komputasi kuantum, hingga energi nuklir. Microsoft berkomitmen menggelontorkan £22 miliar dalam empat tahun, sementara Google akan menginvestasikan £5 miliar untuk memperluas pusat data di Hertfordshire.

Menteri Bisnis dan Perdagangan Peter Kyle menilai masuknya investasi jumbo dari AS menunjukkan kepercayaan terhadap strategi industri Inggris. 

“Rekor investasi ini akan menciptakan ribuan pekerjaan berkualitas tinggi di seluruh Inggris,” katanya.

Starmer menyebut masuknya investasi jumbo tersebut sebagai bukti kekuatan ekonomi Inggris sekaligus sinyal bahwa negaranya terbuka, ambisius, dan siap memimpin.

“Ini adalah tonggak penting bagi perekonomian Inggris,” ujarnya.

Meski diharapkan dapat mendorong pertumbuhan lapangan kerja, data Office for National Statistics (ONS) menunjukkan pasar tenaga kerja domestik justru sedang melemah. 

Jumlah pekerja pada daftar gaji turun 127.000 sepanjang tahun hingga Agustus 2025, sementara jumlah lowongan juga merosot 14% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Biaya operasional yang kian tinggi, termasuk kewajiban pembayaran upah minimum dan iuran asuransi nasional, disebut banyak perusahaan sebagai alasan menahan investasi. 

Industri farmasi juga menyoroti masalah regulasi. Merck membatalkan rencana investasi £1 miliar dan memindahkan riset ke AS, sementara AstraZeneca menunda proyek senilai £200 juta di Cambridge yang sebelumnya diproyeksikan menyerap 1.000 tenaga kerja.

Tak hanya itu, aliran investasi justru bergerak ke arah sebaliknya. GSK, misalnya, menyiapkan hampir £22 miliar untuk riset dan manufaktur di AS dalam lima tahun.

Mantan Wakil Perdana Menteri Inggris Sir Nick Clegg mengkritisi kesepakatan ini sebagai remah dari meja Silicon Valley. Menurutnya, Inggris masih menghadapi masalah mendasar: perusahaan rintisan dan talenta lokal kerap berakhir di AS demi mencari pendanaan.

“Bukan hanya teknologi yang kita impor, tapi juga orang-orang dan ide terbaik yang kita ekspor,” tegas Clegg.