Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons soal transaksi pembayaran melalui uang elektronik hingga Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang ikut kena penaikan PPN jadi 12 persen.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti menjelaskan, jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN. Ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
“Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru. Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu, Dwi Astuti dalam keterangannya, Sabtu, 21 Desember 2024.
Contoh Perhitungan Pengenaan PPN Uang Elektronik
Sebagai contoh, ketika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi tersebut yang dikenakan PPN. Jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110.
Bila PPN naik menjadi 12 persen nantinya, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp120, sehingga total biaya menjadi Rp1.120. Sedangkan ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.
Perhitungan Pengenaan PPN Saat Bertransaksi Pakai QRIS
Dwi memberikan contoh pengenaan PPN 12 persen transaksi pakai QRIS. Ia menggunakan ilustrasi masyarakat yang membeli TV pada Desember 2024 seharga Rp5 juta, maka atas pembelian tersebut, terutang PPN sebesar Rp550 ribu, sehingga total harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat adalah sebesar Rp5.550.000.
“Atas pembelian TV tersebut, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat tidak berbeda baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya. Artinya, jasa sistem pembayaran melalui QRIS bukan merupakan objek pajak baru,” ujar dia.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons soal transaksi pembayaran melalui uang elektronik hingga Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang ikut kena penaikan PPN jadi 12 persen.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti menjelaskan, jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN. Ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
“Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru. Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu, Dwi Astuti dalam keterangannya, Sabtu, 21 Desember 2024.
Contoh Perhitungan Pengenaan PPN Uang Elektronik
Sebagai contoh, ketika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi tersebut yang dikenakan PPN. Jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110.
Bila PPN naik menjadi 12 persen nantinya, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp120, sehingga total biaya menjadi Rp1.120. Sedangkan ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.
Perhitungan Pengenaan PPN Saat Bertransaksi Pakai QRIS
Dwi memberikan contoh pengenaan PPN 12 persen transaksi pakai QRIS. Ia menggunakan ilustrasi masyarakat yang membeli TV pada Desember 2024 seharga Rp5 juta, maka atas pembelian tersebut, terutang PPN sebesar Rp550 ribu, sehingga total harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat adalah sebesar Rp5.550.000.
“Atas pembelian TV tersebut, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat tidak berbeda baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya. Artinya, jasa sistem pembayaran melalui QRIS bukan merupakan objek pajak baru,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(RUL)