Topik: TKDN

  • Tarif AS Bikin Pasar RI Berpotensi Banjir Tekstil Impor, Pemerintah Jangan Salah Ambil Kebijakan – Halaman all

    Tarif AS Bikin Pasar RI Berpotensi Banjir Tekstil Impor, Pemerintah Jangan Salah Ambil Kebijakan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah diminta tidak salah mengambil langkah ketika menyikapi kebijakan tarif impor timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’ dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia sebesar 32 persen.

    Kebijakan yang diumumkan Presiden AS Donald Trump ini akan berlaku pada 9 April 2025 dan berpotensi membawa dampak signifikan bagi industri tekstil di Indonesia.

    Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengingatkan bahwa kebijakan ini berisiko menghancurkan industri tekstil domestik jika tidak ditangani secara bijaksana.

    Redma menjelaskan bahwa sekitar 35 hingga 40 persen hasil produksi tekstil Indonesia diekspor ke AS dengan dominasi pada ekspor pakaian jadi.

    “Pakaian jadinya 60 sampai 70 persen yang kita ekspor ke sana,” kata Redma dalam konferensi pers daring, Jumat (4/4/2025).

    Indonesia sendiri merupakan salah satu eksportir utama pakaian jadi ke AS, menduduki peringkat kelima setelah China, India, Vietnam, dan Bangladesh.

    Dengan posisi yang cukup baik ini, Redma menilai bahwa kebijakan tarif AS bisa menimbulkan perubahan besar bagi industri tekstil Indonesia.

    Redma mengingatkan agar pemerintah tidak salah dalam mengambil sikap terhadap kebijakan ini.

    “Jangan sampai kita salah menyikapi, nanti malah industri tekstilnya yang mendapatkan tekanan. Ekspor kita turun, dalam negerinya juga hancur. Nah ini dua poin yang menurut kami sangat penting disikapi oleh pemerintah,” ujarnya.

    Redma menyebut jangan sampai pemerintah menyikapinya dengan melakukan relaksasi atau bahkan menghapus kebijakan impor.

    Jika ini dilakukan, bukan hanya AS yang bisa memanfaatkan, tetapi negara lain juga akan melihat kesempatan untuk membanjiri pasar Indonesia dengan produk tekstil mereka.

    Perlu diingat, negara-negara seperti China, Vietnam, Bangladesh, dan India juga terkena kebijakan tarif AS dan tentu akan mencari pasar baru untuk produk tekstil mereka.

    Indonesia, dengan pasar besar dan konsumsi yang tinggi, dianggap sebagai tujuan potensial untuk produk-produk mereka.

    “Kalau kita menyikapinya dengan mengurangi atau merelaksasi impor, tentu akan menjadi kesalahan besar karena nanti ekspornya kita enggak dapat, impornya malah tambah banjir,” kata Redma.

    Lebih lanjut, dia memperingatkan bahwa jika kebijakan impor dilonggarkan, industri tekstil dalam negeri akan semakin tertekan, yang bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.

    Redma juga menegaskan pentingnya bagi pemerintah untuk tidak melonggarkan peraturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

  • RI Jangan Salah Respons Trump, PHK Sektor Tekstil Bisa Membludak

    RI Jangan Salah Respons Trump, PHK Sektor Tekstil Bisa Membludak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri tekstil dan produk dari tekstil (TPT) yang iklim usahanya tengah bermasalah di Indonesia, meminta pemerintah untuk cermat merespons kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang mengenakan tarif perdagangan 32% terhadap Indonesia.

    “Kita harus pintar-pintar menyikapi pengenaan tarif resiprokal yang dilakukan pemerintah Trump terhadap banyak negara, termasuk Indonesia,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja saat konferensi pers secara daring, Jumat (4/4/2025).

    Jemmy mengatakan, kebijakan Trump yang mengenakan tarif perdagangan baru terhadap seluruh negara untuk mengurangi defisit perdagangannya, akan menyebabkan kelebihan pasokan berbagai produk, khususnya TPT dunia. Karena, kebijakan itu bisa membuat harga jual berbagai produk ke AS semakin tinggi.

    Bila pemerintah mengambil respons kebijakan Trump itu dengan menerapkan relaksasi impor, dia memastikan Indonesia akan kembali kebanjiran berbagai barang produk impor, khususnya produk TPT sebagaimana beberapa tahun lalu. Kondisi itu bisa membuat iklim industri di dalam negeri lesu hingga menyebabkan gulung tikarnya industri dan berujung PHK para pekerjanya.

    “Jangan sampai Indonesia yang populasinya cukup banyak, menjadi tujuan ekspor, yang tadinya ke negeri Paman Sam diborong ke Indonesia, ini akan buat dampaknya PHK makin parah di sektor TPT,” tutur Jemmy.

    Pernyataan serupa disampaikan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Ia menganggap, arah kebijakan relaksasi impor akan sangat merugikan Indonesia dalam menyikapi kebijakan perang tarif saat ini.

    Ia menekankan, kebijakan perang tarif yang diluncurkan AS ini sebatas untuk mengurangi defisit perdagangannya, bukan dalam rangka untuk meningkatkan hambatan perdagangan serta mendesak pemerintah untuk mengurangi kebijakan TKDN.

    “Kalau kita sikapi dengan kurangi atau relaksasi impor akan jadi kesalahan besar, karena kita ekspor enggak dapat, impor banjir, industri terpukul, PHK di mana-mana,” tuturnya.

    “Ini akan terjadi percepatan PHK, jadi tren yang kemarin kita sama-sama ketahui ada PHK ini bisa lebih kenceng lagi, ini jangan sampai ada salah kebijakan,” tegas Redma.

    Redma mengatakan, kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah ialah untuk menerapkan negosiasi supaya barang bahan baku industri tekstil, seperti kapas bisa kembali ditingkatkan serapannya dari AS.

    Redma mengatakan, serapan bahan baku kapas dari AS ke Indonesia selama ini merosot karena Indonesia sudah kebanyakan impor pakaian jadi. Padahal, dulu serapannya sangat tinggi dan bisa diolah di dalam negeri untuk menjadi benang pintalan, hingga kain.

    Ia mengatakan, dulu impor kapas dari AS bisa mencapai US$ 300 juta, sekarang hanya tersisa US$ 140 juta karena Indonesia kebanyakan impor pakaian jadi. Padahal, AS tidak memiliki kapasitas untuk memproduksi benang pintalan hingga kain.

    “Karena AS tidak bisa supply benang dan kain, mereka hanya bisa supply kapas. Kalau ini bisa masuk lagi, industri pemintalan utiliasasinya untuk tenun hingga rajut semua akan naik dan tarif bea masuk kita ke AS bisa turun, ini kita bisa sekali kayuh dapat banyak kalau kita mau serius sikapi ini,” tegasnya.

    Sebagai informasi, maraknya PHK di industri TPT sudah terjadi sejak masa Covid-19. Berdasarkan data APSyFI, sejak 2019 hingga 2023, sekitar 214 ribu pekerja tekstil (di luar sektor garmen) telah kehilangan pekerjaannya. Pada 2023, jumlah tenaga kerja di sektor TPT tercatat sebanyak 3.765 juta orang.

    Namun, situasi memburuk drastis pada 2024. Berdasarkan data APSyFI per Januari-Oktober 2024, ada sekitar 319 ribu pekerja TPT yang kehilangan pekerjaan. Artinya, jumlah tenaga kerja di industri TPT per Oktober 2024 hanya tinggal 3.446 juta orang.

    Di sisi lain, APSyFI mencatat, total ada 60 pabrik yang telah melakukan efisiensi dengan pengurangan produksi maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) massal selama 3 tahun terakhir. Setidaknya, dari angka itu, ada lebih 30 pabrik yang dikonfirmasi telah tutup atau berhenti produksi secara total.

    (haa/haa)

  • Dominasi China di Sektor TIK RI Berpotensi Menguat Imbas Kebijakan Tarif Trump

    Dominasi China di Sektor TIK RI Berpotensi Menguat Imbas Kebijakan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Impor perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Indonesia yang berasa dari China berpotensi menguat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif timbal balik atau Reciprocal Tariffs 32% bagi produk dari RI. 

    Direktur eksekutif CORE Indonesia (Center of Reform on Economics/CORE) Mohammad Faisal menduga permasalahan iPhone menjadi salah satu penyebab Indonesia dikenakan kebijakan tarif timbal balik yang tinggi oleh AS. 

    Pemerintah sempat mempersulit iPhone 16 untuk masuk ke Tanah Air dengan alasan belum memenuhi standar TKDN. Selain itu, Apple juga disebut belum memenuhi komitmen investasi mereka di Indonesia, sehingga produk Apple terhambat untuk masuk ke Indonesia. 

    Maka dari itu, Faisal memperkirakan ke depan Indonesia berpotensi menyerap produk-produk dari negara lain, seperti China, ketimbang barang-barang teknologi dari AS.

    Selain karena jawaban atas tarif timbal balik AS, juga mempertimbangkan harga perangkat-perangkat China yang relatif lebih murah. 

    “Impor dari negara alternatif seperti China yang produknya juga makin meningkat kualitasnya sementara harganya jauh lebih rendah dibanding produk AS,” ujar Faisal kepada Bisnis, Jumat (4/4/2025). 

    Faisal menambahkan kebijakan tarif timbal balik menghadirkan peluang dan tantangan bagi ekspor TIK Indonesia ke AS. 

    Indonesia bisa menangkap peluang dengan menyiapkan produk ekspor IT untuk menggantikan pasar China, Kanada, dan Meksiko, di Amerika Serikat. Ketiga negara dikenakan tarif timbal balik yang lebih tinggi dari Indonesia, yang berarti secara harga Indonesia seharusnnya lebih diuntungkan. 

    Di sisi lain, produk ekspor TIK Indonesia juga bisa digantikan oleh negara lain, yang terbebas dari tarif timbal balik AS. 

    “Ada potensi bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika diambil oleh produk-produk serupa dari Amerika,” kata Faisal.

    Sementara itu, Pengamat Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward mengatakan kebijakan tarif Trump akan berdampak pada sejumlah produk seperti perangkat lunak, hingga game yang berasal dari Indonesia. 

    “Tentu produk software aplikasi, game dan lainnya akan terdampak (kebijakan ini),” tuturnya.

    Diberitakan sebelummya, Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia. Kebijakan itu menjadi serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil.

    Trump mengatakan dirinya akan menerapkan tarif minimum 10% pada semua eksportir ke AS dan mengenakan bea masuk tambahan pada sekitar 60 negara dengan ketidakseimbangan perdagangan atau defisit neraca perdagangan terbesar dengan AS.

    “Selama bertahun-tahun, warga negara Amerika yang bekerja keras dipaksa untuk duduk di pinggir lapangan ketika negara-negara lain menjadi kaya dan berkuasa, sebagian besar dengan mengorbankan kita. Namun kini giliran kita untuk makmur,” kata Trump dalam sebuah acara di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat dilansir dari Bloomberg.

    Seperti diketahui, Kanada dan Meksiko sudah menghadapi tarif 25% yang terkait dengan perdagangan narkoba dan migrasi ilegal. Tarif tersebut akan tetap berlaku dan dua mitra dagang terbesar AS tersebut tidak akan terkena rezim tarif baru selama tarif terpisah masih berlaku.

    Pengecualian untuk barang-barang yang tercakup dalam perjanjian perdagangan Amerika Utara yang ditengahi oleh Trump pada masa jabatan pertamanya akan tetap ada.

    China akan dikenakan tarif sebesar 34%. Sementara Uni Eropa akan dikenakan pungutan 20% dan Vietnam akan dikenakan tarif 46%, menurut dokumen Gedung Putih.

    Negara-negara lain yang akan dikenakan tarif impor Trump yang lebih besar termasuk Jepang sebesar 24%, Korea Selatan sebesar 25%, India sebesar 26%, Kamboja sebesar 49%, dan Taiwan sebesar 32%.

  • Tarif Impor Trump, Industri Tekstil dan Alas Kaki Paling Terdampak

    Tarif Impor Trump, Industri Tekstil dan Alas Kaki Paling Terdampak

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perdagangan global, termasuk Indonesia. Namun, di balik tantangan yang muncul, kebijakan ini juga menghadirkan peluang strategis yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonominya.

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai kenaikan tarif ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai ancaman, tetapi juga sebagai kesempatan untuk memperbaiki ketimpangan struktural ekonomi Indonesia.

    “Amerika Serikat, dengan defisit perdagangan barang mencapai US$ 1,2 triliun, tengah berupaya memperbaiki ketimpangan struktural yang selama ini diabaikan,” ujar Hidayat kepada Beritasatu.com, Jumat (4/4/2025).

    Menurutnya, tarif asimetris yang diterapkan banyak negara, termasuk Indonesia, turut berkontribusi terhadap ketidakseimbangan perdagangan global.

    “Indonesia, misalnya, menerapkan tarif rata-rata 8,6% terhadap produk AS, yang juga memengaruhi dinamika perdagangan antara kedua negara,” jelasnya.

    Selain tarif, hambatan non-tarif seperti persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) dinilai lebih merugikan dibandingkan tarif bea masuk itu sendiri.

    Terkait dampak kebijakan tarif impor Trump terhadap ekspor Indonesia, Hidayat menilai kekhawatiran berlebihan di kalangan pelaku usaha tidak sepenuhnya beralasan.

    “Ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang sekitar 12% dari total ekspor nasional—angka yang jauh lebih kecil dibandingkan Vietnam (28%) atau Meksiko (36%),” terangnya.

    Sektor yang paling terdampak adalah industri tekstil dan alas kaki, yang selama ini menghadapi tantangan dalam meningkatkan daya saing.

    “Sektor ini telah lama mengalami masalah struktural akibat kurangnya inovasi dan ketergantungan pada tenaga kerja murah,” tambahnya.

    Meski demikian, Hidayat melihat adanya peluang besar yang bisa dimanfaatkan Indonesia dari kebijakan tarif Trump.

    “Industri elektronik Indonesia, misalnya, dapat beralih dari sekadar perakitan menuju penguasaan teknologi, sebagaimana yang telah dilakukan Vietnam dalam menarik investasi semikonduktor,” ujarnya.

    Selain itu, sektor pertanian dan kelautan Indonesia memiliki potensi besar di pasar Timur Tengah dan Afrika, yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.

    Dalam menghadapi tantangan ini, Hidayat mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih aktif dalam diplomasi perdagangan dengan AS.

    “Indonesia perlu menawarkan kemitraan strategis yang konkret dan transaksional, terutama dalam mineral kritikal, seperti nikel dan timah yang menjadi bahan baku utama bagi industri teknologi AS,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Hidayat mengusulkan langkah strategis seperti memperkuat posisi tawar melalui industrialisasi digital, fokus pada ekspor jasa digital seperti SaaS dan fintech yang tidak terkena tarif bea masuk, dan memanfaatkan diaspora Indonesia di AS untuk memperluas akses pasar.

    Menurutnya, pemerintah Indonesia harus siap keluar dari zona nyaman dan beradaptasi dengan perubahan global untuk memperkuat daya saing di pasar internasional.

    “Masalah utama bukan pada kebijakan tarif impor Trump, tetapi kesiapan kita untuk berubah dan beradaptasi,” pungkasnya.

  • Jelang Pengumuman Tarif Baru Trump, Airlangga Bangun Komunikasi dengan Kongres AS

    Jelang Pengumuman Tarif Baru Trump, Airlangga Bangun Komunikasi dengan Kongres AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa jam sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif impor kepada beberapa negara, termasuk Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjalin komunikasi dengan Anggota Kongres Amerika Serikat (AS).

    Airlangga melaksanakan video conference dengan Anggota Kongres AS dari Partai Republik Carol Miller pada Selasa (1/4/2025). Agenda tersebut membahas beberapa potensi kerja sama antara Indonesia dengan Negeri Paman Sam selama masa pemerintahan Trump.

    Pertemuan virtual tersebut menyoroti pentingnya posisi Indonesia dalam tatanan kawasan Indo-Pasifik. Selain itu juga peran strategis Indonesia dalam beberapa forum multilateral seperti Asean, G20, dan APEC. 

    Melalui peran tersebut, Indonesia dapat membuka peluang kerja sama dengan AS pada beberapa sektor. Dua di antaranya adalah investasi dan perdagangan terhadap komoditas-komoditas strategis antarkedua negara.

    Airlangga menjelaskan bahwa Indonesia sangat mengapresiasi hubungan bilateral yang baik dengan Amerika Serikat, baik dalam kerja sama ekonomi maupun bentuk lainnya. 

    “Untuk mendukung ketahanan pangan domestik, kami berharap bahwa kerja sama perdagangan pada komoditas pangan esensial seperti kacang kedelai dan gandum dapat diteruskan,” katanya melalui keterangan pers Kamis malam (3/4/2025).

    Congresswoman Miller menyampaikan bahwa AS akan berfokus pada tiga aspek yang menjadi prioritas hubungan dengan Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Trump, yaitu kerja sama, stabilitas kawasan, dan keamanan.

    “Good trading partners makes good friends. Kami mengapresiasi peran penting Indonesia dalam kawasan Indo-Pasifik dan ASEAN serta akan terus menjalin hubungan diplomatik secara bilateral yang baik dengan Indonesia,” jelasnya.

    Airlangga menerangkan bahwa selain kerja sama pada perdagangan di sektor pangan, potensi lain yang bisa dijalin yaitu bidang ekonomi bersih seperti carbon capture and storage (CCS) serta mineral kritis dapat diteruskan.

    “Kerja sama strategis dengan Amerika Serikat pada kedua sektor ini dapat secara signfiikan mendorong posisi Indonesia pada sektor ekonomi bersih dan rantai pasok mineral kritis global,” jelas Airlangga.

    Beberapa jam setelah pertemuan tersebut, Trump mengumumkan pengenaan tarif impor terhadap beberapa negara pada Rabu siang waktu setempat.

    Tarif baru tersebut akan mulai berlaku pada 9 April 2025. Trump menganggap kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) kurang adil sehingga menetapkan tarif 32% ke Indonesia.

    Untuk kawasan Asean, tarif yang dikenakan ke Indonesia (32%) lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia (24%) dan Filipina (17%), namun lebih rendah dibandingkan Thailand (36%).

    Sementara itu, Kamboja (49%) menjadi negara dengan tarif timbal balik tertinggi di kawasan Asean, disusul Laos (48%), Vietnam (46%), dan Myanmar (44%).

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih,” tulis keterangan resmi Gedung Putih, dikutip Kamis (3/4/2025). (Surya Dua Artha Simanjuntak)

     

  • Tak Ada yang Lolos dari Sasaran Tarif Dagang Trump

    Tak Ada yang Lolos dari Sasaran Tarif Dagang Trump

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif untuk barang-barang yang masuk ke AS. Tarif ‘timbal balik’ itu menyasar semua tempat.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” kata Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut seperti dilansir BBC, Kamis (3/4/2025).

    Trump mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif itu untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional. Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’.

    Bagan itu memiliki tiga kolom. Kolom pertama berisi daftar negara, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS dan kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenakan AS terhadap barang-barang dari negara itu.

    Bagan tersebut menampilkan tarif 10% untuk impor dari Inggris dan 20% untuk impor Uni Eropa. Indonesia juga muncul pada daftar tarif tersebut.

    Trump mengatakan Indonesia mengenakan tarif sebesar 64% untuk barang-barang dari AS. Dia kemudian mengenakan tarif 32% terhadap barang-barang dari Indonesia yang dijual di AS.

    “Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” katanya.

    Trump secara spesifik menunjuk China dan Uni Eropa. Dia menuding China dan Uni Eropa telah menipu AS dalam perdagangan.

    “Mereka menipu kami. Sungguh menyedihkan melihatnya. Sungguh menyedihkan,” ujarnya.

    Trump mengatakan negara-negara lain telah memperlakukan AS dengan buruk karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada barang AS. Trump mengatakan besaran tarif untuk negara-negara itu ‘kira-kira setengah’ dari yang dikenakan kepada AS.

    “Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara. Kami tidak ingin melakukan itu,” ujarnya.

    Dia kemudian mengungkit lebih dari 80% mobil buatan Korea Selatan dijual di Korea Selatan dan lebih dari 90% mobil yang dijual di Jepang dibuat di Jepang. Sementara, katanya, mobil buatan AS hanya mewakili sebagian kecil di negara-negara tersebut.

    “Itulah sebabnya efektif mulai tengah malam kami akan mengenakan tarif 25% pada semua mobil buatan luar negeri,” kata Trump.

    Lalu, kapan tarif ini akan diberlakukan?

    3 April, 00.00 waktu AS bagian timur (3 April, 13.00 WIB) tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri

    5 April 12.01 (5 April, 13.01 WIB) tarif dasar 10% untuk semua negara

    9 April 12.01 (9 April, 13.01 WIB) tarif timbal balik yang lebih tinggi.

    Tak Ada Tempat yang Lolos dari Tarif Trump

    Foto: The Heard and McDonald Islands (dok. Situs resmi Australian Antartic Program/Matt Curnock)

    Tarif Trump itu bahkan menyasar pulau terpencil yang tidak berpenghuni. Dilansir AFP, tarif global Trump yang diumumkan Rabu (2/4) waktu setempat juga menyasar Kepulauan Heard dan McDonald yang tak dihuni manusia.

    Wilayah Australia di Samudra Hindia sub-Antartika itu dikenai tarif 10% atas semua ekspornya ke AS. Padahal, kepulauan yang diselimuti es itu tidak memiliki penduduk sama sekali, selain banyak anjing laut, penguin, dan berbagai jenis burung.

    Rangkaian titik laut di seluruh dunia, termasuk Kepulauan Cocos (Keeling) Australia dan Komoro di lepas pantai Afrika, juga dikenai tarif baru sebesar 10%. Pencantuman lain yang menarik perhatian ialah pengenaan tarif terhadap Myanmar yang baru saja dihantam gempa magnitudo (M) 7,7 yang menewaskan lebih dari 3.000 orang.

    Kini, ekspor Myanmar ke AS akan menghadapi pungutan baru sebesar 44%. Kepulauan Falkland milik Inggris yang berpenduduk 3.200 orang dan sekitar satu juta penguin juga mendapat hukuman khusus.

    Wilayah Atlantik Selatan yang sebagian besar terkenal karena perang tahun 1982 yang diperjuangkan Inggris untuk mengusir invasi Argentina dihantam tarif sebesar 41% atas ekspor dari wilayah itu ke AS. Sementara, Argentina sebagai calon penguasa Kepulauan Falkland hanya menghadapi tarif baru sebesar 10%.

    Menurut Kamar Dagang Kepulauan Falkland, wilayah tersebut berada di peringkat 173 di dunia dalam hal ekspor global dengan hanya USD 306 juta produk yang diekspor pada tahun 2019, termasuk USD 255 juta dalam ekspor moluska dan USD 30 juta ikan beku.

    Alasan Trump Kenakan Tarif 32% ke RI

    Daftar tarif dari Trump (Foto: Getty Images via AFP/ALEX WONG)

    Dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Trump menyinggung tarif yang dikenakan Indonesia terhadap produk etanol asal AS, yakni 30%. Dia mengatakan tarif itu lebih besar dari yang diterapkan AS untuk produk serupa, yakni 2,5%.

    Trump juga mempersoalkan kebijakan nontarif. Dia menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di berbagai sektor.

    Dia juga menyebut perizinan impor di RI sulit. Trump turut menyoroti kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening dalam negeri.

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih,” demikian ujar Trump.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Alasan Trump Ganjar Indonesia dengan Tarif Impor 32%

    Alasan Trump Ganjar Indonesia dengan Tarif Impor 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut hambatan perdagangan berbasis tarif dan nontarif dengan negara-negara mitra menjadi alasan pemerintahannya mengenakan tarif impor bea masuk perdagangan yang lebih tinggi. Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi sasaran penerapan tarif timbal balik (reciprocal tariff) AS dengan besaran 32%.

    Sebagai informasi, Trump resmi menetapkan tarif minimum sebesar 10% untuk seluruh mitra dagang AS, tak terkecuali negara dalam kategori miskin atau least developed countries (LDCs).

    Sementara itu, negara-negara yang dianggap menerapkan hambatan perdagangan tinggi bagi produk-produk AS akan menjadi sasaran tarif yang lebih besar di kisaran 40% sampai dengan 50%. Kebijakan itu diumumkannya di Gedung Putih pada Rabu sore (2/4/2025), waktu setempat. 

    Trump yang terkenal dengan kebijakan proteksionis itu mengemukakan kondisi defisit neraca dagang AS merupakan salah satu faktor mengapa kebijakan tarif impor diberlakukan. Salah satu aspek yang ia soroti adalah kurangnya azas timbal balik pada hubungan dagang dengan negara-negara lain. 

    “Sebagaimana terindikasi pada defisit tahunan perdagangan barang AS yang besar dan terus menerus, hal ini merupakan ancaman yang luar biasa terhadap keamanan nasional dan ekonomi AS,” ujarnya, dikutip dari keterangan resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025). 

    Trump pun mengakui bahwa defisit neraca perdagangan yang terus menerus dialami AS berdampak pada pelemahan sektor manufaktur di negaranya.

    Trump juga menyoroti perbedaan jomplang antara besaran tarif rata-rata yang diterapkan oleh AS dan negara mitranya atas barang-barang yang diperdagangkan. Dia memberi contoh besaran tarif untuk impor kendaraan yang masuk AS di level 2,5%, sementara Uni Eropa, India dan China masing-masing menerapkan tarif rata-rata sebesar 10%, 70% dan 15% untuk produk serupa.

    Untuk saklar jaringan, AS menerapkan tarif impor 0%, sementara itu India menerapkan 10%. 

    “Brasil dan Indonesia menerapkan tarif lebih tinggi untuk etanol yakni 18% dan 30%, jauh dari AS yakni 2,5%,” paparnya.

    Ada pula hambatan nontarif yang dinilainya berimpak pada pelemahan sektor manufaktur negeri Paman Sam. Trump menyebut hambatan-hambatan nontarif itu meliputi hambatan impor dan pembatasan perizinan; hambatan bea cukai dan kekurangan dalam fasilitasi perdagangan; hambatan teknis terhadap perdagangan (misalnya, standar pembatasan perdagangan yang tidak perlu, prosedur penilaian kesesuaian, atau peraturan teknis); dan tindakan sanitasi dan fitosanitasi yang membatasi perdagangan secara tidak perlu tanpa memajukan tujuan keselamatan. 

    Kemudian, rezim paten, hak cipta, rahasia dagang, dan merek dagang yang tidak memadai dan penegakan hak kekayaan intelektual yang tidak memadai; persyaratan perizinan atau standar peraturan yang diskriminatif; hambatan terhadap arus data lintas batas dan praktik diskriminatif yang memengaruhi perdagangan produk digital; hambatan investasi; subsidi; serta praktik anti persaingan. 

    “Diskriminasi yang menguntungkan perusahaan milik negara dalam negeri, dan kegagalan pemerintah dalam melindungi standar ketenagakerjaan dan lingkungan; penyuapan; dan korupsi,” jelasnya.

    Niat Asli Trump

    Meski demikian, niat Presiden Trump mengenakan tarif impor ke negara-negara mitra dagangnya dinilai tidak jauh dari ambisinya untuk mengurangi defisit anggaran negaranya.

    Ekonom senior dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menjelaskan bahwa defisit anggaran pemerintahan AS tahun ini diperkirakan menembus 6,3% dari PDB dan utang mencapai US$56 triliun pada 2034. 

    Wijayanto menilai tarif adalah pajak yang terselubung, karena pada akhirnya harga barang impor yang masuk ke AS menjadi lebih tinggi di tingkat konsumen. 

    “Tarif adalah pajak terselubung, yang bisa dinarasikan sebagai upaya melindungi industri dan menciptakan lapangan kerja. Padahal, yang membayar tarif adalah konsumen AS, dan bagi pemerintah federal, tarif adalah pendapatan negara,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (3/4/2025).

    Adapun kebijakan-kebijakan di Indonesia seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), persyaratan impor yang sulit hingga Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam atau DHE SDA 100% sempat ditengarai menjadi faktor pemicu Trump memasukkan Indonesia ke daftar negara-negara yang dikenakan tarif resiprokal. 

    Belum lagi, AS adalah mitra dagang utama Indonesia. Posisinya terbesar kedua setelah China. 

    Namun demikian, Wijayanto menilai TKDN dan aspek lainnya bukanlah hal penting, melainkan hanya justifikasi yang dicari-cari oleh Trump. 

    “Intinya, Trump ingin menghukum negara yang lebih kompetitif dari AS, untuk memperbaiki fiskal,” paparnya.

    Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menyampaikan pendapat serupa. Menurutnya, kebijakan-kebijakan RI itu sebenarnya tidak terkait langsung dengan tarif impor Trump. Apalagi, janji untuk mengganjar tarif impor 10% dan lebih untuk beberapa negara tertentu sudah lama digembor-gemborkan Trump sejak memenangkan Pilpres kedua kalinya pada 2024.

    Misalnya, Trump sudah lebih dulu mengenakan tarif impor yang besar ke dua negara tetangannya yakni Kanada dan Meksiko sebelum pengumuman Rabu kemarin. 

    “Ini berlaku bukan hanya untuk Indonesia saja, tetapi untuk banyak negara di dunia, terutama yang memiliki surplus perdagangan terhadap AS atau punya kedekatan dengan China,” terang Deni saat dihubungi.

    Meski demikian, lanjut Deni, bukan berarti kebijakan-kebijakan RI itu sama sekali tidak berdampak kepada penetapan tarif impor 32% itu. Dia menilai kebijakan “America First” dari Trump sejatinya memang bertujuan untuk membalas kebijakan-kebijakan negara lain yang dianggap tidak adil atau merugikan kepentingan bisnis atau perusahaan-perusahaan di AS.  

    Adapun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, sejumlah komoditas dari Indonesia yang paling banyak diekspor ke AS adalah elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, minyak sawit, karet, furnitur, udang dan produk-produk perikanan laut.

  • Fakta-Fakta soal Tarif Trump: Alasan RI Kena 32% hingga Sektor Terdampak

    Fakta-Fakta soal Tarif Trump: Alasan RI Kena 32% hingga Sektor Terdampak

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi mengumumkan tarif timbal balik ke ratusan negara mitra dagangnya pada Selasa (2/4/2025) waktu setempat. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak kebijakan tersebut.

    Kebijakan ini menetapkan bahwa semua negara akan dikenakan tarif setidaknya 10% ke depannya, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar.

    Alasannya, seperti yang disampaikan dalam banyak pidatonya, Trump ingin mewujudkan anggaran berimbang (balance budget) alias defisit APBN nol persen terhadap produk domestik bruto dalam masa pemerintahannya.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.

    Berikut Fakta-Fakta Kebijakan Tarif Trump:

    1. Indonesia Kena Tarif 32%

    Indonesia menjadi salah satu negara yang disoroti Trump. AS menganggap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) kurang adil yang diterapkan pemerintah Indonesia tidak adil.

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih,” tulis keterangan resmi Gedung Putih, dikutip Kamis (3/4/2025).

    Akibatnya, Trump memutuskan menetapkan tarif 32% atas barang-barang impor asal Indonesia.

    2. Lebih Rendah dari Vietnam, Lebih Tinggi dari Malaysia

    Untuk di kawasan Asean, tarif yang dikenakan ke Indonesia (32%) lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia (24%) dan Filipina (17%).

    Sementara itu, Kamboja (49%) menjadi negara dengan tarif timbal balik tertinggi di kawasan Asean, disusul Laos (48%), Vietnam (46%), Myanmar (44%), dan Thailand (36%). Adapun, Singapura menjadi negara di Asean dengan tarif terendah yang dikenakan oleh AS yaitu 10%.

    3. 10 Negara dengan Tarif Tertinggi

    Dari 60 negara lebih yang dikenai tarif Trump, ada sembilan negara yang dikenakan tarif impor jumbo di kisaran 40% hingga 50%. Berikut 10 negara dengan yang Trump kenakan tarif terbesar:

    Lesotho (50%), Kamboja (49%), Laos (48%), Madagaskar (47%), Vietnam (46%), Sri Lanka (44%), Myanmar (44%), Suriah (41%), Mauritius (40%) dan Irak (39%).

    4. Jadwal pemberlakuan

    Meski sudah resmi diumumkan, kebijakan tarif timbal balik Trump tersebut tidak langsung berlaku. Nantinya, kebijakan tarif baru mulai berlaku pada 9 April 2025 pukul 00.01 waktu setempat.

    Sementara itu, tarif dasar 10% ke semua negara akan mulai berlaku pada 5 April 2025 pukul 00.01 waktu setempat.

    “Tarif ini akan tetap berlaku sampai Presiden Trump menentukan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh defisit perdagangan dan perlakuan nontimbal balik yang mendasarinya telah terpenuhi, diselesaikan, atau dikurangi,” tulis keterangan resmi Gedung Putih.

    5. Alasan RI kena tarif 32%

    Saat ini, produk Indonesia dikenakan tarif impor sekitar 10% di AS. Kendati demikian, beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.

    Oleh sebab itu, kenaikan tarif menjadi 32% untuk barang-barang Indonesia ke AS tentu akan berefek besar ke industri Tanah Air. Apalagi, AS merupakan penyumbang surplus perdagangan terbesar pada 2024 yaitu sebesar US$16,8 miliar.

    Belum lagi hampir semua ekspor komoditas utama Indonesia ke AS meningkat pada tahun 2024. Sebagian besar barang Indonesia yang diekspor ke AS adalah juga merupakan hasil manufaktur seperti peralatan listrik, alas kaki, hingga tekstil—bukan komoditas mentah.

    Sementara dari sisi AS, Indonesia merupakan penyumbang defisit terbesar ke-15.

    6. Sektor Terdampak

    Pemerintah Indonesia buka suara atas penerapan tarif impor timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu sore (2/4/2025) waktu setempat. Pemerintah disebut siap mengirim delegasi untuk menemui pejabat pemerintah AS.

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam pernyataan resmi mengakui pengenaan tarif timbal balik Trump akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.

    Selama ini, sambungnya, ekspor utama Indonesia ke pasar AS mencakup produk elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, minyak sawit (palm oil), karet, furnitur, serta udang dan produk-produk perikanan laut.

    Susi menjelaskan pemerintah akan menghitung dampak pengenaan tarif baru terhadap sektor-sektor tersebut secara khusus dan perekonomian nasional secara umum. Dia menegaskan pemerintah juga akan mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatifnya.

    Sementara itu, mengacu pada dokumen Komoditas Ekspor Utama Indonesia ke Amerika Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode Januari – Maret 2023, tiga komoditas utama yang menyumbang surplus ialah mesin & perlengkapan listrik, pakaian bukan rajutan dan pakaian rajutan.

    Berikut daftar 10 produk yang paling banyak diekspor ke AS periode Januari – Maret 2023:   

    1. Mesin & perlengkapan listrik (HS 85) : US$1.002,8 juta (share 17,21%) 

    2. Pakaian bukan rajutan (HS 62) : US$552,5 juta (share 9,48%) 

    3. Pakaian rajutan (HS 61) : US$519,0 juta (share 8,91%) 

    4. Alas kaki (HS 64) : US$466,5 juta (share 8,01%) 

    5. Minyak hewani/nabati (HS 15) : US$455,2 juta (share 7,81%) 

    6. Karet dan produk karet (HS 40) : US$428,9 juta (share 7,36%) 

    7. Perabotan (HS 94) : US$338,7 juta (share 5,81%) 

    8. Ikan dan krustasea (HS 03) : US$284,0 juta (share 4,87%) 

    9. Olahan daging dan ikan (HS 16) : US$190,6 juta (share 3,27%) 

    10. Barang dari kulit samak (HS 42) : US$181,3 juta (share 3,11%)

  • Terkuak Alasan Trump Kenakan Tarif Impor 32 Persen ke Indonesia

    Terkuak Alasan Trump Kenakan Tarif Impor 32 Persen ke Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan tarif impor yang baru saja diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah membuat geger seluruh dunia, termasuk Indonesia. Apalagi Indonesia dikenakan tarif impor yang tinggi hingga 32%, bahkan termasuk yang paling tinggi di antara beberapa negara ASEAN. Apa pertimbangannya?

    Dikutip dari laman resmi Whitehouse.gov, Kamis (3/4/2025), alasan Trump mengenakan tarif impor yang tinggi pada Indonesia dan juga negara lainnya karena Trump sedang berupaya menciptakan persaingan yang adil bagi bisnis dan pekerja di negaranya.

    Salah satu langkah yang diambil Trump adalah dengan menghadapi ketidakadilan dalam perbedaan tarif dan hambatan nontarif yang diberlakukan oleh negara-negara lain. Pasalnya selama beberapa generasi, banyak negara dinilai telah memanfaatkan AS dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi. Salah satu negara yang dimaksud adalah Indonesia.

    “Indonesia mengenakan tarif yang lebih tinggi (sebesar 30%) terhadap etanol dibandingkan Amerika Serikat (sebesar 2,5%),” tulis pernyataan resmi di situs web Gedung Putih.

    Pertimbangan lainnya karena Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor. Contohnya kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk berbagai produk. Pemerintah AS juga menilai rezim perizinan impor di Indonesia kompleks.

    Selain itu, mulai tahun ini, Indonesia mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih.

    Pemerintah Indonesia sedianya akan memberikan respons terkait kebijakan tarif impor Donald Trump pada Kamis (3/4/2025) pukul 11.00 WIB. Namun, rencana tersebut terpaksa ditunda karena memerlukan pembahasan yang komprehensif di tataran masing-masing kementerian atau lembaga.

  • Ini Alasan Trump Kenakan Tarif 32% untuk Barang Indonesia yang Masuk ke AS

    Ini Alasan Trump Kenakan Tarif 32% untuk Barang Indonesia yang Masuk ke AS

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif 32% untuk barang asal Indonesia yang masuk ke AS. Tarif itu merupakan ‘timbal balik’ karena Indonesia mengenakan tarif terhadap barang dari AS yang masuk ke RI.

    Dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025), Trump menyinggung tarif yang dikenakan Indonesia terhadap produk etanol asal AS, yakni 30%. Dia mengatakan tarif itu lebih besar dari yang diterapkan AS untuk produk serupa, yakni 2,5%.

    Selain itu, Trump juga mempersoalkan kebijakan nontarif. Dia menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di berbagai sektor, perizinan impor yang sulit hingga kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening dalam negeri.

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih,” demikian ujar Trump.

    Trump sebelumnya mengumumkan kebijakan tarif timbal balik. Dia mengatakan barang-barang AS telah dikenai tarif yang tidak adil di berbagai negara sehingga sudah saatnya AS mengenakan tarif yang setara.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” kata Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut seperti dilansir BBC.

    Dia mengatakan uang yang dihasilkan dari tarif baru itu akan digunakan untuk mengurangi pajak warga AS dan membayar utang AS. Trump juga menunjukkan bagan berjudul ‘Tarif Timbal Balik’ yang memiliki tiga kolom.

    Dia mengatakan Indonesia telah mengenakan tarif 64% untuk barang-barang dari AS. Trump pun mengenakan tarif 32% untuk barang dari Indonesia yang masuk ke AS.

    “Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” katanya dilansir BBC.

    Trump mengatakan dirinya hanya mengenakan tarif setengah dari apa yang diterapkan berbagai negara terhadap produk AS. Dia mengaku bisa saja mengenakan tarif yang setara, namun enggan melakukannya.

    “Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara. Kami tidak ingin melakukan itu,” ujar Trump seraya menyebut terkadang kawan lebih buruk daripada lawan dalam hal perdagangan.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini