Topik: TKDN

  • Produk Kelistrikan RI Bisa Kena Getahnya Usai Trump Kenakan Tarif 32%

    Produk Kelistrikan RI Bisa Kena Getahnya Usai Trump Kenakan Tarif 32%

    Jakarta

    Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah melakukan negosiasi terkait kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Indonesia dikenakan tarif balasan sebesar 32%.

    Dewan Pengurus Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) menjelaskan penerapan tarif impor oleh AS akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor bagi produk kelistrikan dari Indonesia, karena dalam beberapa tahun terakhir industri ini mendapat kesempatan ekspor ke AS serta beberapa negara lainnya. Produk yang diekspor itu seperti Transformator Tenaga, Transformator Distribusi, Panel Listrik Tegangan Menengah, Panel Listrik Tegangan Rendah, Meter Listrik (kWh Meter).

    “Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar internasional, dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” kata APPI dalam keterangannya, Sabtu (5/4/2025).

    Selain itu, APPI juga khawatir Indonesia malah menjadi alternatif ekspor produk dari negara yang terdampak tarif Trump. Untuk itu, APPI meminta pemerintah melindungi industri dalam negeri.

    “Pasar domestik Indonesia, merupakan secondary market, size besar dan dengan daya beli tinggi. Oleh karena itu, perlu bagi industri atau asosiasi industri meminta perlindungan dari pemerintah atas pemberlakuan kebijakan BMI (Bea Masuk Imbalan) AS tersebut,” terang APPI.

    Banjirnya impor dari berbagai negara dikhawatirkan industri peralatan listrik akan bernasib sama dengan produk tekstil dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara manufaktur.

    Hal tersebut dikarenakan pengenaan bea masuk 0% untuk produk produk dari Asia Tenggara, China dan India sementara di dalam negeri sudah mampu untuk menghasilkan produk produk tersebut.

    “Yang menjadi kendala utama adalah tidak tersedianya bahan baku di dalam negeri, sehingga kita tergantung dengan impor, sementara di negara negara lain, China contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” lanjut keterangan APPI.

    Selain itu, APPI meminta agar kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespon kebijakan kenaikan BMI AS. Kebijakan TKDN telah terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.

    Kebijakan TKDN juga telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini.

    “Pelonggaran kebijakan TKDN akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia,” ungkap keterangan APPI.

    Apabila Kebijakan TKDN pemerintah Indonesia dianggap sebagai salah satu penyebab terbitnya kebijakan BMI AS tersebut perlu dibicarakan secara bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah AS, selektif produk apa yang diinginkan oleh Amerika Serikat untuk tidak dikenakan kebijakan TKDN ini.

    APPI juga mendorong agar pemerintah merespons perang tarif dengan tarif juga. Jangan isu perang tarif digeser pada isu NTM (Non Tariff Measure) atau NTB (Non Tariff Barrier). Kalau perlu, pemerintah Indonesia beri tarif masuk 0 (nol) persen pada produk manufaktur kelistrikan AS.

    (ada/ara)

  • Bos The Fed Peringatkan Trump soal Tarif: Bisa Picu Kenaikan Inflasi

    Bos The Fed Peringatkan Trump soal Tarif: Bisa Picu Kenaikan Inflasi

    Jakarta

    Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memperingatkan dampak besar bagi Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan tarif Presiden Donald Trump terhadap 100 negara atau mitra dagang AS, salah satunya kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi mengancam keberlangsungan kondisi perekonomian AS.

    “(Kebijakan) tarif sangat mungkin menghasilkan setidaknya kenaikan sementara dalam inflasi, ada kemungkinan juga bahwa dampaknya bisa lebih persisten,” kata dia dikutip dari CNN, Sabtu (5/4/2025).

    Dalam keterangan berbeda, Ekonom di JPMorgan bahkan melihat dampak dari kebijakan tersebut kepada ancaman resesi global. Persentase angka resesinya 60% jika tarif tetap diberlakukan.

    Sejauh ini The Fed telah menahan kenaikan suku bunga, karena ada tanda-tanda inflasi melambat. Sempat ada rencana memangkas suku bunga tetapi hal itu tidak dilakukan.

    Pada awal 2025, The Fed memutuskan menahan suku bunga di level 4,25-4,50%. Kala itu ekonomi AS dinilai akan kuat dan inflasi akan terkendali.

    Trump telah mengumumkan kebijakan tarif untuk 100 mitra dagang AS. Dalam daftar itu, China, Malaysia, Thailand, hingga Indonesia menjadi negara yang dikenakan tarif oleh Trump.

    Dikutip dari laman Gedung Putih, ada dua alasan mengapa Donald Trump mengenakan tarif balasan kepada Indonesia sebesar 32%. Pertama, Indonesia disebut telah mengenakan tarif kepada produk etanol AS sebesar 30% dibanding tarif AS 2,5%. Kedua, Trump menyinggung kebijakan TKDN yang diberlakukan Indonesia.

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan, mulai tahun ini, akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih,” tulis keterangan di laman Gedung Putih.

    (ada/ara)

  • Pengusaha Khawatir RI Kebanjiran Impor Keramik India Gegara Tarif Trump

    Pengusaha Khawatir RI Kebanjiran Impor Keramik India Gegara Tarif Trump

    Jakarta

    Pengusaha keramik khawatir Indonesia kebanjiran impor dari negara yang terdampak kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengkhawatirkan banjirnya produk keramik dari India yang selama ini menjadi eksportir keramik terbesar di AS.

    “Asaki mengharapkan atensi pemerintah melakukan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang mana menjadi ancaman sasaran pengalihan ekspor atau tempat pembuangan bagi produk-produk negara lain yang tidak bisa tembus pasar AS pasca diterapkan Tarif Resiprokal tersebut,” kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto dalam keterangannya, Kamis (5/4/2025).

    Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah melakukan negosiasi tarif impor yang diberlakukan untuk Indonesia. Menurutnya, untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dan AS, ada potensi Indonesia melakukan impor gas alam cair yang besar dari AS.

    “Di mana saat ini Industri Keramik Nasional mengalami gangguan supply gas dan mahalnya harga regasifikasi gas US$ 16,77/MMBTU. Ini saatnya Indonesia membuka keran impor gas,” tuturnya.

    Edy mengatakan pengusaha juga tidak keberatan jika di dalam negosiasi dengan AS, bea masuk impor keramik dari AS yang saat ini 5% dibebaskan atau (0%) karena selama ini tidak melakukan praktik kecurangan seperti dumping.

    “Produk keramik nasional tidak kalah berdaya saing terhadap produk keramik buatan AS,” ucapnya.

    Sementara terkait dengan tarif impor Trump disebabkan oleh kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Edy menilai kebijakan itu perlu dipertahankan.

    “Sertifikasi TKDN telah terbukti efektif membantu penyerapan produk dalam negeri bagi Industri Keramik Nasional,” pungkasnya.

    (ada/ara)

  • Pengusaha Makanan Minuman Waswas Ekspor Anjlok hingga PHK Imbas Tarif Trump

    Pengusaha Makanan Minuman Waswas Ekspor Anjlok hingga PHK Imbas Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) tengah bersiap menghadapi risiko kebijakan tarif impor resiprokal yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada produk-produk asal Indonesia sebesar 32%. 

    Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman mengatakan, pihaknya prihatin atas langkah pemerintah AS tersebut. Padahal, selama ini Indonesia dan AS telah menjalin kerja sama perdagangan yang saling menguntungkan dan melengkapi antara kedua belah pihak.

    “Amerika merupakan pasar ekspor prioritas untuk beberapa produk unggulan makanan dan minuman dari Indonesia seperti produk kopi, kelapa, kakao, minyak sawit, lemak nabati, produk perikanan dan turunannya,” ujar Adhi dalam keterangan resminya, Sabtu (5/4/2025). 

    Sementara itu, industri makanan dan minuman Indonesia mengimpor berbagai bahan baku industri dari Amerika, beberapa di antaranya gandum, kedelai dan susu. 

    Menurut Adhi, hubungan perdagangan tersebut mendukung pertumbuhan ekonomi kedua negara. Untuk itu, menjaga stabilitas dan kelancaran hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS menjadi krusial. 

    Apalagi, pihaknya telah mengidentifikasi beberapa dampak utama dari tarif bea masuk ke AS yang akan berpengaruh pada kenaikan biaya produksi, penurunan ekspor hingga hilangnya lapangan pekerjaan. 

    “Tarif yang tinggi dapat menyebabkan penurunan volume ekspor produk makanan dan minuman Indonesia ke Amerika serta negara tujuan ekspor lainnya, yang berdampak negatif pada kinerja dan pertumbuhan industri nasional,” ujarnya. 

    Kondisi penurunan ekspor akan mengancam lapangan kerja di sektor makanan dan minuman di Indonesia, di saat situasi ekonomi yang sedang lesu. 

    Di samping itu, Adhi juga cemas akan kenaikan biaya produksi yang disebabkan kenaikan tarif impor bahan baku dari AS. Hal ini dapat mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional, serta meningkatkan harga jual produk di Indonesia. 

    Dalam hal ini, pihaknya mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah stretegis seperti negosiasi diplomatik, analisa dampak menyeluruh dan dukungan kebijakan, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, penguatan industri, memperkuat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga diversifikasi pasar. 

    “Kami mendesak pemerintah melakukan negosiasi dengan pemerintah Amerika untuk mencari solusi yang lebih baik dan mengurangi dampak negatif tarif,” tuturnya. 

    Lebih lanjut, pemerintah juga diminta untuk menganalisa dampak penerapan tarif secara menyeluruh dan memberikan dukungan kebijakan kepada industri makanan dan minuman untuk mengatasi kenaikan biaya produksi dan menjaga daya saing.

    Adhi juga menyoroti pentingnya menciptakan stabilitas perekonomian nasional dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, serta mendorong hilirisasi industri sektor agrobisnis dan substitusi impor bahan baku dengan bahan baku nasional pada jenis komoditas yang dimungkinkan.

    Tak hanya itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk mempertahankan kebijakan TKDN sebagai respons kenaikan BMI Amerika. Kebijakan ini telah terbukti meningkatkan permintaan produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah. 

    Upaya lain yang dibutuhkan yakni mendorong diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat.

  • Tarif Baru Trump Berpotensi Pengaruhi Industri Otomotif Nasional

    Tarif Baru Trump Berpotensi Pengaruhi Industri Otomotif Nasional

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, terhadap 185 negara termasuk Indonesia, dikhawatirkan dapat memberikan dampak terhadap sektor industri nasional, khususnya otomotif di ranah kendaraan listrik.

    Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setiyadi menjelaskan, meskipun Indonesia tidak secara langsung mengekspor sepeda motor listrik maupun komponennya ke AS, efek tidak langsung dari kebijakan tersebut tetap harus diwaspadai.

    “Dari sisi makroekonomi, kebijakan ini bisa menimbulkan tekanan terhadap inflasi serta melemahkan daya beli masyarakat. Negara-negara lain yang juga terdampak, seperti Tiongkok, kemungkinan besar akan mengalihkan target pasar mereka ke negara lain, termasuk Indonesia,” ujar Budi dikutip dari Antara, Sabtu (5/4/2025).

    Untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan dagang global tersebut, pemerintah dinilai perlu mengambil langkah aktif guna melindungi pelaku industri lokal agar tidak terlalu terdampak oleh lonjakan produk impor.

    Menurut Aismoli, upaya konkret dari pemerintah diperlukan untuk mengantisipasi tarit Trump tersebut, seperti penguatan pasar dalam negeri serta kebijakan yang mendukung industri lokal.

    Salah satunya adalah menjaga penerapan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) agar produk lokal tetap memiliki daya saing dan tidak tergeser oleh produk luar.

    Berdasarkan daftar negara yang terdampak tarif baru dari AS, Indonesia menempati peringkat kedelapan dengan tarif sebesar 32%. Selain itu, sekitar 60 negara lain akan dikenai tarif timbal balik yang setara dengan separuh tarif yang mereka terapkan terhadap AS.

    Indonesia bukan satu-satunya negara Asia Tenggara yang terdampak. Negara, seperti Malaysia, Kamboja, Vietnam, dan Thailand juga masuk dalam daftar, masing-masing dikenai tarif sebesar 24%, 49%, 46%, dan 36%.

    Trump menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri. Menurutnya, Amerika Serikat telah mengalami kerugian akibat praktik perdagangan internasional yang dinilai tidak adil. Kebijakan tarif Trump ini diumumkan dalam acara bertajuk “Make America Wealthy Again” yang digelar di Rose Garden, Gedung Putih.

  • BI Buka Suara soal RI Kena Tarif Trump 32%

    BI Buka Suara soal RI Kena Tarif Trump 32%

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) buka suara terkait kebijakan tarif baru yang dirilis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump menaikkan tarif sebesar 32% untuk produk-produk asal Indonesia.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menyampaikan tiga poin pemantauan yang dilakukan bank sentral RI itu. Pertama, BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025.

    Pasca pengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh Tiongkok pada 4 April 2025, Denny mengatakan, pasar bergerak dinamis, di mana pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024.

    “BI tetap berkomitmen untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama melalui optimalisasi instrumen triple intervention (intervensi di pasar valas pada transaksi spot dan DNDF, serta SBN di pasar sekunder),” ujar Denny, dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/4/2025).

    Denny menjelaskan, langkah ini dilakukan dalam rangka memastikan kecukupan likuiditas valas untuk kebutuhan perbankan dan dunia usaha. Hal ini juga sekaligus untuk menjaga keyakinan pelaku pasar.

    Sebagai informasi, Trump telah mengumumkan kebijakan tarif impor baru menyasar berbagai negara asing yang dianggap memiliki surplus perdagangan terhadap AS. Ada 100 mitra dagang yang terdampak, beberapa negara dengan tarif cukup besar ada China 34%, Vietnam 46%, Kamboja 49%, Taiwan 32%, India 26%, hingga Korea Selatan 25%.

    Dalam laporan dari situs resmi Gedung Putih, whitehouse.gov, terdapat dua alasan utama RI kena penyesuaian tarif 32%. Pertama, Trump mengenakan tarif balasan ke Indonesia karena ada kaitannya dengan tarif yang dikenakan terhadap produk etanol asal AS sebesar 30%.

    Menurut Trump, tarif itu lebih besar dari yang diterapkan AS untuk produk serupa ke Indonesia yakni 2,5%.

    Kedua, Trump mengatakan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diterapkan oleh Indonesia di berbagai sektor, seperti perizinan impor hingga kebijakan pemerintah Indonesia yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor dalam bentuk dolar AS di rekening dalam negeri.

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini, akan mewajibkan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor mereka ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih,” ujar Trump, dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025).

    (shc/fdl)

  • Pengusaha Elektronik Minta Pemerintah Perluas TKDN Meski Digebuk Tarif Trump

    Pengusaha Elektronik Minta Pemerintah Perluas TKDN Meski Digebuk Tarif Trump

    Jakarta

    Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) meminta pemerintah untuk memperluas kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) meski Indonesia diterpa tarif balasan dari Amerika Serikat (AS). Untuk diketahui, Indonesia dikenakan tarif balasan oleh AS sebesar 32%.

    Salah satu alasan Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terkait kebijakan TKDN. Kebijakan tarif juga dikenakan banyak negara yang membuat AS defisit.

    Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman khawatir Indonesia menjadi sasaran ekspor bagi negara terdampak dari tarif impor baru AS. Oleh karena itu, Gabel meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri agar pasar domestik tidak dibanjiri barang-barang impor.

    “⁠Gabel meminta agar kebijakan TKDN tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespons kebijakan kenaikan bea masuk impor AS. Kebijakan TKDN ini telah terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah,” kata dia dalam keterangannya, Sabtu (5/4/2025).

    Pihaknya juga meminta agar Pemerintah RI mempercepat untuk mengeluarkan berbagai kebijakan Non-Tariff Measure (NTM) atau Non-Tariff Barrier (NTB). Kebijakan itu antara lain revisi Permendag No 8 Tahun 2024, pemberlakuan pelabuhan entry point, dan memperluas kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

    “Kebijakan-kebijakan itu sebagai bentuk risk management yang sangat urgent untuk dapat mengamankan pasar dalam negeri. Kebijakan-kebijakan itu juga yang selama ini sudah kami minta, dan untuk segera dilaksanakan,” terangnya.

    Lebih lanjut, kebijakan TKDN telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Menurutnya, banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena dari kebijakan TKDN ini.

    “Pelonggaran kebijakan TKDN akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia,” tuturnya.

    Di samping itu, ⁠Gabel mendorong agar Pemerintah Indonesia merespons perang tarif dengan tarif juga.

    “Bea masuk impor AS ini tidak ada kaitannya dengan NTM atau NTB, karena NTM atau NTB adalah instrumen penting pemerintah yang sudah umum dilakukan oleh negara manapun guna mengamankan pasar dalam negerinya,” tegas Daniel.

    Gabel menekankan, penerapan NTM atau NTB itu tidak perlu di-trigger oleh kebijakan negara lain. Dia mengatakan, kalau perlu, Pemerintah RI beri tarif masuk 0% pada produk manufaktur AS.

    “Karena pada dasarnya daya saing produk AS tidak terlalu kompetitif dengan produk manufaktur dalam negeri atau produk manufaktur negara saingan AS,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, dikutip dari laman Gedung Putih, ada dua alasan mengapa Donald Trump mengenakan tarif balasan kepada Indonesia sebesar 32%. Pertama, Indonesia disebut telah mengenakan tarif kepada produk etanol AS sebesar 30% dibanding tarif AS 2,5%. Kedua, Trump menyinggung kebijakan TKDN yang diberlakukan Indonesia.

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan, mulai tahun ini, akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih,” tulis keterangan di laman Gedung Putih.

    (ada/ara)

  • Begini Dampak Buruk Kebijakan Trump untuk Industri Motor Listrik RI

    Begini Dampak Buruk Kebijakan Trump untuk Industri Motor Listrik RI

    Jakarta

    Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik (AISMOLI), Budi Setiyadi menegaskan, kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal tarif resiprokal 32 persen ke Indonesia akan mengganggu industri nasional, termasuk kendaraan listrik.

    Budi menjelaskan, meski Indonesia belum menjadi negara pengekspor motor listrik atau komponennya ke Amerika Serikat, namun dampaknya dapat dirasakan secara tak langsung di dalam negeri.

    “Secara makro akan beresiko terhadap inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, negara-negara lain yang mengalami kondisi serupa, seperti China, akan mencari pasar alternative selain Amerika Serikat,” ujar Budi Setiyadi melalui keterangan resminya, dikutip Sabtu (5/4)

    Presiden AS Donald Trump saat umumkan kebijakan baru. Foto: AP/Mark Schiefelbein

    Dengan populasinya yang besar dan daya beli yang kuat, Indonesia masih dianggap pasar yang menarik. Itulah mengapa, AISMOLI meminta pemerintah untuk melakukan inisiatif-inisiatif untuk melindungi produsen lokal dari kemungkinan gempuran barang-barang impor yang masuk ke dalam negeri.

    “Salah satu lingkup yang perlu dijaga oleh pemerintah adalah kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk melindungi produk- produk lokal Indonesia dan mencegah dominasi produk impor,” tuturnya.

    “Tidak hanya dari sisi kebijakan, pengawasan pemerintah dalam memastikan kebijakan TKDN sudah dijalankan secara tepat oleh industri juga perlu diperkuat,” kata dia menambahkan.

    Diketahui, Indonesia berada di urutan ke delapan dalam daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen. Sekitar 60 negara bakal dikenakan tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS.

    Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen, dan 36 persen.

    (sfn/lth)

  • Respons Kebijakan Trump, Pengusaha RI Sarankan Pemerintah Kenakan Produk AS Tarif 0 Persen – Halaman all

    Respons Kebijakan Trump, Pengusaha RI Sarankan Pemerintah Kenakan Produk AS Tarif 0 Persen – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman mendorong Pemerintah Indonesia merespons perang tarif Amerika Serikat (AS) dengan tarif juga.

    Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif timbal balik, yaitu bea masuk tambahan sebesar 10 persen untuk produk yang masuk ke negara mereka. Ini berlaku pada 5 April 2025.

    Kemudian, ada tarif tambahan spesifik per negara yang berlaku 9 April 2025. Indonesia terkena tarif sebesar 32 persen. Bila ditotal, produk RI yang masuk AS akan terkena tarif 42 persen.

    Menurut Daniel, bea masuk impor AS ini tidak ada kaitannya dengan Non-Tariff Measure (NTM) atau Non-Tariff Barrier (NTB).

    Sebab, NTM atau NTB adalah instrumen penting pemerintah yang sudah umum dilakukan oleh negara manapun guna mengamankan pasar dalam negerinya.

    Daniel menekankan bahwa penerapan NTM atau NTB itu tidak perlu dipicu oleh kebijakan negara lain.

    Ia pun menyarankan agar produk manufaktur AS dikenakan tarif masuk nol persen.

    Hal itu tak perlu menjadi sebuah kekhawatiran karena daya saing produk manufaktur AS dinilai tidak terlalu kompetitif.

    “Kalau perlu, Pemerintah RI beri tarif masuk nol persen pada produk manufaktur AS karena pada dasarnya daya saing produk AS tidak terlalu kompetitif dengan produk manufaktur dalam negeri atau produk manufaktur negara saingan AS,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/4/2025).

    Adapun imbas dari kebijakan ini, Indonesia disebut akan menjadi sasaran ekspor negara-negara yang juga terkena tarif impor Donald Trump.

    Menurut Daniel, hal itu karena Indonesia merupakan pasar yang sangat besar dan potensial.

    “Dengan daya beli yang tinggi, pasti akan menjadi sasaran ekspor bagi negara-negara yang produksinya terdampak dari tarif impor baru AS tersebut,” katanya.

    Ia pun meminta agar Pemerintah RI mempercepat untuk mengeluarkan berbagai kebijakan NTM atau NTB.

    Kebijakan itu antara lain revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, pemberlakuan pelabuhan entry point, dan memperluas kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

    Kebijakan-kebijakan itu disebut sebagai bentuk manajemen risiko yang sangat penting untuk dapat mengamankan pasar dalam negeri.

    “Kebijakan-kebijakan itu juga yang selama ini sudah kami minta, dan untuk segera dilaksanakan,” ujar Daniel. 

    Melalui kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah diminta untuk melindungi industri dalam negeri agar pasar domestik tidak dibanjiri barang-barang impor.

    Lalu, sekaligus juga dapat melindungi produsen dalam negeri yang melakukan ekspor ke AS.

    Kemudian, Daniel meminta agar kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespons kebijakan kenaikan bea masuk impor AS.

    Kebijakan TKDN dinilai ampuh meningkatkan permintaan produk manufaktur dalam negeri, terutama dari belanja pemerintah.

    Lebih lanjut, kebijakan TKDN telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia.

    “Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena dari kebijakan TKDN ini,” ucap Daniel.

    “Pelonggaran kebijakan TKDN akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia,” katanya. 

  • Mitigasi Tarif Trump, Industri Elektronik RI Usul Revisi Aturan Impor

    Mitigasi Tarif Trump, Industri Elektronik RI Usul Revisi Aturan Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) mendesak revisi aturan relaksasi impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024. Pasalnya, aturan tersebut dapat menjadikan Indonesia sebagai sasaran empuk dampak kebijakan tarif AS. 

    Apalagi, Indonesia masih minim hambatan perdagangan. Aturan relaksasi impor tersebut memudahkan berbagai produk jadi yang diimpor masuk ke pasar domestik tanpa pertimbangan teknis (Pertek) pemerintah.

    Sekjen Gabel Daniel Suhardiman mengatakan dengan kebijakan tarif 32% ke Indonesia yang diterapkan Presiden AS Donald Trump, maka pihaknya mendesak agar pemerintah mempercepat mengeluarkan kebijakan perlindungan industri lokal.

    “Pemerintah RI perlu mempercepat mengeluarkan berbagai NTM [non tariff measures] atau NTB [non tariff barriers] yang telah beberapa kali diminta, seperti revisi Permendag 8/2024, pelabuhan entry point, memperluas kewajiban TKDN, dan lainnya,” ujar Daniel, dikutip Sabtu (5/4/2025).

    Hal tersebut dinilai dapat menjadi salah satu bentuk manajemen risiko yang sangat penting untuk mengamankan pasar dalam negeri. Menurut dia, pasar RI dengan pangsa pasar besar dan dengan daya beli tinggi pasti akan menjadi sasaran ekspor negara-negara yang produksinya terdampak kebijakan tarif Trump.

    Pelaku usaha elektronik meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri agar pasar domestik tidak dibanjiri barang-barang impor, sekaligus melindungi produsen dalam negeri yang melakukan ekspor ke AS.

    Dalam hal ini, dia juga secara spesifik mendorong agar kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespons kebijakan kenaikan BMI AS.

    “Kebijakan TKDN telah terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja Pemerintah,” tuturnya.

    Kebijakan TKDN juga diklaim memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh Pemerintah karena kebijakan TKDN ini.

    “Pelonggaran kebijakan TKDN akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Daniel berharap agar Pemerintah Indonesia merespons perang tarif dengan tarif juga. Menurut dia, kebijakan tarif AS ini tidak ada kaitannya dengan NTM (Non Tariff Measure) atau NTB (Non Tariff Barrier).

    Pasalnya, NTM atau NTB adalah instrumen penting pemerintah yang umum dilakukan oleh negara manapun guna mengamankan pasar dalam negerinya.

    “Jadi, tidak perlu di-trigger oleh kebijakan negara lain. Kalau perlu, pemerintah RI beri tarif masuk 0% pada produk manufaktur AS karena pada dasarnya daya saing produk AS tidak terlalu kompetitif dengan produk manufaktur dalam negeri atau produk manufaktur negara saingan AS,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Peneliti Ekonomi dari Institute of Development of Economic and Finance (Indef) Ariyo DP Irhamna mengatakan produk elektronik dan komponen juga dapat dikenakan tarif tinggi ekspor ke AS, jika negara tersebut memperluas tarif untuk produk teknologi.

    Menurut Ariyo, industri elektronik RI yang sedang berkembang bisa terdampak. Adapun, nilai ekspor produk elektronik (HS 85) sebesar US$4,18 miliar pada 2024 atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai US$3,45 miliar.