Topik: TKDN

  • Pelaku Usaha Wanti-wanti Aturan TKDN Baru Harus Disertai Insentif Terukur

    Pelaku Usaha Wanti-wanti Aturan TKDN Baru Harus Disertai Insentif Terukur

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menilai deregulasi aturan atau penyederhanaan penghitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dapat efektif menyerap tenaga kerja dan meningkatkan investasi sektor manufaktur apabila penerapannya optimal. 

    Untuk diketahui, pemerintah baru mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 35 Tahun 2025 tentang Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan. 

    Ketua Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) Dadang Asikin mengatakan, investasi dan serapan tenaga kerja dapat meningkat jika implementasi di lapangan disertai transparansi, serta perlindungan bagi industri kecil dan menengah (IKM).

    Dia menilai aturan TKDN baru berbasis insentif nilai dan kemudahan akan benar-benar berdampak pada penyerapan tenaga kerja jika disertai insentif yang terukur. 

    “Syaratnya harus nyata, misalnya kuota pekerja lokal, standar upah, hingga masa kerja minimal. Jangan hanya sebatas janji,” kata Dadang kepada Bisnis, Sabtu (13/9/2025). 

    Selain itu, dia menekankan perlunya program link and match antara industri dengan sekolah vokasi atau SMK. Dengan begitu, tenaga kerja lokal bisa memenuhi kebutuhan keterampilan pabrik baru. 

    Dukungan bagi supplier lokal juga penting agar perusahaan bisa melakukan sourcing komponen dari IKM setempat sehingga lapangan kerja bertambah di rantai pasok.

    Dalam jangka pendek, serapan tenaga kerja diperkirakan meningkat pada fase konstruksi dan start-up pabrik. Namun, keberlanjutan jangka menengah-panjang sangat bergantung pada kemampuan industri lokal untuk naik kelas, baik dari sisi kapasitas produksi, kualitas, maupun mutu. 

    Dia pun mengingatkan adanya potensi tekanan terhadap IKM bila tidak ada program pendukung yang memadai. Untuk itu, pihaknya memberikan sejumlah rekomendasi terkait implementasi aturan baru ini. 

    Pertama, meminta Kemenperin segera mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) dan contoh perhitungan publik agar metode penghitungan TKDN dan  bobot manfaat perusahaan (BMP) lebih transparan. 

    Kedua, mendorong adanya masa transisi dan proyek percontohan (pilot) di sektor strategis seperti otomotif, elektronik, dan energi, agar IKM bisa beradaptasi.

    “Gamma juga menekankan perlunya skema dukungan untuk IKM berupa pendanaan modal kerja, sertifikasi mutu, dan pelatihan teknis yang dibiayai bersama pemerintah maupun lembaga pendanaan,” tuturnya. 

    Tak hanya itu, parameter inspeksi dan sanksi harus jelas untuk mencegah penyalahgunaan insentif, termasuk melalui audit independen dan penggunaan teknologi digital ledger sebagai bukti sumber komponen.

    Lebih jauh, Gamma mendorong Kemenperin menetapkan indikator kinerja utama (KPI) yang terukur, seperti nilai investasi baru, jumlah tenaga kerja yang terserap, dan persentase sourcing lokal. Hal ini dinilai penting agar aturan dapat dievaluasi secara periodik.

    “Gamma mendukung niat deregulasi dan percepatan sertifikasi karena ini menjawab keluhan lama pelaku industri, tapi manfaatnya hanya akan terasa luas jika ada kejelasan teknis, pengawasan kuat, serta paket pendukung bagi IKM,” ujarnya. 

    Dadang menilai jika implementasi dilakukan hati-hati dengan masa transisi, dukungan supplier, dan audit ketat, Permenperin No. 35/2025 bisa menjadi instrumen penting untuk menarik investasi sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Namun, tanpa mitigasi yang tepat, efek positifnya dikhawatirkan tidak merata.

    Untuk diketahui, sertifikat TKDN menjadi penting bagi pelaku industri untuk dapat berkontribusi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah atau BUMN. Pengusaha juga bisa mendapatkan insentif tertentu jika mencapai batas minimum TKDN. 

    Dalam hal ini, kebijakan deregulasi TKDN tertuang melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35/2025 yang menggantikan Permenperin 6/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan. 

    Adapun, dalam aturan terbaru Permenperin 35/2025 perusahaan yang berinvestasi dalam negeri bisa mendapatkan insentif nilai TKDN minimal 25%, sementara dalam aturan sebelumnya tidak ada insentif nilai TKDN. 

    Tak hanya itu, pelaku usaha yang melakukan litbang diberikan tambahan nilai TKDN hingga maksimal 20% dan mendapatkan nilai BMP 15% lebih mudah karena terdapat 15 komponen pembentuk nilai BMP yang dipilih. 

    Lebih lanjut, pelaku usaha disebut akan mendapatkan kemudahan perhitungan dalam menentukan TKDN dari aspek nilai kemampuan intelektual melalui litbang. 

    Dari sisi industri kecil, sebelumnya bisa mendapatkan nilai TKDN maksimal 40% dengan masa berlaku sertifikat selama 3 tahun. Namun, dengan metode terbaru IKM akan mudah mendapatkan lebih dari 40% dengan masa berlaku 5 tahun. 

  • Aturan Deregulasi TKDN Terbit, Pengusaha Logam Soroti Dampak ke Pasar hingga IKM

    Aturan Deregulasi TKDN Terbit, Pengusaha Logam Soroti Dampak ke Pasar hingga IKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMMA) mengungkap sejumlah pertimbangan risiko yang mesti diperhatikan setelah deregulasi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) terbit. 

    Adapun, kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35/2025 yang menggantikan Permenperin No. 6/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan. 

    Di satu sisi, Ketua Umum GAMMA Dadang Asikin menilai pembaruan aturan tersebut menjadi angin segar karena aturan lama disebut terlalu usang. Dia pun menilai positif lantaran terdapat komitmen percepatan proses sertifikasi TKDN, penyederhanaan perhitungan TKDN, dan insentif investasi. 

    Terlebih, dalam beleid baru itu juga memberikan fleksibilitas pencantuman logo TKDN dan insentif TKDN 25% untuk investor yang membangun pabrik dan merekrut tenaga kerja lokal. 

    “Namun demikian, juga perlu sikap kehati-hatian dan perlu klarifikasi teknis lebih lanjut,” kata Dadang kepada Bisnis, Sabtu (13/9/2025). 

    Pihaknya akan menyoroti implementasi perhitungan TKDN baru yang tidak lagi full cost based, mekanisme verifikasi, kapasitas lembaga sertifikasi, sanksi terhadap kecurangan, dan dampak pada rantai pasok lokal atau industri kecil menengah (IKM). 

    Menurut Dadang, jika perhitungan TKDN lebih longgar tanpa dukungan pengembangan supplier lokal, maka pabrikan besar akan memilih impor sebagian komponen. 

    “Sehingga manfaat industri hilir terbatas. Kami akan dorong program pendampingan supplier,” imbuhnya. 

    Terlebih, sejumlah pakar juga menyebut bahwa insentif tanpa program pelatihan/upgrade IKM dapat menekan IKM kecil yang belum siap memenuhi spesifikasi dan volume. 

    “Pelaku usaha kemungkinan akan minta skema pendukung seperti insentif teknologi, kredit, program klaster,” terangnya. 

    Di sisi lain, dia juga menerangkan perlunya kepastian teknis dan transisi dengan menghadirkan guideline dan penafsiran yang tepat. Pasalnya, metodologi penghitungan membutuhkan pedoman yang jelas dan masa transisi agar tidak menimbulkan ketidakpastian kontrak pengadaan.  

    “Perlu contoh perhitungan dan studi kasus untuk memberikan gambaran yang lebih mendekati kasus yang bisa mewakili kasus sebenarnya,” tuturnya, 

    Lebih lanjut, Dadang juga menyinggung risiko distorsi atau perubahan tren pasar dan proteksionisme terselubung jika insentif TKDN yang diberikan terlalu mudah. 

    “Ada risiko produk asing masuk lewat celah dan mendapat label TKDN tanpa kontribusi manufaktur lokal nyata. Pengawasan verifikasi jadi kunci,” pungkasnya. 

  • Ini Perubahan Utama Aturan Deregulasi TKDN, Ada Insentif hingga Sanksi

    Ini Perubahan Utama Aturan Deregulasi TKDN, Ada Insentif hingga Sanksi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi mengubah tata cara penghitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam rangka penyederhanaan regulasi guna meningkatkan investasi hingga mengurangi hambatan perdagangan internasional. 

    Kebijakan deregulasi TKDN tertuang melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35/2025 yang menggantikan Permenperin No 6/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan. 

    Meski sudah diterbitkan pada September 2025, ada transisi kebijakan dan baru akan berlaku pada 3 bulan atau mulai pada Desember 2025. 

    Peraturan ini mengatur sertifikasi TKDN dan bobot manfaat perusahaan (BMP). Tujuannya adalah memberi kepastian hukum, mendorong penggunaan produk dalam negeri, dan memberikan penghargaan bagi perusahaan yang berinvestasi serta berproduksi di Indonesia.

    Salah satu yang menjadi sorotan yakni pemberian insentif bobot atau nilai TKDN minimal 25% dari nilai maksimum 40% jika pengusaha melakukan penambahan investasi baru kurang dari 50% dari total investasi asal dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. 

    Sementara dalam aturan sebelumnya tidak ada insentif nilai TKDN maupun BMP. 

    Tak hanya itu, pelaku usaha yang melakukan litbang diberikan tambahan nilai TKDN hingga maksimal 20% dan mendapatkan nilai BMP 15% lebih mudah karena terdapat 15 komponen pembentuk nilai BMP yang dipilih. 

    Kebijakan ini juga disebut akan memberikan pengusaha kemudahan atas perhitungan dalam menentukan TKDN dari aspek nilai kemampuan intelektual melalui litbang. 

    Dari sisi industri kecil, sebelumnya bisa mendapatkan nilai TKDN maksimal 40% dengan masa berlaku sertifikat selama 3 tahun. Namun, dengan metode terbaru IKM akan mudah mendapatkan lebih dari 40% dengan masa berlaku 5 tahun.

    Dalam aturan ini juga pemerintah memberikan penugasan kepada pengusaha untuk mencantumkan label TKDN pada produk. Namun, tidak bersifat wajib, melainkan opsional. 

    Sementara itu, sertifikasi TKDN jasa industri dapat diajukan dengan perhitungan komponen biaya tenaga kerja, alat, dan jasa. Sebelumnya, tidak ada aturan tata cara pengajuan sertifikat TKDN jasa. 

    Pemerintah juga berkomitmen untuk mempercepat proses penerbitan sertifikat TKDN. Sertifikasi TKDN melalui LVI membutuhkan 10 hari kerja dan TKDN Industri Kecil 3 hari kerja setelah dokumen lengkap.

    Sementara sebelumnya sertifikasi TKDN melalui LVI membutuhkan 22 hari kerja dan TKDN Industri Kecil 5 hari kerja setelah dokumen lengkap.

    Penghitungan TKDN

    Pada Bab II pasal 4 disebutkan tata cara penghitungan TKDN barang yang dihitung dari bahan/material (75%), tenaga kerja langsung (10%), dan biaya tidak langsung pabrik (15%).

    Untuk jasa industri, dihitung dari perbandingan biaya jasa dalam negeri dengan total biaya. Untuk gabungan barang dan jasa, dihitung berdasarkan proporsi masing-masing. 

    Kemudian, terdapat tambahan nilai bisa diberikan jika perusahaan punya aktivitas riset dan pengembangan (R&D/brainware).

    Penghitungan BMP

    Faktor yang dinilai meliputi penyerapan tenaga kerja, investasi baru, kemitraan rantai pasok, substitusi impor, penggunaan mesin lokal, lokasi produksi, penerapan Industri 4.0, SDM, kepemilikan merek, industri hijau, ekspor, sertifikasi, ESG, penghargaan, hingga kepatuhan laporan di SIINas. Nilai BMP maksimal 15%.

    Lebih lanjut, penerbitan sertifikat dilakukan oleh lembaga verifikasi independen (LVI) yang ditunjuk menteri. Biaya sertifikasi ditanggung pelaku usaha, kecuali untuk industri kecil yang bisa menggunakan mekanisme self-declare tanpa biaya.

    Dalam hal ini, sertifikat TKDN dan BMP berlaku 5 tahun dan dapat diajukan penghitungan ulang jika ada perubahan.

    Pemerintah juga akan melakukan evaluasi berkala dan surveilans setiap 5 tahun atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Hasil evaluasi bisa berujung pada pencabutan sertifikat jika ditemukan pelanggaran.

    LVI atau pemilik sertifikat bisa dikenai sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan, pencabutan sertifikat, hingga daftar hitam, bila melanggar aturan.

  • Apa Jadinya Geely-AION dkk Ingkar Janji Produksi Dalam Negeri?

    Apa Jadinya Geely-AION dkk Ingkar Janji Produksi Dalam Negeri?

    Jakarta

    Insentif untuk mobil listrik impor utuh atau CBU (completely build up) berakhir pada 31 Desember 2025. Selanjutnya, mulai 2026 produsen otomotif yang sudah menikmati insentif itu harus memenuhi komitmennya untuk memproduksi di dalam negeri. Bagaimana kalau mereka ingkar?

    Seperti diketahui, Pemerintah telah memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk dan PPnBM ditanggung pemerintah untuk mobil listrik impor utuh atau CBU. Syaratnya, produsen otomotif yang menikmati insentif itu harus berkomitmen memproduksi mobilnya di Indonesia. Saat ini ada enam produsen yang berkomitmen untuk mendapat insentif tersebut yaitu, AION, Xpeng, Great Wall Motors, BYD, VinFast, dan Geely.

    “Tahun ini insyaAllah tidak akan lagi kami keluarkan izin CBU. Izin CBU dalam konteks skema investasi dengan mendapatkan manfaat,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

    Jika pabrikan otomotif yang telah menikmati insentif tersebut ingkar terhadap komitmennya, ada ganjaran yang harus dibayarkan. Bagi pabrikan yang tidak memenuhi ketentuan impor dan lokalisasi, maka pemerintah bisa mengambil uang ‘ganti rugi’ dari bank garansi.

    Pabrikan yang menikmati insentif tersebut harus memenuhi ketentuan bank garansi bagi setiap unit impor yang masuk ke Indonesia. Produsen yang memanfaatkan fasilitas terkait diwajibkan memproduksi kendaraan di dalam negeri setelah impor dengan rasio 1:1. Maksudnya, jika mengimpor satu unit mobil, maka pabrikan itu harus memproduksi satu unit juga dengan tipe dan jenis yang sama.

    Bank garansi ini menjadi jaminan bagi pemerintah. Jika produsen gagal memenuhi komitmen produksinya sesuai target yang ditetapkan, maka bank garansi tersebut akan dicairkan atau hangus untuk mengembalikan insentif yang telah diberikan oleh pemerintah.

    “Satu unit mereka importasi, satu unit sudah harus bisa memproduksi, dengan tipe dan jenis yang sama,” kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Mahardi Tunggul Wicaksono belum lama ini.

    Menurutnya, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen otomotif itu wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara mobil yang diimpornya. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

    “Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai, besaran nilai TKDN. Dari 40 persen harus secara bertahap naik menjadi 60 persen besaran nilai TKDN,” ujar Tunggul.

    Aturan tentang TKDN mobil listrik ditetapkan di Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Menurut Perpres itu, TKDN mobil listrik produksi lokal wajib mencapai 40 persen pada 2022-2026, lalu naik menjadi 60 persen pada 2027-2029 dan 80 persen mulai 2030.

    “Yang dilakukan melalui CKD (Completely Knocked Down) sampai dengan 2026, dan pada 2027 dilakukan melalui IKD (Incompletely Knocked Down). Karena kalau masih tetap CKD, nggak akan tercapai angka 60 persen. Kemudian angka 80 persen dicapai melalui skema manufaktur part by part,” ucap Tunggul.

    Nantinya, pada tahun 2028 sudah bisa diklaim dan pencairan bank garansi. Pada saat itu akan dihitung apakah skala 1:1 impor mobil dan produksi dalam negerinya sudah memenuhi atau belum.

    Terkini, ada enam produsen yang mengikuti program insentif mobil listrik impor CBU itu. Mereka rata-rata sudah menanamkan komitmen investasinya untuk memproduksi mobil di dalam negeri. Bahkan, BYD dan Vinfast membangun pabrik baru di Subang, Jawa Barat.

    (rgr/dry)

  • Luhut Respons 7 Desakan Ekonom Soal RI Darurat Ekonomi

    Luhut Respons 7 Desakan Ekonom Soal RI Darurat Ekonomi

    Jakarta

    Indonesia dinilai berada di kondisi darurat perekonomian. Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) meminta pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia. AEI telah menyampaikan 7 desakan kepada pemerintah untuk menyelematkan kondisi ekonomi.

    Mewakili pemerintah, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan merespons tuntutan tersebut, dia mengundang anggota AEI secara langsung ke kantornya kemarin. Pertemuan itu menjadi wadah dialog terbuka untuk mendengarkan langsung paparan para ekonom mengenai tantangan dan arah kebijakan ekonomi nasional.

    Dalam sambutannya, Luhut menegaskan pemerintah selama ini memandang para ekonom sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kebijakan. Dia meminta agar ekonom juga ikut mencari solusi bersama untuk semua permasalahan yang ada.

    Dia juga mengajak kalangan akademisi dan ekonom untuk terlibat lebih jauh dalam riset dan pendalaman isu-isu strategis, sehingga setiap rekomendasi yang disampaikan kepada Presiden benar-benar berbasis data dan kajian mendalam.

    “Masukan Bapak dan Ibu sangat dibutuhkan, apakah kami di pemerintah sudah on the right track atau belum. Saya butuh feedback dari Bapak Ibu semuanya untuk menjadi bahan diskusi kami di pemerintahan. Saya ucapkan terima kasih kepada para ekonom atas masukan yang diberikan,” ujar Luhut dalam keterangan resminya, Sabtu (13/9/2025).

    Dalam keterangan yang sama, para ekonom menyoroti pentingnya pemerintah melakukan deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi, serta penyederhanaan birokrasi. Sebab, hal ini dinilai masih menjadi hambatan dalam menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif.

    “Kami berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan pandangan kami secara langsung. Ini adalah diskusi yang produktif dan kami berharap agar desakan yang disusun perlu dijadikan pertimbangan pemerintah untuk pembuatan kebijakan kedepannya dan diskusi seperti ini dapat dilakukan secara berkala” ujar perwakilan AEI, Jahen F. Rezki.

    Kembali ke Luhut, dia mengungkapkan beberapa langkah yang sudah dilakukan pemerintah berkaitan dengan 7 desakan para ekonom. Salah satunya adalah mendorong deregulasi sebagai kunci penciptaan lapangan kerja dan penguatan pertumbuhan ekonomi, termasuk percepatan digitalisasi melalui sistem Online Single Submission (OSS).

    Luhut juga menyoroti upaya relokasi beberapa perusahaan garment dan alas kaki di tengah proses negosiasi tarif dengan Amerika Serikat yang berpotensi menciptakan lebih dari 100 ribu lapangan kerja baru.

    Selain itu, pihaknya pun menekankan pentingnya penguatan kualitas belanja dan peningkatan penerimaan negara melalui digitalisasi. Salah satu pilot project yang segera dijalankan adalah digitalisasi penyaluran bantuan sosial.

    Perlu diketahui juga, AEI merupakan aliansi yang mewadahi 383 ekonom dan 283 pemerhati ekonomi. Mereka menyampaikan 7 desakan terkait desakan ekonomi, berikut ini daftarnya:

    1. Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional. Desakan ini mencakup pengurangan porsi belanja program populis Rp 1.414 triliun (37,4% APBN 2026) seperti MBG, hilirisasi, subsidi energi, dan Koperasi Desa Merah Putih, karena dinilai mengorbankan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan tenaga medis dan guru.

    2. Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, seperti BI, BPS, BPK, DPR, KPK, agar terbebas dari intervensi politik.

    3. Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan dan dianggap membuat pasar tidak kompetitif dan menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta.

    4. Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif. Desakan ini mencakup tuntutan mencabut kebijakan perdagangan diskriminatif dan distortif seperti TKDN dan kuota impor, sederhanakan perizinan, serta berantas usaha ilegal di sektor ekstraktif.

    5. Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi. Hal ini mencakup integrasikan bansos agar tepat sasaran, perkuat perlindungan sosial adaptif, berdayakan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta berantas judi online lintas negara.

    6. Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal, seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara.

    7. Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.

    (hal/eds)

  • Luhut Respons 7 Desakan Ekonom Soal RI Darurat Ekonomi

    Luhut Respons 7 Desakan Ekonom Soal RI Darurat Ekonomi

    Jakarta

    Indonesia dinilai berada di kondisi darurat perekonomian. Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) meminta pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia. AEI telah menyampaikan 7 desakan kepada pemerintah untuk menyelematkan kondisi ekonomi.

    Mewakili pemerintah, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan merespons tuntutan tersebut, dia mengundang anggota AEI secara langsung ke kantornya kemarin. Pertemuan itu menjadi wadah dialog terbuka untuk mendengarkan langsung paparan para ekonom mengenai tantangan dan arah kebijakan ekonomi nasional.

    Dalam sambutannya, Luhut menegaskan pemerintah selama ini memandang para ekonom sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kebijakan. Dia meminta agar ekonom juga ikut mencari solusi bersama untuk semua permasalahan yang ada.

    Dia juga mengajak kalangan akademisi dan ekonom untuk terlibat lebih jauh dalam riset dan pendalaman isu-isu strategis, sehingga setiap rekomendasi yang disampaikan kepada Presiden benar-benar berbasis data dan kajian mendalam.

    “Masukan Bapak dan Ibu sangat dibutuhkan, apakah kami di pemerintah sudah on the right track atau belum. Saya butuh feedback dari Bapak Ibu semuanya untuk menjadi bahan diskusi kami di pemerintahan. Saya ucapkan terima kasih kepada para ekonom atas masukan yang diberikan,” ujar Luhut dalam keterangan resminya, Sabtu (13/9/2025).

    Dalam keterangan yang sama, para ekonom menyoroti pentingnya pemerintah melakukan deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi, serta penyederhanaan birokrasi. Sebab, hal ini dinilai masih menjadi hambatan dalam menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif.

    “Kami berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan pandangan kami secara langsung. Ini adalah diskusi yang produktif dan kami berharap agar desakan yang disusun perlu dijadikan pertimbangan pemerintah untuk pembuatan kebijakan kedepannya dan diskusi seperti ini dapat dilakukan secara berkala” ujar perwakilan AEI, Jahen F. Rezki.

    Kembali ke Luhut, dia mengungkapkan beberapa langkah yang sudah dilakukan pemerintah berkaitan dengan 7 desakan para ekonom. Salah satunya adalah mendorong deregulasi sebagai kunci penciptaan lapangan kerja dan penguatan pertumbuhan ekonomi, termasuk percepatan digitalisasi melalui sistem Online Single Submission (OSS).

    Luhut juga menyoroti upaya relokasi beberapa perusahaan garment dan alas kaki di tengah proses negosiasi tarif dengan Amerika Serikat yang berpotensi menciptakan lebih dari 100 ribu lapangan kerja baru.

    Selain itu, pihaknya pun menekankan pentingnya penguatan kualitas belanja dan peningkatan penerimaan negara melalui digitalisasi. Salah satu pilot project yang segera dijalankan adalah digitalisasi penyaluran bantuan sosial.

    Perlu diketahui juga, AEI merupakan aliansi yang mewadahi 383 ekonom dan 283 pemerhati ekonomi. Mereka menyampaikan 7 desakan terkait desakan ekonomi, berikut ini daftarnya:

    1. Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional. Desakan ini mencakup pengurangan porsi belanja program populis Rp 1.414 triliun (37,4% APBN 2026) seperti MBG, hilirisasi, subsidi energi, dan Koperasi Desa Merah Putih, karena dinilai mengorbankan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan tenaga medis dan guru.

    2. Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, seperti BI, BPS, BPK, DPR, KPK, agar terbebas dari intervensi politik.

    3. Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan dan dianggap membuat pasar tidak kompetitif dan menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta.

    4. Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif. Desakan ini mencakup tuntutan mencabut kebijakan perdagangan diskriminatif dan distortif seperti TKDN dan kuota impor, sederhanakan perizinan, serta berantas usaha ilegal di sektor ekstraktif.

    5. Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi. Hal ini mencakup integrasikan bansos agar tepat sasaran, perkuat perlindungan sosial adaptif, berdayakan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta berantas judi online lintas negara.

    6. Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal, seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara.

    7. Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.

    (hal/eds)

  • Video: Iphone 17 Akan Rilis di Indonesia Hingga Subsidi Upah Diperluas

    Video: Iphone 17 Akan Rilis di Indonesia Hingga Subsidi Upah Diperluas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso buka suara terkait persetujuan impor produk apple terbaru, yakni iPhone 17. Proses ini dilalui setelah kementerian perindustrian mengeluarkan sertifikat TKDN.

    Sementara itu, pemerintah memastikan akan terus melanjutkan pemberian paket stimulus ekonomi hingga akhir tahun termasuk dalam bentuk program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang akan diperluas.

    Simak informasi selengkapnyadalam Program Evening Up CNBC Indonesia, Jumat (12/09/2025).

  • Dapat Insentif Impor Mobil Listrik, BYD-AION Cuma Kena Pajak Segini

    Dapat Insentif Impor Mobil Listrik, BYD-AION Cuma Kena Pajak Segini

    Jakarta

    Mobil listrik yang diimpor secara utuh seperti BYD hingga AION seharusnya dikenakan pajak hingga 77 persen. Namun berkat insentif, pajak yang dikenakan jadi cuma segini.

    Insentif untuk mobil listrik tak hanya diberikan pemerintah untuk pabrikan yang memproduksi mobil di Tanah Air. Produsen yang mengimpor mobilnya secara utuh alias Completely Build-up (CBU) juga mendapatkan insentif. Bea masuknya dibebaskan. Selain itu, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap mobil listrik impor juga ditanggung pemerintah.

    Tarif Pajak untuk Mobil Listrik Impor

    Sejatinya, bila skema importasi normal, mobil dikenakan tarif 50 persen untuk bea masuk. Selanjutnya ada PPnBM yang dikenakan sebesar 15 persen. Terakhir ada PPN sebesar 12 persen. Bila ditotal, pajak kumulatif yang dibebankan ke mobil listrik itu sebesar 77 persen. Namun berkat adanya komitmen investasi, pajak yang dikenakan hanya berupa PPN sebesar 12 persen. Selisih pajaknya mencapai 65 persen. Jadi nggak heran kalau harga jual mobil listrik yang diimpor secara utuh sangat kompetitif, bahkan bila dibandingkan dengan mobil bermesin konvensional.

    Tapi, tidak semua pabrikan bisa memanfaatkan insentif tersebut. Insentif itu bisa didapat bila pabrikan memiliki komitmen investasi di Tanah Air. Persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:

    Perusahaan industri yang akan membangun fasilitas manufaktur KBL berbasis baterai roda empat di Indonesia.Perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur kendaraan bermotor berbasis motor bakar (internal combustion engine) roda empat di Indonesia yang akan melakukan alih produksi menjadi mobil listrik berbasis baterai, baik sebagian atau keseluruhan.Perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur mobil listrik berbasis baterai di Indonesia dalam rangka pengenalan produk baru dengan cara peningkatan rencana dan/atau kapasitas produksi.

    Perusahaan juga wajib memproduksi mobil di Indonesia mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 dengan jumlah setara kuota impor CBU atau 1:1. Tak cuma itu, produsen juga harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

    Aturan tentang TKDN mobil listrik telah ditetapkan di Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Menurut Perpres itu, TKDN mobil listrik produksi lokal wajib mencapai 40 persen pada 2022-2026. Lalu naik menjadi 60 persen pada 2027-2029 dan 80 persen mulai 2030.

    Saat ini ada enam perusahaan yang memanfaatkan insentif tersebut yaitu BYD, Xpeng, AION, Geely, Great Wall Motors, dan VinFast. Keenam perusahaan itu mulai 1 Januari 2026 wajib memproduksi mobil di Indonesia.

    (dry/rgr)

  • Kemenkeu Resmi Setop Bebas Bea Masuk Impor Mobil Listrik Akhir Tahun!

    Kemenkeu Resmi Setop Bebas Bea Masuk Impor Mobil Listrik Akhir Tahun!

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan tarif bea masuk sebesar 0% terhadap importasi kendaraan motor listrik hanya berlaku sampai 31 Desember 2025.

    Pengenaan tarif 0% itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK No.62/2025 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.

    “Bahwa untuk mendorong keberlanjutan pengembangan teknologi dan industri informasi teknologi dan industri informasi teknologi di dalam negeri sesuai dengan information and technology agreement yang telah ditandatangani pada tahun 1996, telah ditetapkan tarif bea masuk atas impor barang produk teknologi informasi,” demikian bunyi pertimbangan beleid yang dikutip, Jumat (12/9/2025).

    Adapun jenis barang impor yang dikenakan tarif impor mencakup pos tarif 8703.80.17; 8703.80.18;  dan 8703.80.19. Selain itu ada juga pos tarif dengan kode harmonized system atau kode HS 8703.80.97, 8703.80.98, 8703.80.99.

    Dalam catatan Bisnis, pos tarif 8703.80.17; 8703.80.18;  dan 8703.80.19 mencakup kendaraan bermotor roda empat berjenis sedan, mobil lainnya termasuk station wagon, dan mobil sport, serta lain-lain yang selama ini dikenakan tarif bea masuk sebesar 10%. Aturan yang baru mengenakan tarif bea masuk menjadi 0%. 

    Sementara itu, untuk kendaraan dengan kode HS 8703.80.97, 8703.80.98, 8703.80.99 adalah jenis mobil sama, tidak termasuk van, yang selama ini dikenakan bea masuk 50%. Adapun insentif itu hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2025.

    Adapun pengenaan tarif 0% sejatinya bukan hal baru karena telah diatur dalam PMK No.10/2024.

    Untuk memperoleh insentif tersebut, importir atau pelaku usaha harus memenuhi kriteria di antaranya perusahaan industri yang akan membangun manufaktur kendaraan bermotor listrik, perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur, dan perusahaan industri yang sudah melakukan investasi KBL roda empat dalam rangka pengenalan produk baru.

    Aturan ini ditandatangani sejak 27 Agustus 2025 lalu dan sudah mulai berlaku pada tanggal 3 September 2025. 

    Pernyataan Kemenperin

    Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) resmi mengumumkan akan menghentikan insentif impor utuh (completely built up/CBU) untuk mobil listrik murni pada akhir 2025 mendatang.

    Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta mengatakan, para pabrikan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang tahun ini masih menerima insentif seperti BYD, Geely dan lain-lain, harus mulai memproduksi lokal pada tahun depan.

    “[Insentif] CBU, lewat beberapa merek, seperti BYD, Geely, dan ada beberapa brand lagi yang mereka akan investasi di sini, bangun pabrik, berproduksi di sini, tapi untuk komitmen investasi mereka deposit uang di sini kan, itu yang akan berhenti,” ujar Setia kepada wartawan, dikutip Jumat (12/9/2025).

    Mengacu pada Peraturan Menteri Investasi Nomor 6/2023 juncto Nomor 1/2024 batas waktu importasi dan program insentif impor mobil listrik akan berakhir pada 31 Desember 2025.

    Sementara itu, berdasarkan peta jalan TKDN, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 pabrikan mobil listrik perlu melakukan pelunasan komitmen produksi 1:1, produksi dengan spesifikasi teknis mencakup daya motor listrik dan kapasitas baterai minimal sama atau lebih tinggi.

    Jika pabrikan EV tak mampu memenuhi syarat produksi lokal tersebut, pemerintah dapat mengklaim atas bank garansi yang gagal dibayar utang produksinya dari peserta program.

    Sebelumnya, Peneliti LPEM Universitas Indonesia (UI) Riyanto juga menilai bahwa insentif impor mobil listrik tak perlu dilanjut pada tahun depan. Sebab, apabila ada pihak yang mengajukan kembali perpanjangan insentif impor BEV, maka produksi lokal akan tertunda.

    “Kalau insentif BEV impor ini, tunggu saja aturan berakhir. Kalau sudah selesai, ya sudah. Kalau diajukan lagi, ya tentu produksi lokalnya akan tertunda,” jelas Riyanto, belum lama ini.

    Sejauh ini, ada beberapa pabrikan mobil listrik yang menerima insentif impor, di antaranya yakni BYD, Geely, VinFast hingga PT National Assembler yang menaungi Citroen, Aion, Maxus dan VW.

    Adapun, sederet pabrikan mobil listrik tersebut telah berinvestasi senilai Rp15,52 triliun dalam membangun fasilitas perakitan, dan diwajibkan untuk memulai produksi mobil listrik pada tahun depan.

    *Berita ini telah mengalami perubahan judul dan penambahan sejumlah substansi untuk memperkuat konteks penerbitan beleid tersebut.

  • Langkah Pemerintah Setop Insentif Mobil Listrik Impor Dianggap Tepat

    Langkah Pemerintah Setop Insentif Mobil Listrik Impor Dianggap Tepat

    Jakarta

    Keputusan pemerintah mencabut insentif mobil listrik impor tahun depan dianggap sudah tepat. Sebab, dengan demikian, industri otomotif nasional tak ketergantungan produk-produk dari luar negeri.

    Hal tersebut diungkapkan pengamat otomotif senior dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu. Dia mengatakan, keputusan mencabut insentif mobil listrik impor baik untuk mendorong industrialisasi.

    “Secara garis besar, mencabut insentif impor CBU jadi langkah yang sangat diperlukan untuk mendorong industrialisasi, memaksa para pengusaha yang selama ini mengambil slot insentif impor untuk membuktikan komitmennya,” ujar Yannes Pasaribu kepada detikOto, Jumat (12/9).

    “Dan ini dapat menghindari ketergantungan jangka panjang pada (produk) impor. Ini juga dapat dilihat sebagai sinyal bahwa pemerintah serius membangun ekosistem EV yang berkelanjutan, bukan sekadar mengejar angka penjualan sementara,” tambahnya.

    Insentif mobil listrik impor tak diperpanjang. Foto: Dok. Shutterstock

    Menurut Yannes, keputusan tersebut bisa menjadi bumerang seandainya tak ada kesiapan produsen untuk melakukan perakitan lokal dengan TKDN yang disyaratkan. Sebab, harga mobil listrik bisa melonjak drastis tanpa solusi penekanan biaya.

    “Jadi, intinya bukan sekadar mencabut insentif, tapi menggantinya dengan strategi yang lebih holistik untuk memastikan pasar tetap tumbuh sambil memperkuat industri dalam negeri,” tuturnya.

    Diberitakan sebelumnya, insentif mobil listrik CBU dipastikan tak lanjut tahun depan. Bantuan yang saat ini dinikmati BYD dan kawan-kawan itu berakhir pada Desember 2025.

    “Tahun ini insya Allah tidak akan lagi kami keluarkan izin CBU. Izin CBU dalam konteks skema investasi dengan mendapatkan manfaat,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita.

    Saat ini ada beberapa merek yang menikmati insentif tersebut yakni BYD, AION, VinFast, Geely, Citroen, GWM, hingga Xpeng. Lewat skema importasi, mobil listrik CBU harusnya dikenakan bea masuk sebesar 50 persen namun berkat insentif jadi 0 persen. Begitu juga dengan PPnBM tak dikenakan tarif sama sekali.

    Dengan demikian, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

    Bagi pabrikan yang tidak memenuhi ketentuan impor dan lokalisasi, maka pemerintah bisa mengambil uang ‘ganti rugi’ dari bank garansi.

    Bank garansi itu menjadi jaminan bagi pemerintah. Jika produsen gagal memenuhi komitmen produksinya sesuai target yang ditetapkan, maka bank garansi tersebut akan dicairkan atau hangus untuk mengembalikan insentif yang telah diberikan oleh pemerintah.

    (sfn/rgr)