Topik: OTT KPK

  • KPK Geledah Kantor Dinas Perkim Lampung Tengah Terkait Korupsi Proyek PUPR OKU – Page 3

    KPK Geledah Kantor Dinas Perkim Lampung Tengah Terkait Korupsi Proyek PUPR OKU – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menggeledah kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkim) di wilayah Lampung Tengah pada, Selasa (21/4/2025) hari ini.

    Penggeledahan tersebut sehubungan dengan kasus korupsi proyek pada lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Kemering Ulu (OKU) Sulawesi Selatan.

    “Penyidik sedang melakukan tindakan Penggeledahan di Kabupaten Lampung Tengah terkait perkara dugaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan, tahun anggaran (TA) 2024 sampai dengan 2025,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (21/4/2025).

    Tessa mengatakan, penggeledahan saat ini masih berlangsung, sehingga dia belum bisa menyampaikan barang bukti yang disita KPK dari kasus korupsi proyek tersebut.

    “Untuk detailnya akan disampaikan setelah rangkaian kegiatan selesai,” ujar dia.

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan. Mereka ditetapkan sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Sabtu, 15 Maret 2025.

    “Berdasarkan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2024-2025, semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka,” jelas Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Minggu (16/3/2025).

     

  • KPK Geledah Kantor Dinas Perkim di Kabupaten Lampung Tengah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 April 2025

    KPK Geledah Kantor Dinas Perkim di Kabupaten Lampung Tengah Nasional 22 April 2025

    KPK Geledah Kantor Dinas Perkim di Kabupaten Lampung Tengah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menggeledah kantor Dinas Perumahan dan Permukiman (Dinas Perkim) di Kabupaten
    Lampung Tengah
    pada Selasa (22/4/2025).
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penggeledahan tersebut terkait dengan
    kasus suap
    proyek di
    Dinas PUPR
    Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
    “Penyidik sedang melakukan tindakan penggeledahan di Kabupaten Lampung Tengah terkait perkara dugaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan, tahun anggaran (TA) 2024-2025,” kata Tessa dalam keterangannya, Selasa.
    Tessa mengatakan, KPK akan menyampaikan informasi terbaru setelah rangkaian penggeledahan selesai.
    “Untuk detilnya akan disampaikan setelah rangkaian kegiatan selesai,” ujarnya.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus suap proyek di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025).
    Mereka adalah Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah (NOP); Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ); Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR); dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
    Kemudian dua orang tersangka dari kalangan swasta yaitu MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).
    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, tiga anggota DPRD diduga meminta jatah fee proyek di Dinas PUPR OKU Sumsel kepada Kepala Dinas PUPR Nopriansyah (NOP).
    Ketiganya adalah Anggota DPRD OKU Sumsel yaitu Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR) dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
    Ia mengatakan, NOP menjanjikan akan memberikan fee tersebut sebelum Hari Raya Idul Fitri melalui pencairan uang muka 9 proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.
    “Pada kegiatan ini, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, pertemuan dilakukan antara anggota dewan, kemudian Kepala Dinas PUPR juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD,” kata Setyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
    Setyo mengatakan, fee proyek sudah disepakati dalam pembahasan RAPBD OKU pada Januari 2025.
    Dia mengatakan, jatah fee bagi anggota DPRD tetap disepakati sebesar 20 persen dari nilai proyek Dinas PUPR sebesar Rp 35 miliar sehingga total fee-nya adalah sebesar Rp7 miliar.
    Selain itu, NOP selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU mengatur pemenangan 9 proyek dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
    Para tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Sementara dua tersangka dari pihak swasta yakni MFZ dan ASS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Dakwaan, Eks Gubernur Bengkulu Langsung Ditegur Hakim Karena Ngobrol

    Sidang Dakwaan, Eks Gubernur Bengkulu Langsung Ditegur Hakim Karena Ngobrol

    Bengkulu

    Pengadilan Negeri Bengkulu menggelar sidang perdana kasus OTT KPK yang menjerat mantan Gubernur Bengkulu, eks sekda, dan ajudan gubernur. Para terdakwa sempat ditegur hakim.

    Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan ini, ketiga terdakwa turut dihadirkan yakni mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekda non aktif Isnan Fajri, dan Ajudan Efriansyah. Persidangan ini dijaga ketat aparat kepolisian dan sidang dibatasi.

    Dalam pembacaan dakwaan tersebut diketuai oleh hakim Faisol, kedua terdakwa mantan Gubernur Bengkulu. Rohidin Mersyah dan Sekda Non aktif, Isnan Fajri didakwa dengan dakwaan yang sama oleh jaksa penuntut dari KPK secara bersama-sama menggunakan jabatannya untuk meminta sejumlah uang guna mendanai kampanye terdakwa Rohidin Meryah, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Gubernur Bengkulu.

    “Terdakwa mantan Gubernur Rohidin Mersyah menggunakan jabatannya untuk meminta sejumlah uang kepada pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan mengumpulkan sejumlah kepala dinas bersama terdakwa Isnan Fajri untuk mendanai pencalonan terdakwa,” kata Jaksa Penuntut Umum dalam pembacaan dakwaannya di majelis sidang, dilansir detikSumbagsel, Senin (21/4/2025).

    Dalam pembacaan dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum juga menjelaskan peran masing-masing terdakwa dalam meminta sejumlah uang kepada pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu, termasuk peran sejumlah kepala dinas yang diminta menjadi koordinator di setiap kabupaten dan kota hingga jumlah uang yang disetorkan.

    “Terdakwa Rohidin Mersyah dan Isnan Fajri juga mengumpulkan bila para pejabat eslon dua, terdakwa Isnan Fajri mengatakan bila tidak menuruti permintaan terdakwa Rohidin maka jabatannya sebagai kepala dinas akan dipakai lagi sebagai kepala dinas,” kata Jaksa Penuntut Umum dalam pembacaan dakwaannya.

    “Saya minta para terdakwa untuk mendengarkan pembacaan dakwaan JPU, jangan asyik mengobrol ya,” kata Hakim Ketua, Faisol.

    Baca selengkapnya di sini

    (idh/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bawaslu dalami dugaan politik uang PSU Kabupaten Serang

    Bawaslu dalami dugaan politik uang PSU Kabupaten Serang

    Serang (ANTARA) – Bawaslu mendalami dugaan politik uang pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Serang karena terkonfirmasi terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap 12 orang di sejumlah kecamatan.

    Anggota Bawaslu RI, Puadi, di Serang, Sabtu, mengatakan saat ini sedang mendalami apakah hasil OTT tersebut bisa langsung ditindaklanjuti sebagai temuan resmi, atau tetap menunggu laporan masyarakat sebagai pelapor.

    “Karena barang bukti sudah kami amankan, termasuk uang, handphone, dan data-data yang berkaitan, maka prosesnya tinggal menunggu klarifikasi dan pendalaman lebih lanjut,” katanya.

    Ia menyebutkan, sejak Jumat (18/4) malam hingga hari ini telah menerima laporan terkait operasi tangkap tangan (OTT) dugaan politik uang.

    “Ada 12 orang yang terjaring OTT di sejumlah kecamatan. Kami terus berkoordinasi dengan Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten, dan stakeholder lainnya. Saat ini proses pemeriksaan terhadap para pihak yang diamankan masih berjalan,” ujarnya.

    Selain itu, kata dia, Bawaslu juga menjalin koordinasi lintas lembaga bersama KPU, TNI, Polri, dan pihak terkait lainnya, guna memastikan pelaksanaan PSU berjalan sesuai aturan yang berlaku.

    Pihaknya juga menegaskan, langkah pencegahan dan penindakan terus dilakukan secara paralel, sembari membuka ruang partisipasi masyarakat untuk melapor bila menemukan pelanggaran di lapangan.

    “Hari ini jajaran kami juga langsung turun ke TPS-TPS yang semalam terjadi OTT, untuk memastikan tidak ada lagi praktik serupa dan proses pengawasan bisa berjalan maksimal. Sebab, dalam pilkada, baik pemberi maupun penerima politik uang sama-sama melanggar,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa Bawaslu akan memastikan kejelasan status hukum dari hasil OTT tersebut, apakah akan diproses melalui jalur laporan masyarakat atau sebagai temuan resmi.

    “Semua akan terang setelah proses klarifikasi kepada pihak-pihak terkait, termasuk dari tim pasangan calon mana dugaan pelanggaran ini berasal,” katanya.

    Lebih jauh Fuadi menuturkan, barang bukti berupa uang, telepon genggam, dan data yang diamankan akan menjadi dasar untuk menindaklanjuti dugaan pidana pemilihan.

    “Nantinya, proses ini akan berjalan melalui mekanisme hukum acara yang berlaku dalam regulasi pemilihan, dan tentu membutuhkan waktu yang cukup panjang,” ujarnya.

    Pewarta: Desi Purnama Sari
    Editor: Azhari
    Copyright © ANTARA 2025

  • PSU Kabupaten Serang Ada Politik Uang hingga OTT? Bawaslu Awasi Langsung

    PSU Kabupaten Serang Ada Politik Uang hingga OTT? Bawaslu Awasi Langsung

    PIKIRAN RAKYAT – Tersiar kabar adanya dugaan politik uang hingga penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Serang.

    Menanggapi informasi tersebut, Anggota Bawaslu RI, Puadi mengatakan bahwa pihaknya mengawasi pelaksanaannya secara langsung, hari ini, Sabtu, 19 April 2025.

    Ia menjelaskan, Bawaslu sigap melakukan pengawasan melekat dalam pelaksanaan PSU guna merespons faktor pelanggaran di daerah tersebut.

    “Kebetulan ada informasi yang sudah kami dapatkan dari semalam sampai perkembangan pagi sudah menerima operasi tangkap tangan (OTT). Dan pada hari ini kami langsung turun ke TPS-TPS yang menjadi lokasi OTT,” katanya, di Serang, Sabtu, 19 April 2025.

    Puadi mengungkapkan bahwa pihaknya sudah memiliki sejumlah bukti dari hasil operasi tangkap tangan (OTT). Pengawasan secara langsung dilakukan sebagai langkah lanjutan atas dugaan tersebarnya praktik politik uang.

    “Untuk OTT sudah ada 12 orang di berbagai kecamatan. Kami juga koordinasi terus dengan Bawaslu Provinsi Banten dan Kabupaten Serang dan proses pemeriksaan sedang berjalan,” katanya.

    Menurutnya, meski barang buktinya sudah ada, paling tidak nanti ada beberapa hal yang bisa digali lebih lanjut setelah dimintai keterangan. Karena dikhawatirkan sudah ada masyarakat yang sudah menerima politik uang ini.

    “Sehingga harus melakukan proses pengawasan melekat melalui jajaran kami untuk memastikan hal tersebut. Karena dalam pemilihan, baik pemberi maupun penerima politik uang bisa dikenai sanksi,” imbuhnya.

    Sementara itu, barang bukti yang berhasil diamankan meliputi uang tunai, perangkat elektronik, serta sejumlah dokumen pendukung lainnya.

    “Tentunya ini baru OTT, barang bukti sudah ada, tinggal nanti kami menggunakan prosedur hukum acara yang berlaku,” katanya.

    Pihaknya menekankan bahwa upaya pencegahan dan penindakan terus dilakukan, serta mengimbau masyarakat di Kabupaten Serang agar segera melaporkan jika memiliki informasi terkait kepada jajaran Bawaslu. ****

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Bawaslu RI awasi PSU Kabupaten Serang terkait dugaan politik uang

    Bawaslu RI awasi PSU Kabupaten Serang terkait dugaan politik uang

    Serang (ANTARA) – Bawaslu RI mengawasi langsung pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Serang, terkait adanya informasi dugaan politik uang.

    Anggota Bawaslu RI, Puadi, di Serang, Sabtu, mengatakan terkait dengan faktor pelanggaran di Serang, maka Bawaslu melakukan pengawasan melekat dalam pelaksanaan PSU.

    “Kebetulan ada informasi yang sudah kami dapatkan dari semalam sampai perkembangan pagi sudah menerima operasi tangkap tangan (OTT). Dan pada hari ini kami langsung turun ke TPS-TPS yang menjadi lokasi OTT,” katanya.

    Puadi menjelaskan bahwa telah mengantongi bukti-bukti dari hasil OTT. Dan pengawasan langsung ini dilakukan untuk menindaklanjuti potensi telah terdistribusinya praktik politik uang.

    “Untuk OTT sudah ada 12 orang di berbagai kecamatan. Kami juga koordinasi terus dengan Bawaslu Provinsi Banten dan Kabupaten Serang dan proses pemeriksaan sedang berjalan,” katanya.

    Menurutnya, meski barang buktinya sudah ada, paling tidak nanti ada beberapa hal yang bisa digali lebih lanjut setelah dimintai keterangan. Karena dikhawatirkan sudah ada masyarakat yang sudah menerima politik uang ini.

    “Sehingga harus melakukan proses pengawasan melekat melalui jajaran kami untuk memastikan hal tersebut. Karena dalam pemilihan, baik pemberi maupun penerima politik uang bisa dikenai sanksi,” imbuhnya.

    Sementara itu, untuk barang bukti yang telah diamankan yakni berupa uang tunai, barang bukti elektronik, serta dokumen-dokumen penunjang lainnya.

    “Tentunya ini baru OTT, barang bukti sudah ada, tinggal nanti kami menggunakan prosedur hukum acara yang berlaku,” katanya.

    Pihaknya menegaskan, untuk proses pencegahan dan penindakan tetap berjalan, dan diharapkan masyarakat di Kabupaten Serang jika ada informasi apapun segera disampaikan kepada jajaran Bawaslu.

    Pewarta: Desi Purnama Sari
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pakar Hukum Nilai Kasus Hukum La Nyalla Terkesan Dipaksakan

    Pakar Hukum Nilai Kasus Hukum La Nyalla Terkesan Dipaksakan

    loading…

    Penyidikan perkara yang menjerat Ketua DPD RI ke-5 AA La Nyalla Mahmud Mattalittioleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan dipaksakan. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Penyidikan perkara yang menjerat Ketua DPD RI ke-5 AA La Nyalla Mahmud Mattalittioleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) terkesan dipaksakan.Sebab, La Nyalla dianggap terlibat dan bertanggung jawab dalam kasus yang menjerat pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024.

    Pakar Hukum Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul menilai, hal itu didasarkan kepada upaya dan narasi yang dibangun KPK. Di mana seolah La Nyalla adalah pihak yang patut diduga terlibat dan bertanggung jawab dalam perkara penerimaan dana hibah yang dalam penggunaanya menyimpang.

    “Dasar hukum pengusutan perkara tindak pidana korupsi ini adalah pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim 2019-2022, yang berasal dari rekomendasi anggota DPRD Jatim, yang kemudian ternyata ditemukan adanya penyimpangan dalam prosesnya. Yaitu pemotongan dan cash back kepada pimpinan dan anggota DPRD Jatim,” tandas Chudry di Jakarta, Sabtu (19/4/2025).

    Chudry mengatakan, perkara tersebut diawali dengan operasi tangkap tangan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak pada pertengahan Desember 2022 lalu. Lalu dikembangkan dengan menyisir pokmas penerima hibah atas rekomendasi anggota dewan Provinsi Jatim. KPK kemudian menetapkan pimpinan DPRD Jatim dan anggota lainnya sebagai tersangka. Termasuk Ketua DPRD Jatim saat itu, Kusnadi.

    “Yang kedua, yang juga penting untuk menjadi catatan, penggeledahan ke kediaman La Nyalla di Surabaya didasarkan atas Surat Perintah Penyidikan, yaitu Sprindik nomor 96/DIK/00/01/07/2024 tanggal 5 Juli 2024, yang merupakan Sprindik untuk tersangka saudara Kusnadi. Artinya, KPK menduga hasil tindak pidana korupsi saudara Kusnadi disimpan atau terdapat di kediaman La Nyalla. Atau La Nyalla adalah salah satu pokmas penerima hibah atas rekomendasi saudara Kusnadi,” urainya.

    Hal itu, menjadi pertanyaan karena La Nyalla tidak ada hubungan apa pun dengan Kusnadi. La Nyalla juga bukan pokmas yang menerima hibah atas rekomendasi Kusnadi atau anggota DPRD Jatim lainnya. Sehingga wajar jika kemudian penyidik KPK tidak menemukan apa pun yang dibawa dari kediaman LaNyalla.

    “Lalu, yang terbaru, KPK mengatakan rumah La Nyalla digeledah karena pernah menjadi Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur periode 2010-2019. Ini menurut saya menjadi pertanyaan juga. Karena perkara ini payung besarnya, dilihat dari Laporan Kejadian Tindak Pidana (LKTP) dan Sprindik perkara ini adalah penggunaan APBD dalam pengurusan dana hibah untuk pokmas 2019-2022, terutama dengan tersangka saudara Kusnadi,” bebernya.

    Ucok, panggilan akrab Chudry juga menjelaskan penerima hibah APBD selalu menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) di mana organisasi seperti KONI daerah, KPUD, Panwaslu dan lainnya di daerah, selalu di tandatangani oleh Ketua bukan Wakil Ketua.

    “Jadi kalaupun KONI Jatim itu juga menerima hibah daerah dari Pemerintah Provinsi melalui Dispora, yang mempertanggung jawabkan itu ketua. Bukan wakil ketua. Karena yang tanda tangan NPHD itu ketua. Ini due process of law. Yang harus ditegakkan secara adil, sehingga menghindari kesewenang-wenangan institusi penegak hukum terhadap masyarakat,” tukas ahli hukum pidana itu.

    Dalam KUHAP salah satunya due process, adalah setiap orang harus terjamin hak terhadap dirinya, kediaman, serta terhindar dari surat-surat pemeriksaan dan penyitaan yang tidak beralasan, dan juga hak mendapat perlindungan dan pemeriksaan yang sama dalam hukum.

    (cip)

  • Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan penyidik untuk mengetahui alasan tidak dipanggilnya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat proses penyidikan kasus Suap PAW KPU terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kala itu.

    Langkah ini untuk merespons fakta persidangan Hasto terkait eks caleg PDIP, Harun Masiku, yang mengintervensi Arief Budiman saat menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    “Tentunya berkoordinasi dengan penyidik apabila pertanyaannya mengapa pada saat proses penyidikan tidak dilakukan pemanggilan,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Tessa menjelaskan, ia perlu mengetahui keterangan penyidik secara utuh terkait alasan Harun menunjukkan foto Megawati sehingga keterangan itu dapat disampaikan kepada publik. “Saya perlu melihat dulu secara real untuk bisa memberikan tanggapan yang proper,” ucapnya.

    Dalam persidangan hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkapkan bahwa eks caleg PDIP, Harun Masiku, mengintervensi Arief Budiman ketika menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    Awalnya, jaksa penuntut Wawan Yunarwanto mengonfirmasi Arief Budiman terkait pertemuannya dengan Harun di ruang kerja Arief di Kantor KPU RI. Arief dihadirkan sebagai saksi dalam sidang untuk Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, terdakwa kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Arief Budiman nomor 21, saat diperiksa kembali oleh penyidik KPK pada 15 Januari 2025. Dalam BAP tersebut, disebutkan bahwa Harun Masiku masuk ke ruang kerja Arief bersama seseorang yang tidak dikenal, tanpa undangan dan tanpa jadwal pertemuan yang ditentukan oleh pihak KPU.

    Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar September 2019 itu, Harun meminta bantuan Arief agar dirinya dapat diloloskan sebagai anggota DPR melalui surat PDIP. “Selanjutnya saudara Harun Masiku dan rekannya memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk meminta tolong agar permohonan yang secara formal telah disampaikan PDIP melalui surat nomor 2576/X/DPP/VIII/2019 kepada KPU dapat dibantu untuk direalisasikan,” kata jaksa membacakan.

    Isi surat tersebut memuat permintaan agar KPU melaksanakan permohonan PDIP berdasarkan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa partai memiliki hak untuk menentukan kader terbaik dalam pengisian PAW kursi legislatif. Pada saat itu, Harun dimaksudkan untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas yang telah meninggal dunia.

    Setelah itu, menurut jaksa Wawan, Harun menunjukkan fotonya bersama Megawati dan mantan Ketua MA, Hatta Ali, sebagai bentuk intervensi agar Arief mengabulkan permintaan tersebut. “Foto-foto yang di dalamnya terdapat gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan, dan gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Muhammad Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung. Itu yang disampaikan ya?” tanya jaksa kepada Arief.

    Arief membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurutnya, ruang kerjanya memang selalu terbuka bagi siapapun yang ingin menemuinya. Namun, Arief mengaku tidak mengetahui alasan Harun menunjukkan foto-foto tersebut. Ia menyatakan tidak merasa terintervensi dan tidak menyimpan foto-foto itu.

    “Enggak tahu, Pak. Saya sih, ruangan saya kan selalu terbuka, dan saya bisa menerima siapa pun tamu-tamu yang datang, ya. Baik teman-teman dari daerah, teman-teman partai politik, anggota DPR, itu biasa saja masuk. Dan untuk hal-hal yang bersifat formal-formal begitu biasanya saya minta kirimkan saja suratnya secara resmi ke kantor,” jelas Arief.

    “Nah, kalau Pak Harun Masiku menunjukkan foto itu ya saya nggak tahu maksudnya apa. Tapi bagi saya kan biasa saja itu, saya juga tidak membawa, menerima, mengoleksi hal-hal yang semacam itu,” sambungnya.

    Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

    Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020. Ia juga disebut meminta stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.

    Selain itu, Hasto didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio.

    Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme PAW.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Johan Budi Disebut di Persidangan oleh Wahyu Setiawan, Ini Penjelasannya

    Johan Budi Disebut di Persidangan oleh Wahyu Setiawan, Ini Penjelasannya

    PIKIRAN RAKYAT – Nama mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus eks Juru Bicara KPK, Johan Budi, muncul di persidangan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Nama Johan Budi disebut dalam kesaksian eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

    Adapun Wahyu Setiawan dihadirkan oleh jaksa di persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto. Wahyu Setiawan, yang pernah divonis dalam kasus suap serupa, hadir sebagai saksi.

    Di hadapan majelis hakim dan tim jaksa dari KPK, Wahyu mengisahkan banyak pihak yang ia sebut sebagai makelar dalam upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019–2024. Dari pengakuan itulah, nama Johan Budi mengemuka.

    Semua berawal ketika jaksa KPK membacakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 15 milik Wahyu yang pernah menyampaikan pesan kepada Ketua KPU saat itu, Arief Budiman. Pesan tersebut adalah permintaan agar Arief, yang akan melakukan kunjungan kerja bersama Johan Budi menyampaikan kepada Johan bahwa permintaan PDIP untuk mengondisikan agar Harun Masiku bisa lolos ke Senayan tidak bisa dikabulkan. Wahyu mengaku kasihan terhadap Harun lantaran banyak makelar yang datang menemuinya.

    “Saudara jelaskan terkait upaya saudara membuat Harun Masiku terpilih menjadi Anggota DPR 2019-2024. Ini jawaban saudara ya; ‘Pada kesempatan lain saya menyampaikan ke saudara Arief Budiman (Ketua KPU saat itu) apabila bisa berkomunikasi dengan saudara Harun Masiku, sampaikan bahwa permintaan PDIP terkait hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, karena kasihan Harun Masiku karena banyak makelar’. Maksudnya gimana banyak makelar?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.

    Banyak Makelar, Apa Maksudnya?

    Jaksa meminta Wahyu untuk menjelaskan lebih dalam apa yang dimaksud dengan makelar. Wahyu menjelaskan bahwa istilah itu ia gunakan untuk menggambarkan banyaknya pihak yang mendatanginya, seolah bisa memengaruhi proses PAW Harun Masiku, padahal secara aturan tidak mungkin dilakukan.

    “Itu bahasa saya yang bisa ditafsirkan. Karena banyak pihak yang menemui saya, sementara sebenarnya tidak bisa, kan kasihan,” tutur Wahyu.

    Mengapa Harun Masiku Tak Dihubungi Langsung?

    Pertanyaan lain yang tak kalah penting adalah mengapa Wahyu tidak menyampaikan langsung kepada Harun Masiku? Ternyata, menurut pengakuannya, ia sama sekali tidak pernah bertemu ataupun memiliki kontak Harun. Karena itu, ia menyampaikan pesannya lewat Arief Budiman, yang dalam pikirannya bisa menyampaikan kepada Johan Budi sebagai representasi PDIP.

    “Saya belum pernah ketemu Harun Masiku, dan saya memang tidak punya kontak dan komunikasi, saya sampaikan kepada ketua ‘mas minta tolong sampaikan ke Pak Johan’ kenapa Pak Johan? Karena PDIP,“ ucap Wahyu.

    Dakwaan Hasto

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Cegah OTT, KPK Minta Pemkab Sidoarjo Tutup Celah Korupsi di Anggaran dan Proyek

    Cegah OTT, KPK Minta Pemkab Sidoarjo Tutup Celah Korupsi di Anggaran dan Proyek

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, Jawa Timur untuk memperbaiki tata kelola di tiga sektor rawan korupsi yaitu perencanaan, penganggaran, dan pengadaan barang/jasa (PBJ). Sorotan ini disampaikan dalam audiensi antara KPK dan jajaran Pemkab Sidoarjo di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa, 15 April 2025.

    Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti, menilai praktik korupsi kerap bermula dari proses perencanaan dan penganggaran yang menyimpang dari regulasi. Ia meminta Pemkab Sidoarjo segera berbenah agar tak terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) atau dilaporkan ke aparat penegak hukum lain.

    “Kali ini, perhatian KPK tertuju pada Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang dinilai perlu pembenahan serius agar tak terjebak dalam pusaran praktik koruptif,” ujar Ely dalam keterangan yang diterima, Rabu, 16 April 2025.

    Mengapa Sidoarjo Disorot?

    Ely menjelaskan, Sidoarjo termasuk lima daerah dengan pengawasan khusus KPK karena nilai APBD 2025 yang tinggi, yakni Rp5,947 triliun, serta banyaknya laporan dugaan penyimpangan selama tiga periode terakhir. Belanja hibah sebesar Rp284 miliar dan bantuan sosial Rp100 miliar disebut berisiko dikorupsi jika tidak diawasi ketat.

    “Pemkab Sidoarjo sekarang diisi oleh 60% incumbent. Semuanya terlibat dalam pengawasan keuangan daerah, melaksanakan amanah undang-undang, sehingga tanamkan mindset untuk pengabdian,” ujar Ely.

    Pasalnya, kata Ely, sejauh ini indikasi yang diterima KPK banyak usulan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD yang masuk melalui SIPD, tapi realisasinya berbeda. Pengadaan langsung mendominasi dan ini sudah menjadi pola umum.

    Pokir dan Perjalanan Dinas Jadi Sorotan

    KPK mencatat 709 usulan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Sidoarjo, 209 di antaranya disetujui untuk APBD 2025. Sementara itu, anggaran perjalanan dinas DPRD sebelum efisiensi sempat mencapai Rp50,5 miliar, dengan realisasi awal sebesar Rp3,1 miliar.

    Tak hanya itu, dari 16 proyek strategis yang direncanakan tahun depan, 12 di antaranya belum menunjukkan kemajuan berarti. Kepala Satuan Tugas Korsup Wilayah III, Wahyudi, menekankan pentingnya pembenahan menyeluruh dalam tata kelola anggaran.

    “Kami melihat masih ada risiko besar dari pengadaan langsung dan pengelolaan pokir yang jumlahnya tinggi. Kalau celah-celah ini tidak ditutup sekarang, maka potensi penindakan akan sangat terbuka ke depan,” ucap Wahyudi.

    Berdasarkan Monitoring Center for Prevention (MCP) 2024, Sidoarjo memperoleh skor 92,51, naik dibanding tahun sebelumnya. Namun, dari sisi Survei Penilaian Integritas (SPI), nilainya justru menurun tajam menjadi 67,91, turun 7,39 poin dari tahun 2023.

    KPK mengingatkan agar Pemkab tidak terlena dengan capaian MCP, karena skor SPI menunjukkan masih adanya persepsi negatif terhadap integritas pemerintahan daerah, baik dari internal maupun eksternal.

    Apa Komitmen Pemkab Sidoarjo?

    Bupati Sidoarjo, Subandi, dan Ketua DPRD Abdillah Nasih menyatakan komitmen memperbaiki sistem anggaran agar transparan dan bebas intervensi. Inspektorat juga sudah mengaudit perjalanan dinas dan melakukan reviu anggaran.

    “Kami ingin menghasilkan APBD yang transparan. Sistem yang kami bangun tidak boleh jadi alat untuk disusupi atau kegiatan yang menguntungkan pihak tertentu,” ujar Subandi.

    “Terkait pokir dan perjalanan dinas, kami terbuka terhadap masukan dan selalu berkoordinasi dengan Inspektorat,” kata Abdillah menambahkan.

    Lebih lanjut, Inspektur Kabupaten Sidoarjo, Andjar Surjadianto, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan reviu perencanaan dan audit atas perjalanan dinas, termasuk pengembalian kelebihan anggaran oleh pihak terkait.

    “Kami temukan bahwa titik rawan tetap ada di tahap perencanaan dan penganggaran. Prinsipnya, follow the money dan pastikan semuanya sesuai RPJMD dan RKPD,” ucapnya.

    Langkah Pencegahan Apa yang Ditempuh?

    Oleh karena itu, dalam pertemuan ini KPK dan Pemkab Sidoarjo KPK menyepakati delapan langkah perbaikan tata kelola dalam rangka pencegahan korupsi di Kabupaten Sidoarjo, antara lain:

    1. Proyek strategis sesuai prosedur dan melibatkan inspektorat
    2. Progres proyek dilaporkan ke kepala daerah
    3. Pengawasan ketat atas pelaksana proyek
    4. Manajemen kepegawaian bebas KKN
    5. Penyelesaian proyek tepat waktu
    6. Revisi Perbup bantuan keuangan desa
    7. Konsolidasi dan e-audit PBJ
    8. Pemantauan berkala lewat dashboard monitoring

    Audiensi ini dihadiri pimpinan DPRD, kepala OPD, Wakil Bupati Mimik Idayana, Sekda Fenny Apridawati, dan jajaran legislatif serta eksekutif lainnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News