Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan percepatan penerapan program mandatori biodiesel 50% (B50). Tujuannya adalah mencapai ketahanan energi nasional melalui sumber yang lebih ramah lingkungan.
Namun, ambisi tersebut tersandera oleh persoalan pasokan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang belum mencukupi kebutuhan domestik.
Bisnis mencatat, Pemerintah menargetkan implementasi B50 dimulai pada 2026. Kebijakan ini diklaim akan menekan impor solar sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen biodiesel terbesar di dunia.
Namun, di balik optimisme tersebut, pasokan CPO yang ada saat ini belum mencukupi, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan domestik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui ketersediaan bahan baku CPO masih menjadi tantangan utama dalam rencana penerapan biodiesel B50 di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan pelaksanaan mandatori B50 masih bergantung pada hasil kajian teknis dan ketersediaan bahan baku CPO di dalam negeri.
“Kalau kita mau mandatori 50 pun nggak bisa sama-sama 50, karena kurang dan belum ada replanting, belum ada penambahan lahan, belum ada itu,” kata Eniya dalam konferensi pers 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025).
Eniya menyampaikan, produktivitas perkebunan sawit saat ini tidak mengalami peningkatan signifikan. Di sisi lain, kebutuhan bahan baku akan melonjak tajam bila program B50 dijalankan secara serentak. Untuk itu, opsi penyesuaian volume penyerapan biodiesel di sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO tengah dikaji.
“Kalau ini naik 50, berarti ini turun jadi 35 atau 40 atau berapa. Jadi, adjustment itu. Plus adjustment serapan solar. Jadi, ini masih diskusi ya,” ujarnya.
Risiko Terhadap Harga CPO
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan tantangan utama dalam implementasi kebijakan B50 terletak pada cara meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa sawit dalam negeri.
“Kalau B50 diimplementasikan maka ada kemungkinan ekspor akan turun, perihal harga apabila supply berkurang maka kemungkinan harga akan naik, kecuali supply minyak nabati lain supply-nya bagus,” kata Eddy kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).
Senada, pengamat mewanti-wanti implementasi kebijakan B50 pada semester II/2026 akan membuat harga CPO menjulang, jika rantai pasok komoditas tersebut lebih sedikit.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kebijakan B50 dipastikan akan menambah permintaan (demand) terhadap bahan baku minyak sawit.
“Jadi, ini ada additional demand yang di-drive oleh kebijakan pemerintah, on top of demand yang ada sekarang. Jadi, kalau kemudian suplai [CPO] tidak bisa picking up terhadap penambahan demand, tentu saja akan berdampak terhadap harga minyak sawit di pasar internasional,” kata Faisal kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).
Faisal menuturkan, implementasi B50 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan harga CPO. Jika kebijakan tersebut dilakukan dalam skala yang luas, kata dia, ada kemungkinan di semester II/2026 sudah terlihat lonjakan harga CPO di internasional.
“Karena sudah pasti kemungkinan besar kalau dia [B50] implementasinya cepat dan masif, maka supply itu tidak bisa mengimbangi secara dengan mudah dalam waktu singkat, sehingga akan berdampak terhadap kenaikan harga,” terangnya.
Faktor lainnya adalah masalah cuaca, peremajaan sawit, hingga hilirisasi sawit untuk mendukung B50. Dia menjelaskan, jika hilirisasi tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan produksi di hulu, maka harga CPO akan meningkat dan langka seperti kelapa bulat.
Bahkan, dia menyebut lonjakan harga CPO di tingkat internasional akan membuat para pemain mencari celah untuk mengekspor komoditas tersebut.
“Karena tentu saja harga diekspor lebih menguntungkan misalnya,” imbuhnya.
Faisal menilai pemerintah perlu mengontrol rantai distribusi untuk mengantisipasi segala kemungkinan dampak dari adanya kebijakan B50 pada semester II/2026.
