Jakarta –
Memperhitungkan risiko dengan cermat menjadi modal penting untuk bisa meraih keberhasilan. Hal ini menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh Noverian Aditya, yang akhirnya memutuskan untuk resign dari pekerjaannya di salah satu perusahaan swasta besar di Indonesia
Pria yang akrab disapa Eri ini melepaskan gaji puluhan juta untuk fokus dalam bidang yang ia gemari. Langkah yang terdengar nekat ini membuatnya berhasil mengembangkan usaha dengan omzet miliaran rupiah melalui komoditas biji kopi.
Eri merupakan Co-founder Java Kirana, perusahaan sosial (social enterprise) yang bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan pasca-panen. Java Kirana hadir dengan tujuan utama menjadi ecosystem enabler untuk industri kopi Indonesia.
“Kita mencoba nge-balancing antara people, planet, sama profit. Ecosystem enabler itu apa, itu mitra petani, prosesor, maupun teman-teman di hilir untuk bisa memastikan kopinya diproses dengan baik, lestari, dan tidak merusak lingkungan,” kata Eri kepada detikcom, ditulis Kamis (31/10/2024).
Langkah ini diwujudkannya melalui peningkatan kapasitas bagi para petani dengan tujuan membuat proses budidaya kopi yang lebih baik, sehingga produktivitas meningkat. Dengan demikian, pendapatan petani pun juga ikut terkerek naik.
“Lalu kita kasih mereka edukasinya itu berdasarkan teknologi dan sains. Tujuannya biar petani ngerasa ditemenin sebenarnya karena ternyata industri hulu itu sangat-sangat sepi. Nggak banyaklah orang yang masuk ke sana. Walaupun banyak, biasanya masuknya hanya sebagai off-taker atau trader. Jadi mereka nggak terlalu mempedulikan kehidupan si petaninya,” ujarnya.
Eri melihat, betapa riuhnya industri kopi di sisi hilir dengan menjamurnya coffee shop. Namun ironisnya, di tengah hingar-bingar industri ini, posisi petani tetap bergeming. Padahal, harga kopi melambung tinggi di pusat keramaian itu.
Hal inilah yang membuatnya dan rekan SMA-nya pada waktu itu memutuskan untuk mengambil aksi nyata untuk menyeimbangkan produktivitas pertanian dengan kualitasnya. Java Kirana pun lahir dari sebuah proyek tugas kuliah di tahun 2016.
“Modal sih pada waktu itu sebenarnya hampir nggak ada, modal dengkul banget. Karena kebetulan aku suka kopi dari SMA. Jadi aku mendirikan Java Kirana ini sama teman SMA-ku. Jadi dia masuk teknik pangan, di UGM aku masuknya ekonomi di FUI,” kata dia.
Ekspor ke 7 Negara hingga Omset Miliaran/Tahun
Bermodalkan sempat menjadi barista, ia pun akhirnya mantap untuk mengembangkan bisnisnya itu hingga saat ini. Di tengah proses tersebut, Eri mengambil langkah berani untuk resign dari pekerjaannya di korporasi dan fokus ke Java Kirana. Bahkan pada kala itu, ia meninggalkan gajinya yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan.
Perjuangannya pun berbuah manis. Dari yang semula hanya mendistribusikan biji kopi ke 3-4 cafe, kini Java Kirana telah memiliki ratusan klien hingga berhasil ekspor ke sekitar 7 negara.
“Sekarang Java Kirana jatuhnya sudah jadi Perusahaan Kena Pajak (PKP). Omset tahunan sudah miliaran,” ungkap Eri.
Java Kirana saat ini juga telah memiliki perkebunan sekitar 15 hektare, dengan petani mitra lebih dari 500 petani yang mengelola sekitar 750 hektare lahan. Adapun lokasi perkebunannya tersebar di beberapa provinsi, hingga ke Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kisaran harga biji kopi Java Kirana per kilogram mencapai US$ 10 atau sekitar Rp 150 ribu secara rata-rata. Sementara kopi unggulan yang ditawarkan ada Kopi Bogor lactic wash, lalu Kopi Garut natural single variety yellow caturra, serta Kopi Sigi full wash.
Di sisi lain, menurut Eri, bisnisnya saat ini masih permulaan. Ia mengatakan, masih banyak sekali pemain-pemain besar di industri kopi dengan pengalaman yang jauh di atasnya. Hal ini membuatnya punya mimpi dan target besar jauh ke masa depan.
“Target jangka panjangnya pengen Java Kirana jadi household name di industri kopi. Ketika orang lihat kopi ada logo Java Kirana, semua orang langsung tahu kalau kopi itu pasti enak dan ada dampak kepada sosial dan lingkungan,” ujarnya.
Delapan tahun mengembangkan Java Kirana, Eri berpegang teguh pada pesan seseorang agar memperhitungkan segala risiko. Dengan memperhitungkan risiko, artinya kita tahu kemungkinan terburuk yang bisa terjadi, namun di saat yang bersamaan juga tau kemungkinan terbaiknya.
“Kalau kayak aku yang sampai masuknya ke dunia social enterprise ini kayaknya ada tiga hal penting. Pertama kemurnian niatnya. Kalau niatnya udah murni, mau bantu orang atau mau bantu industri seenggak-nggaknya pasti bakal selalu di jalan yang kita bisa tau sendiri pagar-pagarnya. Kedua, we should have fun while doing it. Ketiga harus kreatif, and to be creative you have to be free,” kata Eri.
Lihat Video: Pengusaha Kafe Belum Rasakan Dampak Kenaikan Harga Biji Kopi
(shc/rrd)