Tiga Bulan Kelam Siswa SMPN 19 di Tangsel, Terkungkung Dalam Perundungan

Tiga Bulan Kelam Siswa SMPN 19 di Tangsel, Terkungkung Dalam Perundungan

Liputan6.com, Jakarta Fenomena bullying atau perundungan masih menjadi masalah serius di berbagai lingkungan pendidikan, termasuk di tingkat sekolah menengah pertama. Di usia remaja yang sedang mencari jati diri, sebagian siswa terkadang mengekspresikan diri dengan cara yang salah, seperti mengejek, mengucilkan atau bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap teman sebaya.

SMPN 19 Tangerang Selatan tidak luput dari tantangan ini, di mana dinamika pergaulan siswa dapat memunculkan potensi terjadinya tindakan bullying dalam berbagai bentuk.

Bullying bukan hanya sekadar masalah antara pelaku dan korban, tetapi juga menyangkut kondisi sosial dan psikologis seluruh warga sekolah.

MH (13), pelajar kelas 7 SMPN 19 Kota Tangerang Selatan, mengalami masalah kesehatan serius, mata rabun, karena diduga menjadi korban bully yang dilakukan teman sekelas. MH kini sedang terbaring lemas di rumah sakit.

Rizky, kakak korban menceritakan, adiknya diduga sudah mendapatkan penganiayaan sejak Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Puncaknya pem-bully-an terjadi pada Senin (20/10/2025) lalu. Saat itu, MH dikabarkan dipukul teman sekelasnya menggunakan bangku.

“Sejak masa MPLS, yang paling parah kemarin 20 Oktober yang dipukul kepalanya pakai kursi,” kata Rizki di Tangsel, Selasa (11/11/2025).

Setelah kejadian itu, pada Selasa (21/10/2025), korban mulai mengeluhkan rasa sakit yang ditimbulkan akibat kejadian tersebut. Dia bercerita ke ayah dan ibunya, kalau kepalanya sangat sakit, hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Saat pihak keluarga melakukan pendalaman, ternyata korban mengaku sudah sering menerima bullying mulai dari dipukul hingga ditendang.

“Yang paling parah dipukul kursi kena bagian kepalanya. Baru cerita semua pas kejadian sudah parah. Kalau yang lainnya enggak pernah cerita, ini beraniin cerita karena udah ngerasa sakit parah,” terangnya.

Rizki menyebut adiknya sempat dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Kota Tangsel. Karena kondisinya semakin parah, adiknya telah dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan.

“Kondisi sekarang sangat memprihatinkan badan udah enggak bisa dibawa jalan, pada lemes semua seluruh tubuhnya, mata sedikit rabun, sering pingsan dan gamau makan,” tuturnya.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Tangsel, Deden Deni mengatakan, pihaknya sudah memediasi orang tua dari korban dan terduga pelaku.

“Sudah kami mediasi masing-masing orang tua sudah ketemu dengan pihak sekolah juga,” katanya.

Saat ini, pihaknya sedang mencari informasi untuk mengetahui pasti kondisi terkini korban.

“Kami juga berkunjung ke rumah orang tua untuk memastikan kondisi anak,” ucap Deden.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong agar ini diproses secara hukum. Langkah ini penting untuk memberikan keadilan dan efek jera.

“Kalau diproses hukum kita bisa tahu duduk perkara bagaimana dan penyelesaian seperti apa,” kata Komisioner KPAI Diyah Puspitarini.

KPAI mendukung langkah aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut secara tegas.

“Itu tergantung dari kepolisian yang menentukan, kalau ada bullying dan apakah terjadi (kekerasan), luka-luka kan ada, tidak apa diproses hukum,” tuturnya.

Menurutnya, meski dalam penanganan kasus perundungan ini melibatkan pelaku di bawah umur, proses hukum tetap dapat dilakukan sesuai dengan Undang-Undang pada Pasal 59 A atau peradilan pidana anak.

“Tidak apa-apa, kan ada sistem peradilan anak,” ucapnya.

KPAI juga mendesak pemerintah agar segera merespons cepat dalam penyelesaian persoalan perundungan anak di lingkup sekolah.

“Tindakan bullying ada di mana-mana dan kita semua sepakat jangan sampai ada bullying lagi, maka kalau ada bullying ayo segera diselesaikan,” ujarnya.

Semua pihak baik pemerintah, sekolah, maupun orang tua, kata dia, diharapkan mampu memberikan respons yang tepat ketika mengetahui adanya kasus perundungan di lingkungan anak.

Upaya deteksi dini dan respons cepat dalam menangani kasus perundungan, lanjut dia, penting dilakukan untuk mencegah dampak yang lebih buruk dari perilaku perundungan tersebut.

“Kalau bisa diselesaikan di sekolah ya. Sekolah kalau tidak bisa, bisa dengan cara lain,” pungkas Diyah.