Bisnis.com, JAKARTA – Tiga petinggi smelter swasta divonis pidana penjara selama lima tahun hingga delapan tahun penjara terkait kasus korupsi timah.
Ketiga petinggi smelter dimaksud, yakni Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon yang divonis delapan tahun penjara serta General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani dan Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie yang dijatuhkan masing-masing lima tahun penjara.
“Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Hakim Ketua Tony Irfan dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dilansir dari Antara, Jumat (27/12/2024).
Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat pula pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung yang divonis dengan pidana penjara selama lima tahun.
Tak hanya pidana penjara, keempat terdakwa turut dijatuhkan hukuman denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun untuk Tamron. Sedangkan Albani, Hasan, dan Buyung dikenakan pidana denda masing-masing senilai Rp750 juta subsider pidana kurungan enam bulan.
Sementara untuk Tamron, dihukum pula dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp3,54 triliun subsider lima tahun penjara.
Dengan demikian, perbuatan keempat terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Khusus Tamron, terbukti pula secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana dakwaan kedua primer.
Adapun putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Tamron dituntut 14 tahun penjara, sedangkan Achmad, Hasan, dan Buyung masing-masing delapan tahun penjara.
Namun keempat terdakwa turut dikenakan pidana denda yang sama dengan tuntutan, yakni sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun untuk Tamron, sedangkan Albani, Hasan, dan Buyung dituntut pidana denda masing-masing senilai Rp750 juta subsider pidana kurungan enam bulan.
Sementara untuk Tamron, sebelumnya dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp3,66 triliun subsider delapan tahun penjara.
Keempat terdakwa sebelumnya diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Sementara Tamron turut diduga melalukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya dalam kasus tersebut sebesar Rp3,66 triliun, antara lain untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.
Dalam kasus tersebut, Tamron bersama-sama dengan Achmad, Hasan, serta Buyung, melalui CV VIP dan perusahaan afiliasinya, yaitu CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, dan CV Mutiara Jaya Perkasa, didakwa telah melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Kegiatan itu turut dilakukan bersama-sama dengan smelter swasta lainnya, di antaranya PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.