TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengklaim Hamas telah membuka front baru di Suriah untuk melawan Israel.
Saar menyebut saat ini front utara Israel masih menjadi ancaman serius bagi keamanan negara Yahudi itu.
Hal itu disampaikan Saar saat Forum Dewan Asosiasi Uni Eropa-Israel di Kota Brussels, Belgia, pada hari Senin lalu, (24/2/2025).
Menurut Saar, Israel tak akan berkompromi perihal keamanannya di perbatasan Suriah.
“Hamas dan Jihad Islam beroperasi di Suriah untuk membuat front baru guna melawan Israel,” kata Saar,” dikutip dari All Israel News.
Dia mengklaim pendapat bahwa rezim di Suriah telah berganti demi kebaikan adalah hal yang tak masuk akal.
Saar mengatakan Israel senang karena rezim Presiden Bashar Al Assad telah ambruk. Namun, Israel belum bisa tenang.
“Pemerintah barunya adalah kelompok jihad Islam dari Idlib yang mengambil alih Damaskus dengan paksa. Kami semua senang Assad telah pergi, tetapi kami harus realistis. Para islamis berbicara lembut, lihat bagaiman Iran berbicara pada tahun 1979 (saat revolusi). Namun, semua orang tahu siapa pemimpinnya.”
Dia mengklaim Suriah hanya akan stabil jika negara itu menjadi federasi yang menyertakan berbagai wilayah otonom.
Pernyataan Saar itu dilontarkan beberapa hari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta adanya demiliterisasi penuh di Suriah selatan. Netanyahu menegaskan Israel tak menoleransi ancaman apa pun terhadap komunitas Druze di Suriah selatan.
PETA SURIAH – Tangkap layar situs Liveuamap yang diambil pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan peta Suriah di mana titik berbagai peristiwa sedang terjadi. (Tangkapan layar situs Liveuamap)
Israel kembali serang Suriah
Sementara itu, Israel masih melancarkan serangan ke Suriah. Pada hari Selasa pekan ini Israel mengaku menargetkan fasilitas militer berisi senjata di Suriah selatan.
Setidaknya dua orang dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel itu. Tidak diketahui dengan pasti apakah keduanya adalah warga sipil atau kalangan militer.
“Selama beberapa jam terakhir, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyerang target militer di Suriah selatan, termasuk pusat komando dan banyak fasilis yang berisi senjata,” kata IDF dikutip dari Le Monde.
IDF mengklaim keberadaan fasilitas militer di Suriah selatan mengancam keamanan warga Israel.
“IDF akan terus beroperasi guna menyingkirkan setiap ancaman bagi warga Israel.”
Sementara itu, Obervatorium Suriah untuk HAM mengatakan ada dua fasilitas militer di Suriah selatan yang ditargetkan.
“Pesawat Israel melancarkan empat serangan terhadap satu markas satuan militer di barat daya Damaskus. Pada waktu bersamaan, serangan Israel lainnya menghantam fasilitas di Provinsi Daraa,” kata Obervatorium Suriah.
Israel mulai menyerbu Suriah pada hari yang sama ketika Assad digulingkan. Saat itu pasukan Israel memasuki zona penyangga yang memisahkan pasukan Israel dan pasukan Suriah di Dataran Tinggi Golan.
Netanyahu mengatakan pasukan Israel tetap akan berada di zona penyangga dalam waktu yang belum bisa ditentukan demi “melindungi warga Israel dan mencegah ancaman”.
Israel sudah melancarkan ratusan serangan udara yang menargetkan fasilitas militer Suriah sejak rezim Assad berakhir.
“Kami tidak akan mengizinkan pasukan dari organisasi HTS atau tentara baru Suriah memasuki area selatan Damaskus,” kata Netanyahu.
HTS yang dimaksud Netanyahu ialah kelompok Hayat Tahrir al-Sham yang menggulingkan Assad.
“Kami meminta demiliterisasi penih di Suriah selatan, termasuk Provinsi Quneitra, Daraa, dan Suwayda,” kata PM Israel itu.
(*)