Jakarta, Beritasatu.com – Kelompok radikal dan intoleran kini menjadikan ruang siber sebagai medan utama dalam menyebarkan paham terorisme dan ideologi kekerasan. Fakta ini ditegaskan Kadensus 99 Satkornas Banser, Ahmad Bintang Irianto, menanggapi penangkapan dua pelaku penyebaran konten radikal di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan Purworejo, Jawa Tengah.
“Pelaku radikalisme dan intoleransi masih hidup dan aktif menyebarkan narasi terorisme melalui dunia digital,” ujar Ahmad Bintang, Sabtu (7/6/2025).
Penangkapan pertama terjadi di Gowa. Seorang remaja 18 tahun berinisial MAS ditangkap karena menyebarkan propaganda ISIS dan ajakan pengeboman tempat ibadah via media sosial. Di Purworejo, pria berinisial AF (32) yang terafiliasi dengan kelompok Anshor Daulah juga ditangkap karena aktif menyebar paham radikal secara daring.
Ahmad Bintang menilai ini sebagai bukti nyata perubahan strategi kelompok teroris. Mereka kini menyasar dunia maya untuk menjaring simpatisan, menyebarkan ideologi, dan merekrut anggota baru.
Sepanjang 2024, BNPT dan Kementerian Komunikasi dan Digital telah memblokir 180.954 konten intoleran dan radikal, sebagian besar berafiliasi dengan ISIS, HTI, dan JAD.
“Kita tidak lagi berhadapan dengan kelompok berseragam militan, tetapi dengan narasi menyimpang dan individu yang terpapar secara ideologis,” tegas Bintang.
Ia mendorong strategi pencegahan lebih masif, seperti pendidikan kebangsaan dan ideologi Pancasila sejak dini, peningkatan literasi digital kritis, serta seleksi ketat di institusi negara dan agama untuk mencegah infiltrasi.
Kampanye kontra-narasi di media sosial juga harus terus digencarkan guna menyeimbangkan serangan ideologis radikal.
Meski data Global Terrorism Index menempatkan Indonesia pada kategori “medium” hingga “low impact” dalam beberapa tahun terakhir, Ahmad Bintang mengingatkan bahwa kewaspadaan harus tetap tinggi.
“Jangan pernah lengah. Ruang siber kini menjadi arena dominan pertempuran ideologi,” tutupnya.
