Bisnis.com, SURABAYA — PT Terminal Teluk Lamong (TTL) menggunakan alat dengan sistem robotik dalam proses bongkar muat di terminal peti kemas untuk meningkatkan produktivitas.
Penggunaan alat berbasis robot itu mampu meningkatkan akurasi dan efektivitas dalam kerja-kerja kepelabuhan.
Direktur Utama Terminal Teluk Lamong David Pandapotan Sirait mengatakan saat ini, pihaknya telah mengoperasikan 20 alat automatic stacking crane (ASC) di Teluk Lamong. Dengan begitu, 20 alat telah bisa dioperasikan oleh sekitar 5 orang yang berada di controll room.
David menjelaskan, tujuan alat tersebut adalah guna membantu proses pengangkutan peti kemas yang sesuai dengan kepemilikan pengguna jasa. Secara umum, alat tersebut bertugas mengangkut peti kemas dari atau menuju container yard (CY).
Namun, proses yang biasanya dilakukan oleh satu orang dalam setiap alat, kini dapat lebih efisien karena sistem robotik mampu mendeteksi keberadaan peti kemas yang telah dipesan untuk diambil oleh pengguna jasa.
Nantinya, alat tersebut akan mengangkut peti kemas secara otomatis dari CY menuju truk pengangkut. Setelah berjarak sekitar 7 meter di atas truk pengangkut, alat tersebut akan menyerahkan sisa proses kepada operator.
Begitu pula sebaliknya, truk pengangkut yang datang membawa barang, akan pertama-tama memarkirkan kendaraannya sesuai dengan blok yang telah diarahkan oleh tim planning. Nantinya, peti kemas yang dibawa truk tersebut akan diambil oleh ASC melalui bantuan operator.
Baru setelah berjarak sekitar 7 meter di atas truk, stacking secara otomatis bakal dilakukan oleh alat tersebut, sehingga operator dapat fokus untuk melayani permintaan serupa di blok lainnya.
“Jadi menggunakan AI untuk khusus di CY. Jadi robot itu bisa mengetahui berapa lintang utara dan selatan, bujur timur dan barat, dan altitude ketinggiannya. Jadi bukan operator yang mengoperasikan, begitu diangkat dari truk, let the robot stack directly to the CY,” katanya kepada tim Jelajah Pelabuhan dan Logistik 2025 Bisnis Indonesia, Kamis (2/10/2025).
David menegaskan, dengan begitu, proses operasional stacking dapat dilakukan dengan lebih efisien. Bahkan, untuk menyiapkan sistem tersebut, pihaknya perlu mendatangkan alat dari Finlandia dan juga mengedukasi para sopir truk pengangkut terhadap cara kerja ASC.
Maka dari itu, Terminal Teluk Lamong telah menerapkan driver ID bagi para sopir pengguna jasa yang akan memasuki kawasan terminal petikemas tersebut. Pasalnya, David menegaskan, bahwa para sopir truk tidak lagi berkomunikasi dengan manusia ketika melakukan aktivitas di terminal tersebut, melainkan dengan robot.
“Jadi semua supir yang masuk ke sini harus sudah di training. Karena beda masuk ke sini, bukan ketemu dengan orang, tetapi ketemu dengan robot. Jadi dia harus mengerti aturannya. Kalau sudah ulus masuk ke Teluk Lamong, [mereka bisa] masuk ke terminal lain,” katanya.
Selain itu TTL juga mengoperasikan teknologi Optical Character Recognition (OCR) baik untuk identifikasi truk Petikemas yang masuk melalui gerbang otomatis maupun untuk mendeteksi kerusakan Petikemas.
“Teknologi AI dan robotic ini adalah tulang punggung smart port. Data ASC dan OCR langsung terintegrasi dengan Terminal Operating System (TOS), memastikan proses bongkar muat yang efisien, transparan, dan minim kesalahan” terang David.
David menegaskan, kehadiran berbagai sistem digitalisasi di Terminal Teluk Lamong, selain mampu memberikan efektivitas terhadap kerja bongkar muat, juga mendorong akurasi layanan TTL terhadap pengguna jasa.
Terlebih, TTL bakal mengoperasikan sejumlah terminal di Indonesia Timur. David menerangkan, setidaknya terdapat 16 terminal yang hingga 2027 diproyeksikan bakal berada di bawah manajemen TTL. Nantinya, semua terminal tersebut akan mengikuti best practice yang telah dijalankan TTL selama ini.
Adapun sepanjang tahun berjalan 2025, Terminal Teluk Lamong mampu mencatatkan throughput petikemas sebesar 1.165.150 TEUs, melampaui target RKAP Tahun 2025 sebesar 102,9% dan tumbuh 6,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama di Tahun 2024.
