Terlibat dalam Transformasi Transmigrasi, Undip Kirim 285 Orang ke Kawasan Transmigrasi
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Universitas Diponegoro (Undip) mengirimkan 285 orang yang terdiri dari dosen, alumni, dan mahasiswa dalam Program Ekspedisi Patriot yang digagas Kementerian Transmigrasi (Kementrans).
Dalam program tersebut,
Undip
bersama enam mitra perguruan tinggi lainnya mengirim 57 tim yang tersebar di 13 provinsi dan 35 kabupaten.
Program ini menjadi kesempatan bagi kampus yang terlibat untuk mengambil peran strategis mengaplikasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ini sejalan dengan jargon yang diusung Undip, yakni “Undip Bermartabat dan Bermanfaat untuk Masyarakat luas.”
Setiap tim terdiri dari empat orang anggota dan satu orang ketua. Mereka akan tinggal di kawasan
transmigrasi
bersama masyarakat selama tiga sampai empat bulan untuk memahami situasi lokal dan menghasilkan kajian akademis yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Program
Ekspedisi Patriot
Kementerian Transmigrasi
dilaksanakan untuk mengakselerasi pembangunan dan pengembangan Kawasan Ekonomi Terintegrasi (KET) berbasis sumber daya manusia (SDM) unggul. Tujuannya, untuk mendorong pengembangan komoditas yang produktif, inklusif, dan berkemandirian secara ekonomi.
Hal ini sejalan dengan amanah untuk mencapai “Perkotaan dan Perdesaan sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi” dalam Undang-Undang (UU) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 melalui pengembangan Kawasan Ekonomi Transmigrasi Terintegrasi (KETT).
Penanggung Jawab Program Transmigrasi Patriot
Universitas Diponegoro
, Wiwandari Handayani, menjelaskan bahwa selain memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi, kegiatan tersebut merupakan bentuk komitmen untuk mengambil peran secara langsung bersama masyarakat dan pemangku kepentingan lokal.
Ini menjadi bagian dari gerakan nasional untuk membangun kawasan transmigrasi sebagai pilar ekonomi Indonesia.
Wiwandari menilai, program Transformasi Transmigrasi yang saat ini diusung Kementerian Transmigrasi telah menggeser terminologi “transmigrasi”.
Menurutnya, transmigrasi selama ini dipahami sebagai program pemindahan penduduk dari Pulau Jawa yang sudah sangat padat ke luar Jawa.
“Melalui Program Ekspedisi Patriot, transmigrasi dapat dipahami sebagai program pengembangan yang lebih komprehensif untuk menciptakan simpul ekonomi baru di wilayah perdesaan dengan ditopang SDM berkualitas,” kata Wiwandari dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (14/12/2025).
Kehadiran Tim Ekspedisi Patriot (TEP), termasuk tim TEP Undip, tidak hanya menghasilkan kajian akademis yang lebih valid, tetapi juga pemahaman atas dinamika pemangku kepentingan dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Pemahaman tersebut dapat menjembatani komunikasi instansi pemerintah dari berbagai sektor dan tingkatan yang selama ini cenderung bekerja sesuai kewenangan dan indikator kinerjanya masing-masing.
Nantinya, hasil inisiatif tersebut dapat membantu masyarakat menyuarakan kebutuhan dan gagasan-gagasannya secara terarah.
Sesuai visi untuk menebarkan manfaat dari hasil kajiannya, Undip telah menggelar tiga diskusi kelompok terarah (FGD) selama berada di lokasi. Diskusi ini telah menghasilkan rekomendasi konkrit kepada pemerintah. Bahkan, beberapa rekomendasi langsung diimplementasikan.
Misalnya, di Palolo, Sulawesi Tengah, tim Undip sukses mendorong pemindahan bantuan alat kesehatan ke lokasi yang lebih sesuai keinginan masyarakat.
Lalu, di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), tim Undip mengomunikasikan kebutuhan perbaikan jalan kepada Bappeda Provinsi NTT. Masukan ini telah disertakan ke dalam program pembangunan untuk segera dilaksanakan.
Kota Metro di Provinsi Lampung menjadi salah satu contoh nyata bahwa konsistensi dan visi jangka panjang diperlukan untuk memastikan semangat transformasi transmigrasi dapat memberikan hasil nyata keberhasilan pembangunan.
Berawal sebagai daerah pemukiman yang didirikan pada masa kolonial Belanda, kota ini menjadi bagian dari strategi untuk memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang padat ke Lampung.
Kini, Metro telah memiliki banyak perkembangan. Bahkan, kota yang menjadi cikal bakal kawasan transmigrasi pertama di Indonesia ini tercatat memiliki nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 80,41. Angka ini menjadi yang tertinggi kedua di Provinsi Lampung. Capaian ini tak lepas dari dukungan sektor ekonomi yang terus berkembang secara dinamis.
Dengan dukungan teknologi dan konektivitas yang lebih baik ketimbang masa awal pemerintah Indonesia memulai program transmigrasi, transformasi yang memerlukan lebih dari lima dasawarsa di Metro dapat dipercepat beberapa kali lipat.
Capaian ini menginspirasi penciptaan hal serupa di luar Pulau Jawa. Gerakan ini tidak akan menjadi apa-apa jika hanya mengharapkan hasil yang instan.
Dari kesuksesan tersebut, setidaknya terdapat pembelajaran dapat dipetik, yakni pembangunan kawasan transmigrasi yang berpusat pada pembangunan manusia memerlukan proses dan harus dijalani dengan penuh ketekunan.
Selain itu, prinsip keadilan perlu ditempatkan sebagai kunci dalam pelaksanaannya. Pasalnya, ruang untuk berkembang merupakan hak untuk setiap orang.
Selain itu, warga lokal juga perlu diberikan kesempatan yang sama dengan pendatang di kawasan transmigrasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/14/693e659769758.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)