Jakarta –
Sebuah rumah yang beralamat di Perum Cengkareng Indah, Jalan Tenis Raya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, digerebek polisi. Rumah tersebut dijadikan sebagai markas operasional jual beli rekening untuk penampungan judi online (judol) jaringan Kamboja.
Penggerebekan dilakukan Tim Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat, pada Jumat, 8 November 2024. Sebanyak 8 orang tersangka ditangkap polisi di kasus tersebut.
Markas judol jaringan Kamboja ini diketahui sudah 2,5 tahun beroperasi. Polisi memperkirakan sudah ada 4 ribuan rekening bank yang dikirim para tersangka ke Kamboja.
Pada praktiknya, tersangka utama berinisial RS (31) melalui perekrut atau penjaring, mengumpulkan rekening dari WNI. Rekening tersebut kemudian dijadikan sebagai penampungan hasil judi online di Kamboja.
Tersangka mengirimkan rekening berikut ATM dan ponsel kepada jaringannya ke Kamboja melalui jasa ekspedisi. Warga pemilik rekening yang disebut ‘peserta’ diberikan upah hingga Rp 1 juta untuk pembuatan rekening tersebut.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi mengatakan, penindakan hal ini merupakan komitmen Polri dalam memberantas judi online. Hal ini juga menindaklanjuti arahan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atas Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Berikut fakta-fakta markas judi online di Cengkareng, Jakarta Barat yang dibongkar polisi, dirangkum detikcom, Sabtu (9/11/2024).
Polisi menggerebek markas judi online jaringan Kamboja di Cengkareng, Jakarta Barat. Kapolres Metro Jakbar Kombes M Syahduddi mengatakan para tersangka bertugas mengumpulkan rekening penampung untuk dikirim ke Kamboja. (Foto: Taufiq Syarifudin/detikcom)
Delapan Tersangka Ditangkap
Polisi menangkap delapan orang tersangka dalam kasus ini. Dari delapan tersangka ini, ada yang berperan sebagai pemilik rekening, perekrut warga untuk membuat rekening, dan pemilik bisnis jual-beli rekening.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dengan sanksi pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 4 miliar. Selain itu, para tersangka juga dijerat dengan pasal 27 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2028 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Dengan sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar,” ujar Syahduddi yang didampingi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat AKBP Andri Kurniawan.
Tiga Klaster Tersangka
Kombes Syahduddi mengatakan delapan tersangka ini dikelompokkan menjadi 3 klaster. Pertama, klaster peserta atau pemilik rekening. Ada dua tersangka klaster peserta yakni AR (22) dan DR (28).
“Peserta ini dimaksudkan orang-orang yang warga masyarakat yang menyerahkan ataupun menyewakan rekening pribadinya untuk diserahkan kepada tersangka utama untuk selanjutnya digunakan rekening tersebut sebagai penampungan uang penjudian online,” jelasnya.
Klaster kedua adalah penjaring peserta. Ada 3 orang tersangka yang menjadi penjaring peserta di kasus ini, yakni ME (21), RF (28), dan RH (29).
“Tugasnya adalah merekrut ataupun menjaring warga masyarakat untuk menyerahkan rekening pribadinya atau menyewakan rekening pribadinya dengan memberikan imbalan sejumlah uang tertentu,” imbuhnya.
Klaster ketiga adalah pemilik bisnis jual-beli rekening yakni tersangka RS, serta 2 tersangka lain yang berperan sebagai admin yaitu DAP (27) dan Y (44). RS inilah yang kemudian mengirimkan rekening penampung dan ponsel ke jaringannya di Kamboja.
“Tersangka utama atas nama RS dengan mengumpulkan rekening-rekening bank dan juga ATM untuk kemudian di-install di aplikasi e-banking di handphone dan dikirim ke negara Kamboja,” ujarnya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya….