Jakarta: Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) terus menunjukkan kekuatan setelah melonjak 6 persen mendekati level tertinggi dua minggu pada Senin, 25 November 2024.
WTI kini diperdagangkan di level USD71,38 per barel, naik 14 sen atau 0,2 persen.
Berdasarkan analisis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha, lonjakan ini didukung oleh faktor ketegangan geopolitik antara negara-negara barat dengan produsen minyak utama Rusia dan Iran, yang menimbulkan kekhawatiran potensi gangguan pasokan.
Secara teknikal, Andy menjelaskan, tren bullish kembali mendominasi pergerakan harga WTI berdasarkan kombinasi indikator Moving Average yang terbentuk.
“Dengan pola ini, WTI memiliki potensi untuk naik hingga mencapai level resistance USD72,50. Namun, Nugraha juga menegaskan bahwa jika harga gagal mempertahankan momentum kenaikan dan mengalami pembalikan arah (reversal), level support terdekat yang menjadi target penurunan adalah USD68,50,” tutur dia dalam keterangan tertulis, Senin, 25 November 2024.
Dia menjelaskan, ketegangan geopolitik terbaru semakin memperkuat sentimen bullish di pasar minyak.
Rusia meluncurkan rudal hipersonik ke Ukraina sebagai peringatan terhadap Amerika Serikat dan Inggris, yang sebelumnya mendukung Kyiv dengan senjata canggih.
Di sisi lain, Iran bereaksi keras terhadap resolusi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dengan mengambil langkah-langkah strategis, termasuk pengayaan uranium menggunakan sentrifus canggih.
Kondisi ini meningkatkan risiko pemberlakuan sanksi baru terhadap ekspor minyak Iran, terutama jika Trump kembali berkuasa, yang dapat memperburuk ketatnya pasokan global.
Dari sisi permintaan, impor minyak mentah Tiongkok melonjak pada November, didorong oleh harga yang lebih rendah yang menarik minat penimbunan stok.
Sementara itu, penyulingan minyak India mencatat peningkatan produksi sebesar tiga persen secara tahunan menjadi 5,04 juta barel per hari pada Oktober, sejalan dengan meningkatnya ekspor bahan bakar.
“Faktor ini menambah dukungan terhadap harga minyak di tengah situasi geopolitik yang tidak menentu,” ucap dia.
Para delegasi OPEC+ berencana menunda peningkatan produksi hingga kuartal kedua 2025
Di sisi lain, para delegasi OPEC+ saat ini mempertimbangkan untuk menunda rencana peningkatan produksi hingga kuartal kedua 2025.
Pertemuan yang awalnya direncanakan diadakan secara langsung di Wina pada Desember 2024, diperkirakan akan digelar secara daring.
Keputusan ini diambil untuk mengantisipasi ketidakpastian permintaan global dan fluktuasi harga minyak.
Fokus pasar juga tertuju pada laporan mingguan jumlah rig minyak AS dari Baker Hughes, yang sebelumnya mencatat 478 rig aktif. Data ini akan menjadi indikator penting untuk memperkirakan tingkat produksi minyak AS di masa mendatang.
“Dengan sentimen positif dari sisi teknikal dan fundamental, WTI menunjukkan potensi pergerakan naik yang kuat,” ujar dia.
Andy Nugraha menegaskan, tren bullish saat ini perlu dikonfirmasi oleh data ekonomi dan perkembangan geopolitik lebih lanjut.
“Jika ketegangan meningkat, harga minyak dapat terus menguat menuju level resistensi yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika pasar mengantisipasi penurunan permintaan atau peningkatan pasokan yang signifikan, level support USD68,5 menjadi acuan penting untuk pergerakan selanjutnya,” jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(ANN)