Tempat Fasum: Masjid Istiqlal

  • Fleksibilitas Tadarus Al-Qur’an di Bulan Ramadan

    Fleksibilitas Tadarus Al-Qur’an di Bulan Ramadan

    Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan pahala, sehingga penting untuk mempersiapkan diri secara fisik, mental, dan spiritual. Persiapan bisa dimulai dengan melatih diri melalui puasa sunnah di bulan Syakban, memperbanyak doa dan zikir, serta memperkuat iman melalui tadarus dan kajian agama. 

    Selain itu, menyelesaikan utang puasa dari tahun sebelumnya dan menjaga diri dari perbuatan maksiat juga sangat dianjurkan. Memahami ilmu agama dan mempersiapkan fisik dengan menjaga kesehatan serta konsumsi makanan bergizi akan membantu menjalani puasa dengan optimal. Persiapan mental juga penting untuk menghadapi tantangan puasa dan meningkatkan ketahanan diri. 

    Menyiapkan peralatan ibadah, seperti sajadah dan Al-Qur’an, serta memastikan makanan sahur dan berbuka yang bergizi menjadi bagian dari persiapan yang baik. Terakhir, menyucikan niat untuk berpuasa karena Allah Swt merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan pahala dan keberkahan. 

    Sebagaimana firman-Nya:

    يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. [Al Baqarah:183]

    Pada bulan Ramadan, banyak kegiatan amaliyah yang dilakukan untuk mengisi waktu, dan yang paling utama adalah meningkatkan keimanan serta ketakwaan, yang dipupuk pada bulan penuh berkah ini untuk satu tahun ke depan. Salah satu kegiatan tersebut adalah membaca Al-Qur’an atau bertadarus, yang biasanya dilaksanakan setelah salat tarawih dan witir. 

    Beragam pendapat muncul di setiap musala dan masjid terkait jumlah rakaat tarawih, ada yang melaksanakan 20 rakaat dan 3 witir, ada juga yang mencapai 36 rakaat, dan sebagian memilih 8 rakaat dengan 3 witir untuk efisiensi waktu. Meskipun terdapat perbedaan, kedua bentuk pelaksanaan tersebut tetap memiliki ganjaran pahala di hadapan ridha Allah Swt.

    Sejumlah santri membaca Al Quran saat tadarus massal awal Ramadan 1445 H di Pondok Pesantren Modern Daarut Tarqiyah Primago, Depok Jawa Barat, Kamis, 14 Maret 2024. – (B Universe Photo/Joanito de Saojoao)

    Mengapa tadarus Al-Qur’an? Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah yang disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur dalam bahasa Arab. Al-Qur’an dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas.

    Membaca Al-Qur’an adalah ibadah yang mendatangkan pahala, baik dilakukan saat salat maupun di luar waktu salat. Al-Qur’an juga menjadi petunjuk hidup bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan mereka. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

    شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ

    Artinya; “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)”. [Al-Baqarah: 185]

    Quraish Shihab dalam karyanya, Tafsir al-Misbah, menjelaskan bahwa selama bulan Ramadan, yang merupakan waktu awal turunnya Al-Qur’an, beberapa ayat diturunkan sebagai petunjuk awal bagi umat manusia. Petunjuk tersebut mencakup tuntutan yang berkaitan dengan akidah dan rincian hukum-hukum syariat. Kegiatan tadarus tidak hanya dilakukan hanya pada satu waktu saja, juga bisa dilaksanakan pada setelah 5 waktu salat fardu. Berbagai macam cara kaum muslim untuk tetap antusias dalam mengikuti kegiatan tadarus yang diadakan di tiap-tiap masjid dan musala.

    Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, kita kini dapat mengakses berbagai hal hanya dengan genggaman tangan. Tentu, dampak dari hal ini bisa bersifat positif maupun negatif, tergantung pada cara kita menggunakannya. Dalam beberapa kesempatan, sebagian umat Muslim, baik yang berada di masjid maupun jamaah tetap, mungkin mengalami kendala untuk hadir dan melaksanakan salat Isya’ serta tarawih berjemaah. 

    Kendala ini bisa berupa halangan tertentu yang membuat mereka tidak dapat hadir di masjid. Namun, berkat adanya kemajuan teknologi, kini ada kemudahan dalam melaksanakan kegiatan tadarus. Dengan adanya fleksibilitas dalam tadarus, jemaah yang berhalangan tetap dapat mengikuti pengajian dan mendapatkan manfaat meski tidak dapat hadir secara langsung.

    Pemanfaatan teknologi untuk kegiatan tadarus sangat berdampak positif, melihat bahwasannya masyarakat saat ini tidak lepas dari gawai nya. Maka dari itu, momen tersebut harus digunakan sebaik-baiknya, terlebih pada saat di bulan Ramadhan. Bagaimana pelaksanaanya? Tidak perlu rumit. 

    Sejumlah santri membaca Al Quran saat tadarus massal awal Ramadan 1445 H di Pondok Pesantren Modern Daarut Tarqiyah Primago, Depok Jawa Barat, Kamis, 14 Maret 2024. – (B Universe Photo/Joanito de Saojoao)

    Hal ini bisa dilakukan melalui aplikasi WhatsApp. Kemudian bisa dibuatkan grup untuk tadarus pada masjid yang ditempatinya. Penentuan bacaan, dan pergantian penyimak bisa dikomunikasikan lewat grup tadarus tersebut. Sehingga memudahkan jamaah untuk tetap selalu bersama dengan para jamaah lain yang sedang bertadarus di masjid. 

    Sebagaimana hadis yang dimuat pada permulaan arbain an-Nawawi, riwayat Imam Bukhari dan Muslim, mengenai hadis niat, 

    Diriwayatkan oleh Umar bin Khatab, Rasulullah bersabda:

    إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

    Artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu diiringi dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap insan akan memperoleh menurut apa yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dibenarkan hijrahnya itu oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang hendak diperoleh atau wanita yang hendak dipersunting, maka ia akan mendapatkan apa yang diingini itu saja.” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Maka dari itu, fleksibilitas tadarus ramadhan yang dilakukan dengan mengupayakan perkembangan teknologi, tetap akan bernilai baik dan bermanfaat bagi pelaksananya jika niat para pegiat tadarus mengharapkan ridha dan keberkahan dari apa yang dibaca pada Al-Qur’an. Wallahu a’lam bisshawaab

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Ramadan Ramah Anak: Memahami Hak dan Peran Anak dalam Menyambut Bulan Suci

    Ramadan Ramah Anak: Memahami Hak dan Peran Anak dalam Menyambut Bulan Suci

    Anak dalam Islam merupakan anugerah dari Allah yang harus dijaga dan dididik dengan baik. Anak memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tua dan masyarakat agar tumbuh menjadi pribadi yang baik dan bertakwa. 

    Islam mengajarkan bahwa anak bukan hanya sekadar keturunan, tetapi juga amanah yang harus dipertanggungjawabkan.  Dalam Islam, anak mempunyai banyak hak yang ia dapatkan di antaranya:

    1. Hak Mendapat Identitas dan Nasab yang Jelas

    Sejak lahir, seorang anak berhak mendapatkan nama yang baik dan memiliki nasab yang jelas. Rasulullah menganjurkan untuk memberikan nama yang memiliki makna baik karena nama adalah doa. Beliau bersabda:

    عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ، وَأَسْمَاءِ آبَائِكُمْ، فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ

    “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak kalian, maka perbaikilah nama-nama kalian.” (HR. Abu Dawud No. 4948)

    Selain itu, Islam melarang tindakan yang dapat menghilangkan atau mengaburkan nasab seseorang, seperti pencatatan nasab yang salah atau adopsi yang menghilangkan identitas asli anak.

    2. Hak Mendapat Kasih Sayang dan Perlindungan

    Islam sangat menekankan pentingnya kasih sayang kepada anak. Rasulullah ﷺ dikenal sebagai sosok yang sangat penyayang terhadap anak-anak. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:

    عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

    “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami, tidak menghormati orang tua kami, tidak memerintahkan kepada kebaikan, dan tidak mencegah dari kemungkaran.” (HR. At-Tirmidzi No. 1921)

    Kasih sayang tidak hanya dalam bentuk perhatian, tetapi juga perlindungan dari bahaya fisik maupun mental.

    3. Hak atas Pendidikan dan Pembinaan Akhlak

    Pendidikan adalah hak dasar anak dalam Islam. Orang tua wajib mengajarkan anak tentang tauhid, akhlak, dan ibadah sejak dini. Ramadan adalah waktu yang ideal untuk mengenalkan anak pada ibadah puasa dan nilai-nilai keislaman. 

    Orang tua memiliki kewajiban untuk membimbing anak dalam memahami esensi Ramadan, bukan hanya sekadar menahan lapar, tetapi juga meningkatkan ketakwaan dan akhlak. Anak bisa diajarkan untuk mulai berlatih puasa secara bertahap sesuai dengan kemampuan mereka, serta diajak untuk ikut dalam salat tarawih, membaca Al-Qur’an, dan berzikir. 

    Pendidikan tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia yang bermanfaat bagi kehidupannya. Rasulullah SAW. Bersabda:

    عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ وَلَدَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ

    “Sungguh, seorang laki-laki yang mendidik anaknya lebih baik baginya daripada bersedekah satu sha’”. (HR. At-Tirmidzi No. 1951)

    4. Hak atas Nafkah dan Kesejahteraan

    Orang tua bertanggung jawab mencukupi kebutuhan anak, baik dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal, maupun kesehatan. Islam melarang menelantarkan anak dan memberikan beban yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

    5. Hak untuk Didengar dan Dihormati

    Anak juga memiliki hak untuk didengar pendapatnya dan diperlakukan dengan penuh penghormatan. Islam tidak membenarkan kekerasan terhadap anak, baik secara fisik maupun verbal, yang dapat melukai harga dirinya.

    Islam memberikan perhatian besar terhadap hak-hak anak agar mereka tumbuh menjadi generasi yang kuat dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban orang tua dan masyarakat untuk memenuhi hak-hak tersebut demi menciptakan lingkungan yang sehat bagi perkembangan anak.

    Peran Anak dalam Menyambut Ramadan

    Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah dan dinanti-nantikan oleh seluruh umat Islam, tak terkecuali anak-anak. Meski belum diwajibkan untuk berpuasa, anak-anak tetap dapat berpartisipasi secara aktif dalam menyambut dan mengisi bulan suci ini. 

    Peran mereka tidak hanya terbatas pada belajar berpuasa, tetapi juga turut serta dalam berbagai kegiatan yang bernilai ibadah, seperti:

    Pertama, mengenal dan melatih diri berpuasa. Anak-anak dapat diajarkan tentang ibadah puasa secara perlahan, misalnya dengan berpuasa setengah hari atau belajar menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. 

    Melalui bimbingan orang tua, mereka akan semakin memahami makna Ramadan sebagai bulan untuk melatih kesabaran dan meningkatkan ketakwaan. 

    Kedua, berkontribusi dalam persiapan Ramadan di rumah. Anak-anak dapat dilibatkan dalam membersihkan rumah, merapikan tempat ibadah, atau membantu orang tua menyiapkan hidangan sahur dan berbuka puasa. Kegiatan ini dapat mempererat ikatan kebersamaan dalam keluarga. 

    Ketiga, meningkatkan ibadah dan amal kebaikan. Selain belajar berpuasa, anak-anak juga bisa diajak untuk lebih rajin membaca Al-Qur’an, salat berjemaah, dan berdoa. 

    Keempat, mempererat silaturahmi. Ramadan juga menjadi kesempatan bagi anak-anak untuk belajar menghargai keluarga dan teman-temannya dengan bersikap lebih sabar dan penuh kasih sayang. 

    Dengan melibatkan anak dalam berbagai aktivitas Ramadan, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih disiplin, bertanggung jawab, dan memiliki kecintaan terhadap ibadah sejak usia dini. 

    Menciptakan Ramadan yang Ramah Anak

    Menciptakan Ramadan yang ramah anak dapat membantu mereka memahami makna bulan suci ini sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap ibadah sejak dini. Berikut beberapa cara untuk mewujudkannya: 

    Pertama, perkenalkan Ramadan dengan cara menyenangkan. Gunakan bahasa yang mudah dipahami dan ceritakan kisah-kisah inspiratif tentang keutamaan Ramadan. Orang tua juga bisa menggunakan media visual seperti buku bergambar atau video animasi untuk menjelaskan makna puasa, tarawih, dan amal kebaikan lainnya. 

    Kedua, berikan tantangan yang sesuai usia. Misalnya, tantang anak untuk berpuasa setengah hari, menghafal surat pendek, atau menyelesaikan bacaan Al-Qur’an dengan target yang realistis. Berikan apresiasi kecil seperti pujian atau hadiah sederhana untuk memotivasi mereka. 

    Ketiga, ciptakan suasana ibadah yang nyaman. Sediakan ruang khusus untuk anak beribadah, lengkap dengan sajadah dan mukena kecil. Ajak mereka shalat berjemaah atau tarawih bersama, tetapi jangan memaksa jika mereka mulai lelah. 

    Terakhir, ajarkan nilai berbagi dan kepedulian. Ajak anak terlibat dalam kegiatan sosial seperti berbagi takjil atau menyiapkan paket sembako untuk yang membutuhkan. Hal ini akan menumbuhkan rasa empati dan kepekaan sosial mereka.

    Penutup

    Ramadan adalah waktu yang penuh berkah dan sarana pembelajaran, termasuk bagi anak-anak. Memenuhi hak mereka selama bulan suci ini bukan hanya sekadar menciptakan kenyamanan, tetapi juga menanamkan kecintaan terhadap ibadah serta nilai-nilai kebaikan. 

    Dengan pendekatan yang sesuai dengan dunia anak, seperti memperkenalkan puasa secara bertahap, melibatkan mereka dalam aktivitas keluarga, serta menjaga keseimbangan antara ibadah dan waktu istirahat, kita dapat memberikan pengalaman Ramadan yang berkesan. 

    Mari manfaatkan bulan suci ini sebagai kesempatan untuk membangun kenangan indah sekaligus menanamkan nilai-nilai positif yang akan terus mereka bawa hingga dewasa. Selamat menjalankan ibadah Ramadan bersama keluarga!

    *Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI) 

  • Antrean Warga di Istiqlal untuk Penukaran Uang Baru Jelang Lebaran

    Antrean Warga di Istiqlal untuk Penukaran Uang Baru Jelang Lebaran

    Jakarta, Beritasatu.com – Warga mulai memadati layanan kas keliling Bank Indonesia (BI) untuk penukaran uang baru di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).

    Layanan ini dibuka mulai pukul 10.00 WIB, dan masyarakat rela mengantre demi mendapatkan uang baru untuk persiapan Idulfitri.

    Fani, salah seorang warga, sengaja menukar uang baru untuk kebutuhan tunjangan hari raya (THR).

    “Untuk THR, saya menukar Rp 2,2 juta. Kemarin pagi sempat terkendala karena server down, tapi sekitar pukul 10.00 sudah lancar,” ujar Fani.

    Ia memilih layanan kas keliling BI untuk menukar uang baru, karena tidak dikenakan biaya tambahan seperti di tempat penukaran uang di pinggir jalan.

    “Kalau di pinggir jalan, kita harus bayar jasa mereka. Sedangkan di BI, cukup daftar dan membayar sesuai nominal yang ditukar,” jelasnya.

    Hal serupa disampaikan Rizka, warga yang sejak pagi mengantre di Masjid Istiqlal.

    “Sempat kesulitan saat mendaftar online, tapi akhirnya bisa. Uang yang ditukar di BI lebih terjamin keasliannya dibanding di pinggir jalan,” katanya.

    Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni P Joewono, menyampaikan layanan penukaran uang baru berlangsung hingga 27 Maret 2025. BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan ini di berbagai lokasi strategis, seperti rumah ibadah, tempat aktivitas keagamaan, dan kantor bank umum.

    BI juga telah menyiapkan uang layak edar (ULE) sebesar Rp 180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan penukaran uang baru selama Ramadan dan Idulfitri.

  • Menag Perpanjang Libur Lebaran Sekolah Jadi 20 Hari, Ini Rinciannya – Halaman all

    Menag Perpanjang Libur Lebaran Sekolah Jadi 20 Hari, Ini Rinciannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Libur Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri selalu menjadi momen yang dinantikan masyarakat, khususnya anak-anak sekolah.

    Sebab kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk mudik, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati liburan panjang.

    Terkait hal ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa libur Lebaran 1446 H/2025 M bagi sekolah akan berlangsung selama kurang lebih 20 hari.

    Hal ini disampaikan dalam konferensi pers usai Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Kesiapan Pengamanan Idulfitri 1446 H/2025 M di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK – PTIK), Jakarta.

    “Kami memang mengusulkan supaya memberi waktu lebih panjang masa liburan ini. Tadinya kita sepakati edaran pertama itu tanggal 24 Maret 2025, tapi karena madrasah liburnya lebih ada hari Jumat, di situ ada hari Jumat, Sabtu, ya makanya kita ubah itu menjadi tanggal 21 Maret 2025,” ujar Menag Nasaruddin, dikutip dari laman Kemenag, Selasa (11/3/2025).

    Menag Nasaruddin menjelaskan bahwa perubahan libur ini bertujuan agar rentang perjalanan mudik lebih panjang sehingga dapat mengurai kemacetan.

    Libur Lebaran akan dimulai pada 21 Maret 2025.

    “Dengan demikian rentang perjalanan mudik ini nanti akan lebih panjang, kurang lebih 20 hari jadi bisa lebih panjang untuk masyarakat, bisa dipakai untuk mengurai kemacetan yang bisa terjadi,” jelasnya.

    Selain itu, Kemenag juga berupaya membantu kelancaran mudik dengan mengoptimalkan peran masjid sebagai posko Lebaran di jalur-jalur yang dilalui pemudik.

    “Masjid-masjid yang dilewati jalur pemudik itu diharapkan menyiapkan air minum gratis, karena di dalam hukum Islam itu, musafir itu adalah mujahid, musafir itu sangat berpahala kita kalau kita beri makan dan beri minum,” kata sosok yang juga merupakan Imam Besar Masjid Istiqlal ini.

    Selain air minum gratis, Menag juga mengimbau pengurus masjid untuk menyediakan berbagai fasilitas bagi pemudik, seperti dapur kecil bagi ibu menyusui, tempat istirahat, kamar khusus perempuan, serta ruang untuk mengisi daya handphone atau motor listrik.

    “Kami mencoba untuk berkoordinasi dengan para pengurus masjid agar diperbaiki toiletnya, karena kalau kita mengandalkan semuanya di rest area, di tol-tol tertentu, itu nanti akan terjadi penumpukan. Jadi nanti kita akan menciptakan satu kondisi di masjid itu juga sebagai tempat pemberhentian yang paling bagus,” ujarnya.

    Jadwal Libur Lebaran Sekolah

    Menurut Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2025, Nomor 9 Tahun 2025, Nomor 400.6/1432.A/SJ, libur lebaran sekolah maju menjadi tanggal 21 Maret 2025.

    Siswa kembali belajar di sekolah atau madrasah seperti biasa pada tanggal 9 April 2025.

    Jumat, 21 Maret 2025
    Sabtu, 22 Maret 2025
    Minggu, 23 Maret 2025
    Senin, 24 Maret 2025
    Selasa, 25 Maret 2025
    Rabu, 26 Maret 2025
    Kamis, 27 Maret 2025
    Jumat, 28 Maret 2025
    Sabtu, 29 Maret 2025
    Minggu, 30 Maret 2025
    Senin, 31 Maret 2025
    Selasa, 1 April 2025
    Rabu, 2 April 2025
    Kamis, 3 April 2025
    Jumat, 4 April 2025
    Sabtu, 5 April 2025
    Minggu, 6 April 2025
    Senin, 7 April 2025
    Selasa, 8 April 2025

    (Tribunnews.com/Latifah/Farrah)

  • Waspadai Hadis Palsu Berbahagia Menyambut Ramadan

    Waspadai Hadis Palsu Berbahagia Menyambut Ramadan

    Setiap memasuki bulan suci Ramadan, umat muslim sering mendengar nasihat ustaz, dai, atau penceramah, bahwa orang yang berbahagia menyambut datangnya Ramadan, Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka. Nasihat ini selalu dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. Nasihat ini menekankan cukup dengan berbahagia menyambut Ramadan, kunci surga sudah terpegang dan pintu neraka ditutup rapat-rapat.

    Utsman al-Khubawi menyampaikan nasihat tersebut sebagai sabda Nabi SAB dalam kitabnya Durratun Nashihin. Dalam kitabnya, al-Khubawi menulis:

    مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرَانِ

    “Siapa yang berbahagia atas datangnya Ramadan, maka Allah mengharamkan jasadnya masuk neraka”. 

    Apa benar ungkapan ini bersumber dari Rasulullah SAW yang dikenal dengan hadis atau sunah?

    Banyak orang menuding Durratun Nashihin adalah kitab palsu karena memuat banyak hadis palsu. Tidak hanya itu, kitab ini juga disebut sebagai salah satu kitab yang menjadi pangkal cerita-cerita fiktif yang beredar di masyarakat. Informasi ini sangat berharga umat muslim tidak langsung menganggap ungkapan tersebut adalah sabda Rasulullah SAW. 

    Dalam kajian hadis, ada dua pembahasan penting dan mendasar untuk menguji kebenaran suatu hadis, yakni teks dan narator teks (dalam ilmu hadis dikenal dengan kajian sanad dan matan). Pertama, kajian sanad adalah tentang siapa saja yang menyampaikan teks hadis tersebut. Benarkah hadis tersebut bersumber dari Rasulullah SAW? Apakah orang yang menyampaikan itu dapat dipercaya (tsiqah)? Bagaimana sikap, perilaku, dan akhlaknya?

    Kedua, kajian matan tentang redaksi atau ungkapan yang terdapat dalam suatu hadis. Apakah lafal hadis itu bermasalah atau tidak? Apakah makna hadis tersebut selaras dengan hadis yang memang sudah diakui kebenarannya atau tidak?

    Analisis Sanad

    Setelah ditelusuri di dalam kitab-kitab hadis, tidak ada satu pun kitab hadis yang menyebutkan hadis di atas. Seperti disampaikan pada awal tulisan, hanya al-Khubawi dalam Durratun Nashihin yang menuliskan dan menisbahkannya kepada Rasulullah SAW. Tidak adanya hadis tersebut dalam kitab-kitab hadis adalah isyarat pertama tentang kepalsuan hadis tersebut.

    Kedua, al-Khubawi tidak mencantumkan rangkaian sanad atau perawi hadisnya. Tidak adanya sanad dalam hadis tersebut semakin memperkuat kepalsuan hadis tersebut. Sanad adalah unsur terpenting dalam hadis. Sebuah ungkapan tidak bisa disebut hadis jika mata rantai sanadnya tidak sampai kepada Rasulullah SAW, apalagi tidak ada sanadnya.

    Dalam kajian ilmu hadis, model hadis seperti ini masuk ke dalam kategori hadis palsu yang dikenal dengan istilah la ashla lahu, laisa lahu ashlun, la sanada lahu, atau laisa lahu sanad, yang artinya tidak ada sumber dan asalnya. Dengan kata lain, istilah ini berarti perkataan palsu karena Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikannya. Maka dari itu, berdasarkan kajian sanadnya, hadis di atas palsu dan tidak bisa diamalkan.

    Analisis Matan

    Setelah dipastikan kepalsuan hadis tersebut secara sanad, selanjutnya hadis tersebut akan diuji redaksi atau ungkapannya. Dalam kajian ilmu hadis, indikasi kepalsuan hadis dapat diteliti melalui lafal dan maknanya, apakah meragukan atau tidak? Apakah bermasalah atau tidak? Berikut akan dijelaskan permasalahan hadis tersebut berdasarkan dua indikator hadis palsu secara matan.

    Pertama, indikator kepalsuan hadis berdasarkan lafalnya. Kata man fariha (من فرح) di dalam kitab-kitab hadis tidak pernah bersanding dengan kata Ramadan. Akan tetapi hanya bersanding dengan tema berikut:

    Tentang kebahagiaan para sahabat saat mereka shalat bersama Rasulullah SAW. Hadis tersebut terdiri dari tiga redaksi berikut:

    وَنَحْنُ فِي الصَّلَاةِ مَنْ فَرِحَ بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ… (رواه البيهقي في الكبرى )

    وَنَحْنُ فِي الصَّلَاةِ مَنْ فَرِحَ بِرُؤْيَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ… (رواه البيهقي في الكبرى)

    وَنَحْنُ فِي الصَّلَاةِ مَنْ فَرِحَ بِخُرُوجِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ… (رواه مسلم في صحيحه )

    Tentang hidup di dunia tidak lepas dari rasa bahagia dan sedih. Namun perlu dicatat bahwa ungkapan ini bukan hadis melainkan ungkapan Abu al-Fath ‘Ali bin Muhammad yang dinukil oleh imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman sebagai berikut:

    لَا بُدَّ لِلْإِنْسَانِ فِي دُنْيَاهُ مِنْ فَرْحٍ وَغَمٍّ

    Tentang rumah surga adalah milik orang yang berbahagia dengan keberadaan anak yatim (redaksi lain anak kecil bukan anak yatim) dan menyukainya. Hamzah bin Yusuf al-Sahmi dalam Mu’jam al-Syuyukh dan Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil fi al-Dhu’afa’ meriwayatkannya dengan redaksi sebagai berikut:

    إِنَّ فِي الْجَنَّةِ دَارًا يُقَالُ لَهَا الفَرْحُ لَا يَدْخُلُهَا إِلَّا مَنْ فَرَّحَ يَتَامَى الْمُؤْمِنِيْنَ

    إِنَّ فِي الْجَنَّةِ دَارًا يُقَالُ لَهَا دَارُ الفَرْحِ لَا يَدْخُلُهَا إِلَّا مَنْ فَرَّحَ الصِّبْيَانَ

    Kisah tentang sudah dekatnya ajal Rasulullah SAW dan akan disusul putrinya sayidah Fatimah. Sayidah Fatimah sampai menangis karena begitu sedihnya. Namun seketika, Rasulullah SAW membuat sayidah Fatimah tertawa lebar dan bertanya, wahai Fatimah maukah engkau menjadi pemimpin istri-istri orang-orang beriman dan pemimpin kaum perempuan? Penasaran tentang tangis sedih dan tawa bahagia sayidah Fatimah, sayidah Aisyah lantas berkata,“Aku tidak pernah melihat kesedihan yang lebih dekat dengan kebahagian seperti hari ini.” Dalam riwayat sahih Imam Muslim dan Abu Ya’la dalam musnadnya, Sayyidah Aisyah berkata:

    مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ حُزْنًا أَقْرَبَ مِنْ فَرَحٍ

    Dari sinilah bisa diambil kesimpulan bahwa hadis tentang hanya bahagia dengan datangnya bulan suci Ramadan akan mendapatkan balasan dengan diharamkannya neraka bagi orang bahagia tersebut adalah palsu. Selain berdasarkan alasan sanad dan matan yang memang sudah mengindikasikan kepalsuan hadis tersebut, lebih penting lagi ialah hadis ini justru disampaikan dan dikutip dari mimbar-mimbar masjid. Layakkah mengobral nama Rasulullah, sementara apa yang dinisbahkan kepada Rasulullah tidak pernah terucap? 

     Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI). 
     

  • Al-Qur’an Sahabat Terbaik pada Bulan Ramadan

    Al-Qur’an Sahabat Terbaik pada Bulan Ramadan

    Jakarta, Beritasatu.com – Salah satu bentuk rahmat Allah kepada umat Islam adalah diciptakannya bulan yang penuh  berkah, yaitu Bulan Ramadan. Ramadan disebut bulan yang penuh berkah karena banyaknya  kebaikan yang mudah diperoleh kaum muslimin pada bulan tersebut. 

    Pada bulan tersebut, segala  kebaikan yang dilakukan kaum muslim dilipat gandakan. Bahkan tidur pada bulan Ramadan  dinilai Ibadah. Hal tersebut menunjukkan betapa berkahnya bulan Ramadan dibandingkan bulan-bulan lainnya. 

    Allah juga menciptakan dua bulan haram sebelum datangnya bulan Ramadan, yaitu Rajab  dan Syakban. Pada dua bulan ini, Allah juga menganjurkan umat muslim untuk banyak beribadah.  Dua bulan ini seakan-akan menjadi bulan pembuka masuknya Bulan Ramadan. Allah  menyiapkan dua bulan pembuka untuk bulan Ramadan ini menunjukkan betapa agungnya berkah  yang ada pada bulan Ramadan. Begitu juga Allah mengajarkan suatu doa agar dipenuhi dengan  kebaikan pada Rajab dan Syakban dan disampaikan pada bulan penuh berkah, bulan Ramadan.

    اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان

    Selain itu, dua bulan ini seakan menjadi waktu bagi umat muslim untuk mempersiapkan  diri menyambut datangnya bulan Ramadan. Hal ini sesuai dengan dua tahap seseorang sebelum  mencapai keistiqomahan. Pertama, Al-Iqomah yaitu fase di mana umat muslim mengawali langkah  di bulan Rajab untuk mempelajari dan melaksanakan ibadah yang ingin diistiqomahkan pada  bulan Ramadan. 

    Kedua, Al-Taqwim yaitu berusaha untuk mempertahankan ibadah yang sudah  dilakukan. Ketika telah melaksanakan dua fase ini pada bulan Rajab dan Sya’ban, maka umat  muslim akan lebih mudah istiqomah dalam beribadah pada Bulan Ramadan. 

    Para Ulama berlomba-lomba memperbanyak pahala pada Bulan Ramadan. Mayoritas ulama berlomba memperbanyak pahala dengan membaca Al-Qur’an. Mereka menjadikan Al Qur’an sebagai wirid mereka baik siang maupun malam, baik di dalam sholat maupun di luar  sholat. Hal tersebut disebabkan mereka paham dengan keutamaan-keutamaan Al-Qur’an, di antaranya: Sebaik-baik manusia adalah yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an, keutamaan  Kalam Allah dari kalam yang lain seperti keutamaan Allah dari makhluknya, dan keutamaan Al Qur’an yang diriwayatkan oleh Imam Al-Turmudzi:

    قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : ( مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا, لَا أَقَوْلُ أَلم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامُ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ )

    Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka akan  mendapatkan kebaikan. Kebaikan itu berlipat sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif Lam  Mim satu huruf, melainkan Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf.”

    Menurut Sayyidina Ali- Karromallahu Wajhah – sepuluh kebaikan dari membaca satu  huruf Al-Qur’an ini diperoleh jika membacanya dalam keadaan tidak bersuci. Adapun jika dibaca  dalam keadaan bersuci di luar sholat, maka akan mendapatkan dua puluh lima kebaikan. Jika  dibaca di dalam sholat, maka akan mendapatkan seratus kebaikan (Al-Arba’in Fi Ushuliddin Lil  Imam Ghazali-2003). 

    Dalam hadis dari Sayyidina Ibni Abbas mengatakan bahwa Rasulullah SAW Mudarosah (saling membaca Al-Qur’an) dengan Malaikat Jibril pada malam hari. Hal tersebut menunjukkan  bahwa lebih diutamakan membaca Al-Qur’an pada malam hari, karena malam hari merupakan  waktu di mana lisan dan hati menyatu untuk mentadaburi makna Al-Qur’an. (Bughyatul Insan Fi  Wadhoif Ramadhan). Pahala yang berlipat ganda ini merupakan hadiah yang akan didapatkan  oleh pembaca Al-Qur’an di luar Ramadan. 

    Adapun jika membaca dengan keadaan tersebut pada bulan Ramadan, maka akan lebih  dilipatgandakan lebih banyak lagi. Imam Al-Nakho’I mengatakan bahwa satu rakaat pada bulan  Ramadan lebih utama dari seribu rakaat di selain bulan Ramadan (Bughyatul Insan Fi Wadhoif  Ramadan- ). Pahala tersebut akan lebih berkali-kali lipat jika seorang muslim membaca Al 

    Qur’an dengan keadaan tersebut, dan mendapatkan keutamaan malam Lailatul Qadr, yang mana  disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa malam Lailatul Qadr lebih baik dari seribu bulan. 

    Jadi, sudah jelas alasan para ulama berlomba-lomba membaca Al-Qur’an pada Bulan  Ramadan, yaitu meraih pahala yang sangat besar. Sebagian ulama berbeda-beda dalam hal waktu  mengkhatamkan Al-Qur’an. Imam Qotadah istiqomah mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam  seminggu, dan pada bulan Ramadan mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam tiga hari, dan pada  sepuluh akhir bulan Ramadan khatam Al-Qur’an sekali dalam sehari. Begitu juga Imam Syafi’I  mengkhatamkan Al-Qur’an di luar salat 60 kali pada bulan Ramadan. 

    Bahkan para ulama mengosongkan waktu pada bulan Ramadan untuk fokus  memperbanyak membaca Al-Qur’an. Imam Malik meliburkan majlis hadisnya untuk  memperbanyak membaca Al-Qur’an, dan beberapa ulama lainnya. Hal itu disebabkan karena  banyaknya pahala yang Allah berikan bagi pembaca Al-Qur’an di bulan Ramadan. Allah jadikan  Al-Qur’an turun dalam bulan Ramadan, sehingga membaca Al-Qur’an merupakan kesibukan  terbaik yang dapat dilakukan di bulan Ramadan.

    Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia seperti QS Al-Baqarah: 185

    شَهۡرُ رَمَضَانَ الَّذِىۡٓ اُنۡزِلَ فِيۡهِ الۡقُرۡاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الۡهُدٰى وَالۡفُرۡقَانِۚ فَمَنۡ شَهِدَ مِنۡكُمُ الشَّهۡرَ فَلۡيَـصُمۡهُ ؕ وَمَنۡ کَانَ مَرِيۡضًا اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَؕ يُرِيۡدُ اللّٰهُ بِکُمُ الۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيۡدُ بِکُمُ الۡعُسۡرَ وَلِتُکۡمِلُوا الۡعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمۡ وَلَعَلَّکُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ‏ ١٨٥

    Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu mendapati bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.

    Sehingga semakin banyak membaca Al-Qur’an, maka akan semakin banyak petunjuk yang  didapatkan. Allah jadikan Al-Qur’an sebagai pedoman manusia, sehingga Al-Qur’an adalah  sebaik-baik sahabat untuk mencari ridho Allah terutama di bulan Ramadan. Imam Syathibi mengatakan,

    وَخَيْرُ جَلِيْسٍ لَا يُمَلُّ حَدِيثُهُ # وَيَرْدَادُهُ يَزْدَادُ فِيْهِ تَجَمَلا

    “(Al-Qur’an) adalah sebaik-baik teman duduk yang berbicara dengannya tidak menjadikan  bosan, dan mengulang-ngulangnya justru menambah keindahannya” 

    Jadi, jika seseorang bosan membaca Al-Qur’an, apalagi di bulan Ramadan yang penuh  berkah dan berlipat pahala, maka ingatlah perbuatan apa saja yang telah diperbuat, sehingga  menjadikan penghalang antara dirinya dengan keindahan Al-Qur’an. kemudian bertobatlah. Ini  adalah pesan dan nasehat penulis untuk dirinya sendiri khususnya, dan untuk pembaca secara  umum. 

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Hati Terasa Tentram Sehabis Salat? Manfaat Sujud Bisa Dijelaskan dengan Neurosains

    Hati Terasa Tentram Sehabis Salat? Manfaat Sujud Bisa Dijelaskan dengan Neurosains

    Jakarta

    Umat muslim setidaknya bersujud kepada Sang Pencipta, minimal sebanyak 34 kali dalam sehari. Banyak yang mengamini bahwa sujud sendiri tidak hanya sekadar gerakan salat. Lebih dari itu, sujud bisa menjadikan hati lebih tenang, dan ini bisa dijelaskan melalui ilmu pengetahuan.

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Prof Taruna Ikrar, yang juga seorang peneliti bidang ilmu neurosains, mengatakan bahwa gerakan sujud ini terbilang sangat spesial.

    “Tidak pernah ada orang yang dalam hidupnya yang selalu bahagia, gembira, pasti ada saatnya orang itu takut hingga cemas. Maka di dalam Al-Quran sangat jelas bahwa dengan beribadah hati kita jadi tentram,” kata Ikrar dalam ceramah di masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2025).

    “Kenapa tentram? Karena di situ neurosains menjelaskan ada dua prinsip di sistem saraf kita. Ada saraf simpatik dan saraf parasimpatik,” lanjutnya.

    Ikrar melanjutkan saraf simpatik bisa membantu pembuluh darah untuk berkontraksi, sehingga pada saat demikian kondisi ini bisa menimbulkan adanya relaksasi di tubuh.

    “Sel-sel saraf di otak kita jumlahnya ada triliunan. Ada yang berfungsi memerankan peran seolah-olah kita berambisi terus, lalu ada keseimbangan lain yang intinya parasimpatik,” kata Ikrar.

    “Keseimbangan dalam sel-sel inilah yang menjadikan perasaan kita tentram. Pada saat kita sujud, itu terjadi proses keseimbangan yang luar biasa,” lanjutnya.

    Melalui riset, lanjut Ikrar, baik di laboratorium dan rumah sakit jiwa telah dibuktikan bahwa mereka yang salat secara khusyuk dapat menekan rasa sakit di tubuh. Ini karena adanya keseimbangan neurotransmitter di otak.

    “Pada saat kita sujud posisi otak kita itu lebih rendah dari jantung. Kalau kita tidak pernah bersujud, maka ada area-area tertentu di kepala kita tidak menerima cukup saturasi oksigen atau aliran darah,” kata Ikrar.

    “Oleh karena itu pada saat kita bersujud, posisi jantung lebih tinggi dari otak kita, maka manifestasinya jantung bisa mengalirkan darah ke otak lebih cepat karena bantuan gravitasi,” tutupnya.

    (dpy/up)

  • 2 Perkara yang Memiliki Keutamaan Paling Tinggi

    2 Perkara yang Memiliki Keutamaan Paling Tinggi

    Di dalam kitab tasawuf berjudul Nashoih al-Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani terdapat hadits yang berbunyi:

    خصلتان لاشيئ أفضل منهما الإيمان بالله والنفع للمسلمين

    Artinya: “2 perkara yang memiliki keutamaan paling tinggi adalah percaya (iman) kepada Allah dan memberikan kemanfaatan bagi sesama muslim.”

    Hadits di atas, secara implisit menerangkan bahwa sesuatu yang memiliki keutamaan sangatlah banyak, baik berupa peribadatan-peribadatan yang sifatnya wajib seperti shalat, puasa, zakat, berhaji, memberikan nafkah kepada keluarga, dan lain sebagainya, atau ibadah yang sifatnya sunnah seperti mengerjakan salat-salat sunah, tilawah Al-Qur’an, berzikir, dan lain sebagainya. 

    Akan tetapi, dari semuanya tersebut yang paling memiliki nilai keutamaan tertinggi adalah keimanan kepada Allah dan kebermanfaatan terhadap sesama.

    Keimanan kepada Allah

    Keimanan kepada Allah merupakan manifestasi penghambaan tertinggi yang memiliki efek ketaatan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dalam hal ini, kita menyebutnya dengan istilah taqwa yang merupakan buah dari keimanan (tsamrat al-iman) itu sendiri. 

    Selain itu, keimanan merupakan gerbang utama seorang hamba agar seluruh ibadah dan amal salih yang kita kerjakan mendapat legitimasi dari syari’at, sehingga kita akan dijanjikan adanya pahala dari ibadah maupun amal shalih yang kita kerjakan sebab keabsahan keimanan kita.

    Keimanan seseorang terhadap Allah dan hal-hal lain yang wajib diimani tentu memiliki skala ukuran minimal yang harus diketahui dan diperhatikan, yaitu menjauhi segala hal yang berpotensi menjadikan seseorang menjadi musyrik (orang yang menyekutukan Allah). Dalam hal ini, musyrik terbagi menjadi tiga macam:

    Musyrik sebab pola fikir (syirk i’tiqady), yaitu jika seseorang memiliki pemahaman dan keyakinan dengan sadar bahwa ada tuhan lain selain Allah, dan secara formal ia masih mendaku sebagai muslim.

    Musyrik sebab ucapan perkataan (syirk qauly), yaitu jika seseorang dengan sengaja mengucapkan hal-hal yang bisa membuat syirik, seperti mengucapkan kata “tuhan itu banyak”, mengatakan sebagaimana yang diucapkan oleh pemeluk agama lain tentang ketuhanan, dan lain sebagainya.

    Musyrik sebab perbuatan (syirk fi’ly), yaitu jika seseorang dengan sengaja melakukan perkara-perkara yang berpotensi syirik seperti menyembah sesembahan agama lain, turut serta dalam peribadatan agama lain, menggunakan simbol atau atribut agama tertentu, dan lain sebagainya.

    Selain macam-macam syirik di atas, secara gradual syirik terbagi menjadi dua:

    Syirik yang tidak terasa (syirk khafi), yaitu meyakini bahwa suatu hal memiliki sifat dan potensinya masing-masing secara mutlak, dan menafikan peran Allah. Perilaku syirik seperti ini masih belum sampai masuk pada wilayah kekufuran, seperti meyakini bahwa obat memiliki sifat menyembuhkan penyakit, api memiliki sifat membakar, pisau memiliki potensi memotong benda, dan lain sebagainya. Tingkatan syirik seperti ini menurut sebagian ulama adalah masuk kategori dosa besar yang tidak sampai menjadikan seseorang itu kufur.

    Syirik yang jelas (syirk jaly), yaitu segala pola fikir (i’tiqady), perkataan (qauly), dan perbuatan (fi’ly) yang muncul dari kesadaran seseorang yang mengarah kepada tindakan syirik. Hal ini masuk kategori dosa besar yang mengarah kepada kekufuran.

    Kebermanfaatan terhadap Sesama

    Keutamaan yang sangat tinggi dalam ajaran Islam selanjutnya adalah memberi manfaat kepada sesama. Ini berarti seseorang menggunakan segala potensi yang dimilikinya untuk memberikan kebaikan dan manfaat bagi orang lain. Bentuk manfaat ini bisa bermacam-macam, baik berupa harta, tenaga, kedudukan, atau bahkan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian, kebermanfaatan terhadap sesama sangat beragam dan dapat diwujudkan melalui berbagai cara yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

    Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa berinteraksi dan saling bergantung dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap aspek kehidupan manusia sering melibatkan peran orang lain. Karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya hak dan kewajiban antar sesama individu. 

    Dalam bidang fikih, ada kajian yang luas mengenai hubungan sosial antarpribadi, yang mencakup hal-hal seperti akad atau perjanjian yang sah, peran positif dalam hubungan kemanusiaan yang disebut tabarru’ (sumbangan atau bantuan sukarela), serta berbagai bentuk interaksi lainnya yang disebut dengan muamalah.

    Dari sinilah dapat dipahami bahwa penting bagi setiap individu untuk membangun hubungan yang baik dengan orang lain, khususnya dengan sesama umat Islam. Memelihara ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim) akan membuka lebih banyak kesempatan bagi seseorang untuk memberikan manfaat yang lebih besar. 

    Ketika hubungan antarumat Islam terjalin dengan baik, maka akan tercipta peluang yang lebih luas untuk saling membantu dan memberi manfaat, baik dalam konteks pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Oleh karena itu, menjaga dan memperbaiki relasi antar sesama sangat penting agar kebermanfaatan kita kepada orang lain dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi kehidupan bersama.

    Selain itu, masih dalam kategori bermanfaat terhadap orang lain adalah sikap tidak menyakiti atau berbuat sesuatu yang bisa menimbulkan kerugian orang lain, dan orang seperti inilah dikatakan sebagai muslim sesungguhnya. Rasulullah Muhammad Saw bersabda:

    من اصبح لا ينوي الظلم على احد غفر له ما جن

    Artinya: “Barangsiapa yang di waktu paginya memiliki niat untuk tidak berbuat dzalim kepada seseorang, maka dosa orang tersebut akan diampuni.”

    المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده

    Artinya: “Seorang muslim adalah ketika orang muslim lain selamat dari ucapan dan tindakan buruknya.”

    Di dalam riwayat yang lain, banyak dijumpai muatan hadits yang menjelaskan tentang keutamaan memberikan kemanfaatan terhadap sesama, di antaranya adalah:

    خير الناس أنفعهم للناس

    Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberi manfaat kepada sesamanya.”

    أحب العباد إلى الله تعالى أنفع الناس للناس

    Artinya: “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat terhadap sesama.”

    Semoga kita bisa menghayati dan mengamalkan 2 perkara dari hadis utama di atas.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Tetap Produktif Selama Ramadan

    Tetap Produktif Selama Ramadan

    Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan. Selain menjadi  momen untuk meningkatkan ibadah, Ramadan juga bisa menjadi waktu yang produktif dan penuh energi jika tahu cara mengaturnya. Banyak orang merasa lemas dan  kurang produktif saat berpuasa. Padahal, dengan strategi yang tepat, orang yang berpuasa bisa tetap produktif  dan bugar sepanjang hari. 

    Mengapa produktivitas dan kebugaran penting pada Ramadan? Orang yang berpuasa tetap memiliki tanggung jawab dan aktivitas sehari-hari yang harus dikerjakan. Bekerja, belajar, mengurus rumah tangga, atau kegiatan sosial lainnya, harus tetap berjalan  seperti biasa.  Oleh karena itu, penting untuk menjaga produktivitas agar semua tugas dan tanggung jawab dapat terselesaikan dengan baik. 

    Selain produktivitas, kebugaran juga penting untuk dijaga selama Ramadan. Tubuh yang bugar akan membantu menjalankan ibadah dengan lebih baik serta mencegah  rasa lelah dan lesu yang berlebihan. Tubuh yang sehat dan bugar bisa menambah semangat dan fokus dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. 

    Dalam Islam, menjaga kesehatan dan memanfaatkan waktu dengan baik adalah bagian dari  ajaran agama. Rasulullah SAW bersabda,”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.”  (HR Muslim) 

    Hadis ini menunjukkan bahwa Allah lebih mencintai hamba-Nya yang kuat dan sehat. Oleh  karena itu, menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh merupakan hal penting agar bisa menjadi  mukmin yang kuat dan produktif. 

    Selain itu, Allah Swt juga berfirman dalam Al-Qur’an,”Dan bahwasanya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”1 (QS Al-‘Asr: 2-3) 

    Ayat ini mengingatkan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan tidak  menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Produktivitas adalah salah satu cara mengisi waktu dengan kegiatan yang positif dan memberikan manfaat bagi diri sendiri  maupun orang lain. 

    Tip Mengatur Waktu dan Energi 

    1. Rencanakan jadwal harian 

    Buatlah jadwal harian yang terstruktur dan realistis. Atur waktu untuk bekerja, beribadah,  istirahat, dan kegiatan lainnya. Prioritaskan tugas-tugas yang penting dan mendesak. Dengan jadwal yang terencana, Anda bisa lebih fokus dan menghindari pemborosan waktu. 

    2. Manfaatkan waktu sahur dengan optimal 

    Selain sebagai bentuk sunah, sahur adalah waktu yang penting untuk mengisi energi sebelum berpuasa seharian. Pilihlah makanan yang sehat dan bergizi saat sahur, seperti  karbohidrat kompleks, protein, serat, dan vitamin. Hindari makanan yang terlalu manis atau  berlemak, karena bisa membuat Anda cepat lapar dan lemas. 

    3. Istirahat yang cukup 

    Usahakan untuk tidur yang cukup pada malam hari, meskipun jam tidur Anda mungkin berkurang dibandingkan hari-hari biasa. Tidur yang cukup akan membantu menjaga energi dan konsentrasi Anda sepanjang hari. Jika memungkinkan, “curilah” waktu untuk tidur  siang sejenak (qailulah) untuk mengembalikan energi. 

    4. Jaga hidrasi tubuh 

    Dehidrasi adalah masalah umum yang sering dihadapi saat berpuasa. Untuk mencegah dehidrasi, minumlah air yang cukup saat sahur, berbuka, dan di antara waktu berbuka dan sahur. Hindari minuman yang manis atau berkafein karena bisa membuat Anda lebih cepat  mengalami dehidrasi. 

    5. Tetap aktif secara fisik

    Meskipun sedang berpuasa, usahakan untuk tetap aktif bergerak dan berolahraga ringan.  Anda bisa berjalan kaki, bersepeda, atau melakukan peregangan ringan. Aktivitas fisik akan  membantu menjaga kebugaran tubuh dan meningkatkan energi. Pilihlah waktu yang tepat  untuk berolahraga, seperti setelah berbuka atau sebelum sahur. 

    6. Manfaatkan waktu luang untuk kegiatan bermanfaat 

    Ramadan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan ibadah dan melakukan  kegiatan yang bermanfaat. Anda bisa membaca Al-Qur’an, mengikuti kajian agama, atau  melakukan kegiatan sosial. Manfaatkan waktu luang Anda untuk hal-hal yang positif dan  produktif. 

    7. Jaga kesehatan mental 

    Kesehatan mental juga penting untuk dijaga selama Ramadan. Hindari stres dan  pikiran negatif. Carilah kegiatan yang bisa menenangkan pikiran Anda, seperti meditasi, yoga, atau mendengarkan musik yang menenangkan. Jaga hubungan baik dengan keluarga  dan teman-teman, serta berbagilah cerita atau masalah jika Anda sedang merasa tertekan. 

    8. Berbuka dengan makanan yang sehat 

    Saat berbuka, pilihlah makanan yang sehat dan bergizi. Mulailah dengan makanan yang  ringan dan mudah dicerna, seperti kurma atau buah-buahan. Hindari makanan yang terlalu  berat atau berminyak, karena bisa membuat Anda merasa kenyang dan lemas. 

    Inspirasi agar Tetap Aktif dan Kreatif 

    Selain tip di atas, berikut beberapa inspirasi kegiatan yang bisa Anda lakukan  agar tetap aktif dan kreatif selama Ramadan. 

    Mengikuti tantangan atau program Ramadan produktif yang diadakan oleh komunitas  atau organisasi tertentu. Membuat konten kreatif di media sosial, seperti video atau infografik tentang tip Ramadan produktif. Menulis artikel atau blog tentang pengalaman atau inspirasi selama menjalankan ibadah pada  Ramadan. Mengembangkan keterampilan baru yang bermanfaat, seperti memasak, menulis, atau  desain.

    Ramadan bukan halangan untuk tetap produktif dan bugar. Dengan  perencanaan yang baik, pola hidup sehat, dan semangat yang tinggi, orang yang berpuasa bisa menjalani Ramadan dengan penuh energi dan keberkahan. Manfaatkan waktu Ramadan untuk  meningkatkan kualitas diri, baik dalam hal ibadah maupun produktivitas. 

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI).

  • Otak Sering Error? Taruna Ikrar Sarankan Perbanyak Sujud

    Otak Sering Error? Taruna Ikrar Sarankan Perbanyak Sujud

    Jakarta

    Manfaat sujud saat menjalankan ibadah salat dapat dijelaskan dari kacamata neurosains. Tidak hanya membuat hati terasa damai akibat reaksi tertentu di sistem saraf, tapi juga mencegah error.

    Hal itu disampaikan oleh Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, dalam ceramahnya di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (8/3/2025). Dokter yang juga mendalami bidang neurosains tersebut menyinggung manifestasi elektromagnetik dalam penjelasannya.

    “Pada saat kita sujud, itu selain menghilangkan rasa kesombongan, keangkuhan dan sebagainya, ternyata ada manifestasi elektromagnetiknya. Yaitu menjadi manifestasi yang sangat spesifik, dan sangat spesial, mencegah terjadi korslet (korsleting) di dalam otak kita,” katanya.

    “Apa itu korslet? Ya error. Kalau error, apa? Macam-macam. Stres. Setelah stres apa? Ya macam-macam, bisa jadi sakit kan, bisa tidak ada sebabnya tiba-tiba marah-marah, dan itu sangat berbahaya,” lanjutnya.

    Saat sujud, Ikrar menjelaskan, terjadi reaksi pada saraf simpatik dan parasimpatik. Salah satu manifestasinya adalah relaksasi pada sistem saraf, yang tidak hanya menekan rasa nyeri tapi juga membuat hati terasa lebih tentram.

    “Kalau mau sehat, mau tidak error, perbanyaklah sujud. Apalagi dibarengi dengan puasa, luar biasa berkah Ramadan ini,” tandasnya.

    (up/up)