Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • UU BUMN, KPK Tak Bisa Lagi Tangkap Direksi dan Komisaris yang Tersangkut Korupsi – Halaman all

    UU BUMN, KPK Tak Bisa Lagi Tangkap Direksi dan Komisaris yang Tersangkut Korupsi – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mengikuti aturan baru dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) soal penindakan direksi dan komisaris BuMN yang tersangkut kasus korupsi.

    Dalam klausul UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN disebutkan bahwa direksi maupun komisaris perusahaan pelat merah tidak lagi dihitung sebagai penyelenggara negara.

    Maka dari itu, KPK tidak akan lagi menangani kasus dugaan korupsi yang menyeret bos BUMN seperti selama ini mereka lakukan.

    “KPK ini kan pelaksana undang-undang, aturan yang ada tentu harus dijalankan, penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam pernyataannya, Minggu (4/5/2025).

    “Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” imbuhnya.

    Namun, KPK tetap akan melakukan pengkajian terhadap UU BUMN. Sejauh mana UU itu berdampak pada penanganan kasus korupsi terhadap bos BUMN.

    “Tentunya dengan adanya aturan yang baru, perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” ujar Tessa.

    Tessa menuturkan, pengkajian terhadap UU BUMN salah satunya berkaitan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang ingin meminimalisasi kebocoran anggaran.

    Selain itu, lanjut Tessa, kajian dibutuhkan agar KPK dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait perbaikan maupun peningkatan peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.

    “KPK tentu akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Bapak Prabowo Subianto, mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu diperbaiki, tentunya hal ini menjadi salah satu concern KPK ya, termasuk salah satunya Undang-Undang BUMN,” tuturnya.

    Dalam UU BUMN yang ditetapkan 24 Februari 2025, disebutkan dalam Pasal 3X ayat 1 bahwa Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.

    Kemudian pada Pasal 9G, disebutkan bahwa Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

    Dalam penjelasan Pasal 9G disebutkan bahwa Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.

    KPK tunduk pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 11 ayat 1: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    Yang dimaksud penyelenggara negara dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, ada pada Pasal 1 ayat 2: penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir melakukan audiensi dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/4/2025).

    Dalam persamuhan itu, Erick dan Tanak membahas UU BUMN dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    “Berkonsultasi tapi juga bersinkronisasi dan sehingga nanti ada kesepakatan yang efektif sesuai dengan perubahan yang adanya kami lihat sekarang ini UU BUMN,” ucap Erick di gedung KPK.

    Dia menyebut dengan adanya UU tersebut Kementerian BUMN mengalami berbagai perubahan baik dari penugasan dan juga pola kerja. 

    Saat ini, Kementerian BUMN memegang saham Seri A Dwiwarna sebesar 1 persen dalam Danantara. Dengan saham tersebut, Kementerian BUMN bisa mengambil keputusan strategis lebih cepat dibandingkan sebelumnya.

    Tak hanya itu, dengan Danantara yang merupakan super holding berbagai BUMN perlu adanya pengawasan ketat agar tidak ada celah korupsi. 

    Erick mengatakan salah satu tujuan pertemuan dengan KPK adalah untuk mendukung upaya bersih-bersih di lingkungan BUMN. 

    Ia mengakui bahwa korupsi tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dari Kementerian BUMN.

    “Kami menekan, kami tidak menghilangkan, karena tidak mungkin. Kenapa tidak mungkin, bukan karena tidak mampu, tapi memang sistem dan kepemimpinan yang harus kami terus bangun,” kata Erick.

    Erick turut menyoroti kelemahan Kementerian BUMN di masa lalu terletak pada fokus yang terlalu besar pada aksi korporasi. 

    Oleh karena itu, ia menegaskan komitmennya untuk memperkuat fungsi pengawasan sebagai upaya menekan angka korupsi.

    “Dan bukan tidak mungkin juga memeriksa pembagian supaya tidak overlaping dengan peran daripada banyak institusi penegak hukum,” ujar Erick.

    Makanya, Erick menyatakan akan bekerja sama dan berkonsultasi dengan KPK untuk membangun sistem pengawasan melalui payung kerja sama. 

    “Insyaallah dalam 2 hingga 3 minggu ke depan,” sebut Erick.

    Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan berupaya agar tidak terjadi tindak pidana korupsi di Danantara. 

    Menurut Tanak, jika tujuannya untuk mengelola uang negara agar bermanfaat untuk masyarakat, seharusnya Danantara dapat dikelola dengan baik tanpa ada celah untuk dikorupsi.

    “Kami support kementerian sekarang ini, lembaga yang ada agar benar-benar kekayaan negara ini dapat dikelola dengan baik,” katanya.

  • KPK Bakal Cek Berkala Mobil Mercedes Benz 280 SL Ridwan Kamil yang Disita

    KPK Bakal Cek Berkala Mobil Mercedes Benz 280 SL Ridwan Kamil yang Disita

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan sedan Mercedes-Benz 280 SL yang diduga milik eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil masih berada di bengkel. Pengecekan secara berkala akan dilakukan sebagai bentuk pengawasan.

    Adapun kendaraan klasik ini disita berkaitan dengan dugaan korupsi penempatan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk atau Bank BJB (BJBR) periode 2021-2023. Penyidik juga melakukan upaya paksa serupa terhadap motor Royal Enfield Classic 500 Limited Edition berkelir hitam.

    “Dari kita punya (bagian, red) pengelolaan barang bukti mungkin secara berkala akan mengecek kendaraan tersebut sampai sejauh mana kondisinya,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 2 Mei.

    Pengecekan ini, sambung Tessa, untuk memastikan kondisi sedan klasik tersebut untuk dibawa ke Rumah Penyimpanan Barang Sitaan (Rupbasan) KPK di daerah Cawang, Jakarta Timur. Sebab, mobil tersebut sedang diperbaiki.

    “Tentunya kalau seandainya kendaraan itu sudah layak dan bisa digeser ke Rupbasan pasti akan digeser ke Rupbasan,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menyita bukti terkait kasus korupsi penempatan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk atau Bank BJB (BJBR) periode 2021-2023. Di antaranya adalah deposito senilai Rp70 miliar hingga kendaraan.

    “Kami juga menyita sejumlah uang, tapi dalam bentuk deposito kurang lebih Rp70 miliar kemudian ada beberapa kendaraan roda dua maupun roda empat,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.

     

    Dalam kasus ini sudah ada lima tersangka yang ditetapkan. Mereka adalah eks Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi; Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto; Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Kin Asikin Dulmanan; Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik; dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.

    Surat perintah penyidikan (sprindik) kasus ini dikeluarkan pada 27 Februari 2025. Perbuatan lima tersangka itu diduga telah membuat negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Saat ini, penahanan belum dilakukan terhadap lima tersangka. Namun, mereka sudah dicegah berpergian ke luar negeri selama enam bulan dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

     

  • KPK Sebut Pengusaha Sinarmas Indra Widjaja Mangkir 2 Kali Pemeriksaan Kasus Taspen karena Sakit

    KPK Sebut Pengusaha Sinarmas Indra Widjaja Mangkir 2 Kali Pemeriksaan Kasus Taspen karena Sakit

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pengusaha Sinarmas Group Indra Widjaja mangkir dari dua kali pemeriksaan kasus dugaan korupsi investasi PT Taspen (Persero) lantaran kondisi kesehatannya. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Indra dipanggil sebagai saksi pada 15 April 2025 dan 12 Februari 2025. Dia tidak hadir pada dua kali pemanggilan tersebut. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut Indra tak hadir lantaran memiliki masalah kesehatan. Dia menyebut tim penyidik akan memutuskan apabila akan memanggil lagi salah satu keluarga pendiri Sinarmas itu ke Gedung Merah Putih KPK. Dia pun membuka peluang penyidik untuk mengecek langsung kondisi kesehatan Indra. 

    “Memungkinkan [cek kondisi kesehatan secara langsung]. Memungkinakan untuk itu, tapi kembali lagi itu dikembalikan kepada penyidik nanti penilaiannya,” jelasnya kepada wartawan, dikutip Kamis (1/5/2025). 

    Adapun dikutip situs resmi Sinarmas Multifinance, Indra kini menjabat sebagai Komisaris Utama di salah satu perusahaan milik grup tersebut.  

    KPK menduga salah satu perusahaan Sinarmas, PT Sinarmas Sekuritas, ikut serta dalam menjual sukuk Taspen yang kini diperkarakan. Perusahaan itu diduga menerima keuntungan atas penjualan sukuk Taspen.

    Kini, penyidikan terhadap dua orang tersangka kasus Taspen sudah hampir rampung. Dua orang itu adalah mantan Direktur Investasi yang juga pernah menjabat Direktur Utama Taspen, Antonius N.S Kosasih, serta mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri. 

    Penyidikan hampir rampung ditandai dengan selesainya audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penghitungan kerugian keuangan negara pada kasus tersebut. Hasilnya, audit BPK menunjukkan investasi Taspen yang diperkarakan KPK itu menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1 triliun.

    “Dari hasil pemeriksaan BPK, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang berindikasi pidana yang mengakibatkan adanya kerugian negara. Kerugian kasus ini adalah sebesar Rp1 triliun,” jelas Direktur Jenderal Pemeriksaan Investigasi BPK I Nyoman Wara kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025). 

    Sebelum audit BPK rampung, KPK menduga kerugian keuangan negara akibat investasi dana kelolaan Taspen senilai Rp1 triliun ke Reksadana PT IIM yakni sebesar Rp200 miliar. 

    Audit BPK itu menunjukkan bahwa total dana yang diinvestasikan Antonius Kosasih itu ke PT IIM, serta sejumlah manajer investasi dan sekuritas, secara keseluruhan menjadi kerugian keuangan negara. 

  • KPK: 2 Politisi Nasdem Kembali Absen di Pemeriksaan Kasus CSR BI

    KPK: 2 Politisi Nasdem Kembali Absen di Pemeriksaan Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan 2 anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Charles Meikyansyah dan Fauzi Amro kembali absen dari panggilan pemeriksaan kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). 

    Penyidik kembali memanggil Charles dan Fauzi, Rabu (1/5/2025), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Panggilan itu merupakan yang kedua setelah sebelumnya kedua politisi itu juga absen pada panggilan pertama yakni 13 Maret 2025. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut keduanya absen karena adanya kunjungan kerja dan telah memberikan konfirmasi secara resmi ke tim penyidik. 

    “Untuk dua saksi CSR BI tidak hadir dan telah memberi konfirmasi ketidakhadiran secara resmi kepada Penyidik. Dengan alasan bertabrakan dengan jadwal kegiatan kunjungan kerja yang sudah terjadwal sebelumnya,” ujar Tessa kepada wartawan, dikutip Kamis (1/5/2025). 

    Tessa menyebut keduanya meminta penjadwalan ulang pemanggilan. Pada keterangan terpisah, dia menyebut tim penyidik belum bisa menjemput paksa kedua saksi itu meski sudah dua kali absen dari pemanggilan. Hal itu karena keduanya memberikan konfirmasi ketidakhadiran secara resmi.

    Upaya paksa bisa dilakukan, terang Tessa, apabila saksi tidak hadir secara berturut-turut sebanyak dua kali tanpa alasan yang jelas. 

    Mengenai alasan pemanggilan Charles dan Fauzi, Tessa masih enggan memberikan penjelasan lebih lanjut. Dia menyebut keduanya dipanggil bisa untuk dimintai konfirmasi atas barang bukti yang diperoleh, maupun dari keterangan saksi lain. 

    Pemeriksaan Sebelumnya

    Untuk diketahui, sejauh ini KPK telah beberapa kali memeriksa dua orang anggota DPR yaitu Satori dari Fraksi Partai Nasdem, dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra. Rumah keduanya juga telah digeledah. 

    Di sisi lain, pihak yayasan penerima CSR BI dari daerah pemilihan (dapil) Satori maupun tenaga ahli DPR yang bekerja untuknya dan Heri Gunawan juga telah diperiksa KPK beberapa waktu lalu. 

    “Jadi tidak mungkin saksi dipanggil tidak ada dasarnya, tidak ada keterangan saksi hanya karena desakan dari pihak-pihak tertentu lalu dilakukan pemanggilan untuk KPK dalam hal ini penyidik tidak akan melakukan hal seperti itu,” jelas Tessa. 

    Adapun KPK telah memulai penyidikan terhadap kasus CSR BI sejak akhir 2024 lalu. Penyidikan yang dilakukan bersifat umum sehingga belum ada pihak yang ditetapkan tersangka, bahkan sampai dengan saat ini. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto memastikan segera menetapkan tersangka di kasus tersebut. Namun, dia enggan memerinci kapan waktunya. Dia membantah adanya kendala dalam penanganan kasus tersebut sehingga pihak tersangka belum ditetapkan. 

    “Ya nanti ada waktunya. Ada saatnya nanti segera ditetapkan,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (30/4/2025). 

    Lembaga antirasuah menduga bahwa Satori dan Heri Gunawan merupakan di antara politisi DPR penerima dana manfaat CSR BI, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).

    Satori dan Heri merupakan anggota Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR periode 2019-2024. AKD DPR itu merupakan mitra kerja BI hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

    Dana PSBI itu diterima melalui yayasan milik Satori dan Heri dari dapil masing-masing, setelah sebelumnya diajukan dan diseleksi oleh BI untuk kelayakannya. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menjelaskan, pihaknnya menduga bahwa yayasan penerima CSR BI yang dimiliki Satori dan Heri tidak menggunakan dana bantuan itu sesuai dengan fungsinya.  

    Misalnya, apabila awalnya dana CSR ditujukan untuk membangun rumah rakyat 50 unit, kenyataan di lapangan rumah yang dibangun tidak sampai jumlah tersebut.  

    “Tidak 50-nya dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya ke mana? Ya itu tadi. Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti. Yang baru ketahuan baru seperti itu,” kata Asep.  

    Sementara itu, Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso memastikan bahwa penyaluran CSR BI dilakukan dengan tata kelola/ketentuan yang benar. 

    “Proses pemberian PSBI senantiasa dilakukan sesuai tata kelola/ketentuan yang benar, mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan kemanfaatan,” tuturnya, Minggu (29/12/2024).

  • KPK Sita Mobil Mercy Milik Ridwan Kamil, Tak Terdaftar di LHKPN

    KPK Sita Mobil Mercy Milik Ridwan Kamil, Tak Terdaftar di LHKPN

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita mobil Mercedes-Benz milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. 

    Kendaraan tersebut diduga berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank BJB.

    “Informasi terakhir, mereknya Mercy atau Mercedes,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK.

    Sayangnya, pihak KPK enggan merinci jenis Mercedes-Benz yang disita tersebut. 
     

     

    Tak tercatat di LHKPN

    Mobil Mercy yang disita tersebut diketahui tidak tercatat dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) milik RK.

    “Tidak (tercatat LHKPN),” terang Tessa.

    Menurut Tessa, kendaraan itu belum dibawa ke Jakarta karena masih berada di bengkel untuk diperbaiki. “Masih ada di bengkel,” ujar Tessa.

    Sebelumnya, KPK juga telah menyita satu unit motor Royal Enfield berjenis Royal Enfield Classic 500 Limited Edition berwarna hitam yang juga berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan iklan PT Bank BJB. 

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita mobil Mercedes-Benz milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. 
     
    Kendaraan tersebut diduga berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank BJB.
     
    “Informasi terakhir, mereknya Mercy atau Mercedes,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK.

    Sayangnya, pihak KPK enggan merinci jenis Mercedes-Benz yang disita tersebut. 
     

     

    Tak tercatat di LHKPN

    Mobil Mercy yang disita tersebut diketahui tidak tercatat dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) milik RK.
     
    “Tidak (tercatat LHKPN),” terang Tessa.
     
    Menurut Tessa, kendaraan itu belum dibawa ke Jakarta karena masih berada di bengkel untuk diperbaiki. “Masih ada di bengkel,” ujar Tessa.
     
    Sebelumnya, KPK juga telah menyita satu unit motor Royal Enfield berjenis Royal Enfield Classic 500 Limited Edition berwarna hitam yang juga berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan iklan PT Bank BJB. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • KPK Periksa Dua Anggota DPR dari NasDem, Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia

    KPK Periksa Dua Anggota DPR dari NasDem, Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia

    PIKIRAN RAKYAT – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua anggota DPR RI dari fraksi Partai NasDem yakni Fauzi Amro dan Charles Meikyansah, Rabu, 30 April 2025. Dua legislator tersebut akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Rabu, 30 April 2025.

    Pemeriksaan terhadap kedua legislator ini merupakan penjadwalan ulang dari agenda sebelumnya yang sedianya berlangsung pada Kamis, 13 Maret 2025. Hingga kini, KPK belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai materi pemeriksaan yang akan dikonfirmasi penyidik kepada dua anggota dewan tersebut.

    Yayasan Bentukan Satori dan Heri Gunawan Terima Dana CSR BI

    KPK terus mendalami dugaan korupsi terkait dana CSR dari BI. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan pemeriksaan anggota DPR dari Fraksi NasDem Satori lebih ditekankan pada penggunaan dana CSR.

    “Jadi, yang bersangkutan itu dipanggil, kita konfirmasi lagi terkait dengan penggunaan dari dana CSR,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Asep menjelaskan, dana CSR BI disalurkan ke sebuah yayasan. Menurut Asep, yayasan tersebut diajukan langsung oleh Satori dan menjadi penerima dana CSR.

    “Beliau (Satori) salah satu penerima dan pengguna. Sebetulnya penerimanya itu adalah Yayasan, tapi Yayasan itu diajukan oleh bersangkutan,” tutur Asep.

    KPK mendalami soal penggunaan dana CSR yang diduga tidak sesuai peruntukan. Misalnya, dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan rumah, penyediaan ambulans, atau beasiswa, diduga tidak sepenuhnya direalisasikan sesuai laporan.

    “Pada kenyataan yang kita temukan itu. Tidak semuanya 50 (rumah) dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya kemana? Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti, yang baru ketahuan baru seperti itu,” tutur Asep.

    Di Mana Dana CSR Disalurkan?

    KPK menyebut adanya dua yayasan berbeda yang diajukan oleh Satori (S) dan anggota DPR Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG). Dana CSR kemudian disalurkan ke yayasan sesuai daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota legislatif tersebut.

    “Jadi kita hari ini misalkan memanggil Bapak S, kita mendalami CSR yang digunakan oleh Pak S. Artinya digunakan oleh yayasan yang dibentuk oleh Pak S. Nanti kita akan memanggil Bapak HG untuk CSR yang digunakan oleh Pak HG,” ujar Asep.

    Menanggapi isu pilih kasih dalam penanganan perkara karena ada dugaan keterlibatan Heri Gunawan selaku legislator dari Partai Gerindra, Asep menegaskan bahwa proses hukum berjalan sesuai fakta.

    “Biasalah kalau dugaan-dugaan gitu. Kita concern, jadi masing-masing orang ini kan berbeda. Berbeda antara Pak S dengan Pak HG,” ujarnya.

    KPK Geledah Rumah Heri Gunawan

    Dalam proses penyidikan kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait dana CSR BI, penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG) yang berlokasi di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada Rabu, 5 Februari 2025.

    “Kegiatan ini dilaksanakan di rumah di daerah Ciputat Timur, Tangerang Selatan milik saudara HG. Kegiatan berlangsung dari pukul 21.00-01.30 WIB dini hari,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.

    Dari penggeledahan tersebut, kata Tessa, penyidik menyita dokumen dan barang bukti elektronik. Kuat dugaan barang bukti tersebut ada kaitannya dengan kasus CSR BI yang tengah diusut KPK.

    KPK masih terus mengusut kasus dugaan korupsi dana CSR BI. Dalam proses penyidikan lembaga antirasuah sudah memeriksa sejumlah saksi dan menyita barang bukti, meskipun hingga saat ini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara, Erick Thohir Koordinasi dengan KPK

    Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara, Erick Thohir Koordinasi dengan KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri BUMN Erick Thohir berkoordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk KPK, untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya Undang-Undang (UU) No.1/2025 tentang BUMN.

    Salah satunya mengenai posisi komisaris hingga direksi BUMN yang diatur bukan merupakan penyelenggara negara. 

    Erick menjelaskan Kementerian BUMN  saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    “Justru kenapa kita ada sinkronisasi dengan KPK, Kejaksaan, BPK, semua ini ya tadi, untuk supaya semuanya transparan, dan ada juklak-juklak daripada penugasan yang lebih ini,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025). 

    Lebih lanjut, Erick memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU. 

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan. 

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, dari pada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu. 

    Erick memastikan upaya sinkronisasi definisi soal status penyelenggara negara atas komisaris-direksi BUMN itu akan terus dilakukan. Dia enggan berkomentar lebih lanjut. 

    “Iya itu UU-nya ada definisinya, tapi tentu ini yang kita harus sinkronisasi. Saya tidak mau terlalu mendetailkan, nanti ada perbedaan persepsi yang jadi polemik baru. Nah ini yang kita tidak mau, kenapa sejak awal kita langsung rapatkan,” terang Menteri BUMN sejak 2019 itu.

    Berdasarkan catatan Bisnis, rancangan Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara. Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN.

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G.

    Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.” 

    Adapun, Pasal 87 angka 5 menyatakan bahwa pegawai BUMN juga bukan penyelenggara negara. Namun demikian, aturan itu hanya melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 

    Di sisi lain, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat.  

    Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN. 

    Itu artinya tidak ada celah dari undang-undang lain untuk mengintervensi status BUMN bukan sebagai penyelenggara negara. 

    Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), terutama Pasal 2, yang kategorikan pegawai BUMN sebagai penyelenggara negara. Aturan inilah yang sering menjadi rujukan penegak hukum untuk menindak oknum di BUMN. 

  • Erick Thohir dan KPK dorong Danantara jadi korporasi sehat

    Erick Thohir dan KPK dorong Danantara jadi korporasi sehat

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Erick Thohir dan KPK dorong Danantara jadi korporasi sehat
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 29 April 2025 – 23:23 WIB

    Elshinta.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menjadi korporasi yang sehat.

    “Kita harus mendorong Danantara ini menjadi institusi korporasi yang sehat,” ujar Erick di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.

    Erick menyampaikan pernyataan tersebut usai melakukan pertemuan bersama Wakil Menteri BUMN Kartika Wijoatmodjo, dan pimpinan KPK.

    “Kami di Kementerian BUMN tentu perannya mirip seperti, ya kita bukan berarti melangkahi Menteri Keuangan ya, tetapi mirip seperti Menteri Keuangan dulu,” katanya.

    “Nah ini kan ada pengalihan, dan tentu ini mumpung kami baru, nah kami coba menjabarkan seluruhnya, bagaimana secara payung hukumnya nanti untuk pencegahan korupsi. Salah satunya ya selain untuk operasional dan lain-lain,” ujarnya menjelaskan salah satu pertimbangan pertemuan dengan KPK pada Selasa sore ini.

    Sementara itu, dia menjelaskan bahwa salah satu langkah pencegahan korupsi di lingkungan BPI Danantara adalah bergantung kepada pimpinannya.

    “Selama ini saya rasa kalau niat baik para pimpinan, dari diri kita sendiri, mau bersih-bersih, saya rasa itu yang lebih mudah gitu. Ini yang kami dorong bagaimana tadi ini terpola bukan hanya di sistem, melainkan juga leadership (kepemimpinan) yang mau dibangun secara bersama dengan KPK,” jelasnya.

    Pada kesempatan itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan bahwa KPK mendukung BPI Danantara agar dapat dikelola baik, dan tanpa memberikan celah pada korupsi.

    “KPK akan mendukung sepenuhnya kegiatan-kegiatan Kementerian BUMN, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Danantara, sehingga benar-benar keuangan negara dapat dikelola dan dapat bermanfaat dengan baik untuk bangsa dan negara kita ini, untuk masyarakat tercinta,” katanya.

    Sumber : Antara

  • Tim Hukum Hasto Sambangi Dewas, Bawa Bukti Penyidik KPK Rossa Kelabui Kusnadi Sebelum Sita Barang

    Tim Hukum Hasto Sambangi Dewas, Bawa Bukti Penyidik KPK Rossa Kelabui Kusnadi Sebelum Sita Barang

    PIKIRAN RAKYAT – Tim Kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dan Kusnadi, Johannes Tobing menghadiri undangan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa, 29 April 2025. Tidak sendirian, ia datang bersama tim kuasa hukum Army Mulyanto dan Wiradarma Harefa serta Jubir PDIP Guntur Romli.

    Johannes menyampaikan, ia diundang hadir oleh Dewas KPK sebagai tindak lanjut dari laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Kasatgas KPK Rossa Purbo Bekti. Dalam kesempatan ini, Johannes membawa barang bukti di antaranya kronologi saat Rossa diduga mengelabui Kusnadi, staf Hasto, sebelum melakukan penggeledahan secara tidak sah.

    Johannes menuturkan, Kusnadi saat itu sedang duduk di belakang saat tim hukum Hasto menggelar konferensi pers. Tanpa curiga, ia mengikuti ajakan Rossa masuk ke gedung KPK. Namun sesampainya di lantai atas, Rossa melakukan penggeledahan disertai penyitaan sejumlah barang pribadi dan partai.

    “Yang paling betul-betul melanggar hukum yang dilakukan Saudara Rossa adalah karena dibuatkan berita acara pemeriksaan tanpa ada surat resmi panggilan dari KPK, ini pelanggaran hukum,” kata Johannes di kantor Dewas, Jakarta Selatan, Selasa, 29 April 2025.

    Johannes menuturkan, penggeledahan itu dilakukan pada Juni 2024, namun laporan dugaan pelanggaran etik baru direspons Dewas KPK hampir setahun kemudian.

    “Kami tetap berpikiran positif mudah-mudahan hari ini kami akan menyampaikan seluruh keberatan-keberatan kami, apa-apa saja pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik KPK,“ ucapnya.

    Di hadapan Dewas, Johannes juga bakal menyampaikan keberatan atas penyitaan sejumlah barang yang dinilai tidak relevan dengan perkara Harun Masiku, termasuk buku berisi arahan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait Pilpres dan Pilkada 2024 serta ponsel operasional sekretariat partai.

    “Di persidangan sudah kami mohonkan agar barang-barang milik partai ini supaya segera dikembalikan karena tidak ada urusannya, tidak ada kaitannya dengan perkara Harun Masiku,” ujarnya.

    Sempat Serahkan Bukti Baru

    Kuasa Hukum Kusnadi, Ronny Talapessy sempat melaporkan Rossa Purbo Bekti ke Dewas KPK pada Kamis, 20 Juni 2024. Ia melaporkan Rossa terkait dugaan kesalahan administrasi dalam penyitaan ponsel Kusnadi dan Hasto serta buku catatan PDIP.

    “Melaporkan kepada Dewas untuk kami lampirkan sebagai bukti tambahan bagaimana oknum penyidik KPK ini tidak profesional,” kata Ronny di kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Juni 2024.

    Ronny menduga penyidik KPK memalsukan surat tanda terima barang bukti dalam proses penyitaan barang milik Hasto dan Kusnadi. Sebab, kata dia, ada dua berita acara penyitaan yang diterbitkan oleh KPK, yakni surat berita acara tertanggal 23 April 2024 dan 10 Juni 2024.

    Di surat tanda terima barang bukti tertanggal 23 April 2024, lanjut Ronny, Kusnadi membubuhkan paraf atau tanda tangan. Sedangkan pada lembar pertama surat tertanggal 10 Juni 2024, tidak ada paraf dari kliennya.

    “Menduga telah terjadi pemalsuan surat, Karena apa? Surat yang sah adalah surat tanggal 23 April, Kusnadi Ikut memparaf. Tetapi (Kusnadi) diberikan surat tanggal 10 Apri. Dugaan ini direkayasa kembali,” tutur Ronny.

    “Sehingga yang lembar pertama ini saudara kusnadi tidak memparaf, Tetapi di lembar yang kedua saudara kusnadi tanda tangan,” ucapnya menambahkan.

    Atas dugaan pemalsuan surat itu, Ronny menyebut ponsel Hasto dan Kusnadi yang disita Rossa tidak dapat dijadikan bukti dalam penyidikan perkara suap kasusn Harun Masiku. Sebab, kata dia, penyitaan dilakukan dengan cara tidak sah bahkan bernuansa politis yang mengarah pada upaya kriminalisasi terhadap Hasto.

    “Kasus ini penuh dengan nuansa politis. Ada dugaan kriminalisasi terhadap sekjen PDI Perjuangan. Karena proses-proses yang kami sudah ikuti ini adalah proses yang sudah salah di mata hukum,” ucap Ronny.

    Ronny berharap Dewas KPK menindaklanjuti laporan dugaan pemalsuan surat. Menurutnya, dalam perkara itu ada dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan Rossa ketika menyita ponsel milik Kusnadi dan Hasto.

    “Ini merupakan pelanggaran kode etik berat dan kami memohon kepada Dewas untuk memproses ini dengan cepat. Karena perolehan barang-barang pribadi dan buku DPP PDI Perjuangan ini tidak melalui proses hukum yang benar, maka ini adalah cacat hukum,” ujar Ronny.

    Respons KPK

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan, pihaknya tidak melakukan kesalahan administrasi saat menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Menurutnya, penyidik membuat berita acara penyitaan yang diteken penyidik dan pihak saksi.

    “Senin, 10 Juni 2024. Penyidik membuat administrasi lengkap baik BA (Berita Acara) sita dan tanda terima dan sudah ditanda tangani oleh Penyidik maupun saksi. Jadi tidak ada kesalahan administrasi dalam proses penyitaan dimaksud,” kata Tessa dalam keterangannya, Kamis, 20 Juni 2024.

    Usai kegiatan Penyitaan, kata Tessa, Kusnadi justru membawa surat tanda terima yang masih berbentuk koreksian atau belum hasil final. Sedangkan, tanda terima final yang sudah ditandatangani Kusnadi dan Penyidik tidak dibawa.

    “Pada saat Penyidik mau memberikan tanda terima yang final, saksi (Kusnadi) sudah terlanjur keluar dan mendampingi doorstop HK (Hasto Kristiyanto) dengan jurnalis. Sehingga niat itu diurungkan dan akan dilakukan pada jadwal pemeriksaan yang bersangkitan sebagai saksi,” tutur Tessa.

    Tessa memastikan, setiap kegiatan penyitaan dilaporkan ke Dewas sebagai bentuk pertanggungjawaban, dan hal tersebut sudah dilakukan oleh Penyidik. “Bahwa pada tanggal 19 Juni 2024 selain dilakukan pemeriksaan (Kusnadi) sebagai saksi, juga diserahkan tanda terima final, yang salah dibawa oleh saksi Kusnadi. Dan yang bersangkutan telah menerima tanda terima dimaksud,” ucap Tessa.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Erick Thohir Bilang Tidak Mungkin Hilangkan Korupsi di BUMN: Kita Menekan!
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 April 2025

    Erick Thohir Bilang Tidak Mungkin Hilangkan Korupsi di BUMN: Kita Menekan! Nasional 29 April 2025

    Erick Thohir Bilang Tidak Mungkin Hilangkan Korupsi di BUMN: Kita Menekan!
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
    Erick Thohir
    mengakui, menghilangkan korupsi di perusahaan pelat merah bukanlah perkara yang mudah. Oleh karena itu, kementeriannya berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) untuk membuat sistem yang mencegah korupsi dan mendorong upaya bersih-bersih yang tengah dilakukan.
    “Sehingga apa? Kita bisa menekan yang namanya kasus korupsi,” kata Erick Thohir usai menemui Pimpinan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
    “Kita menekan. Kita tidak tidak menghilangkan, karena tidak mungkin (menghilangkan korupsi). Kenapa tidak mungkin? Bukan karena tidak mampu, tetapi memang sistem dan leadership yang harus kita bangun,” imbuhnya.
    Erick mengatakan, pertemuan dengan Pimpinan KPK dilakukan dalam rangka konsultasi terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN dan BPI Danantara.
    Dia mengatakan, UU BUMN membuat kementeriannya tidak hanya melakukan aksi korporasi, tetapi juga pengawasan. Oleh karenanya, kata Erick, dibutuhkan koordinasi dengan aparat penegak hukum agar tak terjadi tumpang tindih.
    “Dan bukan tidak mungkin juga memeriksa pembagian supaya tidak overlapping dengan peran daripada banyak institusi penegak hukum,” ujarnya.
    Dalam kurun 2-3 minggu ke depan, Kementerian BUMN akan merampungkan payung kerja sama dengan KPK dan aparat penegak hukum lainnya dalam upaya pengawasan penggunaan anggaran Danantara. 
    “Supaya kita bisa mendorong visi bapak Presiden bagaimana tadi Danantara ini bisa menghasilkan seperti yang dimaui pada saat ini oleh anak cucu ketika tadi, sumber daya alam kita sudah tidak memadai untuk memberikan kontribusi lebih untuk pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
    Terakhir, Ketua Dewas BPI Danantara itu, meminta waktu selama satu bulan untuk merinci tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di BPI Danantara.
    “Nah ini yang memang tadi, kasih waktu satu bulan ke depan. Tidak hanya dari kami (BUMN), dari Danantara juga untuk menyampaikan tadi ya, job atau tugas dari masing-masing dewan-dewan yang sedang terbentuk,” ucap dia.
    Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendatangi Gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (29/4/2025).
    Namun, Erick Thohir memasuki Gedung KPK tidak melalui pintu depan, melainkan pintu belakang.
    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, Erick Thohir menemui Pimpinan KPK dalam rangka audiensi untuk program pencegahan
    korupsi di BUMN
    .
    “Audiensi untuk program pencegahan korupsi di badan usaha BUMN,” kata Budi dalam pesan singkat.
    Budi mengatakan, pembahasan dalam audiensi tersebut akan disampaikan setelah pertemuan.
    “Untuk pembahasan lebih rincinya apa saja, nanti akan diupdate setelah pertemuan ya,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.